Mohon tunggu...
Arif Minardi
Arif Minardi Mohon Tunggu... Insinyur - Aktivis Serikat Pekerja, Ketua Umum FSP LEM SPSI, Sekjen KSPSI, Anggota LKS Tripartit Nasional

Berdoa dan Berjuang Bersama Kaum Buruh

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Presiden Baru dan Pencerahan Hubungan Industrial

20 Februari 2024   11:34 Diperbarui: 21 Februari 2024   13:54 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pekerja sedang antri makan siang (KOMPAS/PRIYOMBODO) 

Presiden baru atau pemerintahan baru hasil Pemilu 2024 memiliki momentum untuk memperbaiki kondisi hubungan industrial. Lima tahun terakhir ini hubungan industrial di negeri ini sering dilanda cuaca buruk. Mendung yang hitam pekat perlu pencerahan agar perjalanan menuju negeri harapan bisa tercapai.

Hubungan industrial terjadi karena adanya keterkaitan kepentingan para pihak yang terdiri atas pekerja/buruh dan pengusaha serta pihak-pihak lainnya. Hubungan industrial tersebut berpotensi menimbulkan perbedaan pendapat bahkan perselisihan antara kedua belah pihak terhadap suatu hal. Apabila tidak ditangani dengan baik maka perbedaan pendapat atau konflik tersebut akan menimbulkan masalah bahkan akan mengganggu kinerja perusahaan.

Sejalan dengan kebutuhan masyarakat Indonesia, penyelesaian permasalahan dalam hubungan industrial secara normatif telah mengalami banyak perubahan, dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU PPHI).

Berdasarkan UU PPHI tersebut telah dibentuk peradilan khusus yang menangani penyelesaian perselisihan hubungan industrial, yaitu Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Pengadilan khusus ini dibentuk di lingkungan Pengadilan Negeri (PN) yang berwenang memeriksa, mengadili dan memberi putusan terhadap perselisihan hubungan industrial.

Para pihak dalam hubungan industrial adalah pekerja/buruh dan pengusaha serta pihak-pihak Lembaga kerja sama (LKS) Tripartit harus bisa menjadi representasi hubungan industrial. Dibutuhkan platform yang tepat agar LKS bisa berkembang dan mampu melakukan pelayanan secara baik pada dunia usaha maupun pekerja sesuai tuntutan perubahan global.

Dengan platform baru tersebut kondisi rivalitas tajam yang saling berhadap-hadapan dalam tripartit selama ini diharapkan bisa berubah kearah peningkatan produktivitas, kualitas kerja, kompetensi dan daya saing pekerja.

Keberadaan platform digital menunjang sarana Hubungan Industrial yang terdiri Perjanjian Kerja Bersama (PKB), Lembaga kerjasama Bipartit, dan Lembaga kerjasama Tripartit untuk mengatasi masalah yang timbul.

Urgensi platform digital untuk mewujudkan hubungan industrial yang konstruktif . Profesor Kosuke Mizuno peneliti dari Center for Southeast Asian Studies Kyoto University Jepang, dalam seminar yang diselenggarakan Pusat Penelitian Kependudukan LIPI menyatakan bahwa gerakan buruh di Indonesia sekarang ini pada hakikatnya masih terfragmentasi.

Ilustrasi Serikat Pekerja BUMN menggelar aksi unjuk rasa di kantor Kementerian BUMN (KOMPAS / LASTI KURNIA)
Ilustrasi Serikat Pekerja BUMN menggelar aksi unjuk rasa di kantor Kementerian BUMN (KOMPAS / LASTI KURNIA)

Prof Mizuno juga menekankan bahwa sistem hubungan industrial di Indonesia masih belum menggembirakan. Sangat berbeda dengan di Jepang dan Jerman. Di Jerman memiliki kepastian hukum tinggi. Sedangkan di Jepang cenderung menempuh penyelesaian perselisihan secara informal atau jalan perdamaian.

Serikat pekerja/buruh di Indonesia perlu mengembangkan gerakan yang lebih luas di luar tuntutan hak normatif. Juga perlu menemukan pola sinergi dengan pengusaha yang bisa membangkitkan produktivitas dan daya inovasi.

LKS Tripartit diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 4 tahun 2017 tentang perubahan kedua atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2005 tentang Tata Kerja dan Susunan Organisasi Lembaga Kerja Sama Tripartit.

Pada prinsipnya LKS tripartit merupakan forum komunikasi dan konsultasi. Selama ini LKS Tripartit belum efektif karena terus berkutat mencari bentuk tanpa disertai platform yang tepat.

Saatnya membangun platform digital sebagai sarana untuk mendongkrak indeks literasi pekerja, kemampuan komunikasi, negosiasi dan koordinasi dalam mediasi hubungan industrial dan pengawasan Ketenagakerjaan. Platform juga ideal untuk mengembangkan bermacam aplikasi model layanan IT tenaga kerja untuk integrasi fungsi pelatihan dan produktivitas, penempatan tenaga kerja, pengawasan ketenagakerjaan, serta jaminan sosial.

Pekerja sedang antri makan siang (KOMPAS/PRIYOMBODO) 
Pekerja sedang antri makan siang (KOMPAS/PRIYOMBODO) 

Pemerintah perlu mendorong terwujudnya platform otentik yang khas ketenagakerjaan Indonesia untuk mengimplementasikan berbagai macam aplikasi bidang ketenagakerjaan. Termasuk untuk bermacam usaha rintisan terkait perburuhan dan agregasi konten-konten berita yang menyangkut segala aspek luas ketenagakerjaan. Dengan adanya agregasi konten ketenagakerjaan maka segala persoalan ketenagakerjaan bisa tertangani secara efektif.

Saatnya menyambut bangkitnya era platform dengan kondisi faktual di dalam negeri. Mengingat platform merupakan ekosistem yang sangat berharga dan berpengaruh yang dapat dengan cepat dan mudah mengukur, mengubah dan menggabungkan plank atau fitur-fitur baru.

Organisasi serikat pekerja bisa secara mandiri atau berkolaborasi dengan perusahaan rintisan atau startup membangun platform dan plank yang mampu merangkul individu pekerja secara efektif. Kapasitas inovasi nasional maupun inovasi daerah perlu diarahkan untuk menciptakan platform ketenagakerjaan yang searah dengan perkembangan ekonomi digital.

Perlu dicermati perlambatan sektor manufaktur tengah terjadi di beberapa belahan dunia. Sepeti yang telah dilaporkan oleh United Nations Industrial Development Organization (UNIDO). Perlambatan itu justru pada saat Indonesia belum siap menghadapi Industri 4.0 sehingga menimbulkan dilema ketenagakerjaan.

Pada prinsipnya era Industri 4.0 ditandai dengan usaha untuk mewujudkan smart factories yakni pabrik-pabrik dan kawasan industri yang memiliki kecerdasan tinggi. Dalam ekosistem Industri 4.0, proses bisnis bergerak sangat dinamis sehingga memungkinkan terjadinya perubahan proses, bahkan hingga saat-saat akhir sebuah proses produksi.

Era di atas menghasilkan cara-cara baru untuk menciptakan nilai dan model bisnis baru. Hal ini akan menumbuhkan usaha rintisan dan UMKM untuk menyediakan layanan di sisi hilir produksi. Organisasi serikat pekerja/buruh perlu menelaah alarm deindustrialisasi dan dampaknya seperti apa sehingga bisa mendapatkan pemahaman yang baik. Kawasan industri atau pabrik tempat buruh bekerja sebagian besar akan bertransformasi menjadi pabrik cerdas. World Economic Forum memperkirakan sedikitnya 35 persen keahlian yang dianggap penting saat ini kelak akan berubah total.

Pada prinsipnya Industri 4.0 merupakan integrasi dari beberapa teknologi yang tengah berkembang pesat pada saat ini. Yakni, pertama teknologi Internet of Things (IoT). Dengan teknologi ini semakin banyak jenis sensor dan mesin yang mampu terkoneksi dengan jaringan internet. Dalam dunia manufacturing menambahkan teknologi Radio frequency Identification (RFID) dalam mesin produksi sehingga ribuan bahkan jutaan komponen yang akan dirakit bisa saling berkomunikasi satu dengan yang lainnya untuk memudahkan dan mempercepat proses produksi.

Menyongsong era Industri 4.0 harus berpijak bumi dan jangan menihilkan kondisi nyata Indonesia pada saat ini. Tidak bisa dimungkiri bahwa tahapan dan prasyarat Industri 2.0 dan 3.0 saja di negeri ini belum dilakukan dengan tuntas. Datangnya era Industri 4.0 menyebabkan sistem ketenagakerjaan bisa dijungkirbalikan, kompetensi semakin kompleks, sistem kerja dan beban pekerjaan akan berubah, sistem pengupahan semakin bersifat individual yang mengedepankan prinsip outsourcing.

Para buruh senior atau buruh lansia yang sudah tidak berdaya lagi mengikuti transformasi, harus dicarikan solusi yang manusiawi. Di negara maju, organisasi serikat pekerja dan buruh mulai merumuskan kembali kebijakan dan program jaminan sosial bagi pekerja tua yang tidak mampu lagi beradaptasi dengan zaman. Yakni melalui skema pemberian tunjangan hari tua yang lebih baik dari yang sudah ada.

*) Arif Minardi, Sekjen Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI). Anggota LKS Tripartit Nasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun