Keniscayaan mengembangkan industri pengolahan berbasis SDA yang benar-benar hilirisasi yang berkeadilan. Bukan hilirisasi semu alias jadi-jadian. Mestinya hilirisasi menyentuh produk-produk yang futuristic dan bernilai tambah yang besar untuk dalam negeri. Bukan nilai tambah yang sebagian besar diambil oleh perusahaan asing.
Betapa memprihatinkan melihat kondisi produksi industri pengolahan besar dan sedang pada saat ini mengalami pertumbuhan negatif. Bahkan alarm deindustrialisasi telah berbunyi. Padahal Sektor industri pengolahan (manufacturing industry) merupakan salah satu diantara sektor-sektor ekonomi yang menjadi andalan dalam perekonomian Indonesia dan mudah menyerap lapangan kerja secara masal. Bahkan, kontribusi sektor industri pengolahan non migas terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) mencapai lebih dari seperlima total PDB sejak 2008.
Ironisnya data terkini menunjukkan terjadi penurunan kemampuan industri nasional menyeimbangkan neraca nilai impor-ekspor secara signifikan. Secara makro ketidak seimbangan ini disebabkan oleh beberapa faktor yang melingkupinya, akan tetapi seringkali yang dijadikan fokus adalah pada masalah efisiensi dan masalah produktivitas.
Perlu strategi komprehensif yang menyorot pada faktor makro atau ekosistem dimana industri nasional beroperasi. Â Sederet paket regulasi yang telah dilakukan pemerintah belum diikuti oleh pemahaman yang sama dikalangan internal pelaku industri sendiri. Akibatnya strategi dasar pelaku industri tidak bisa dijalankan.Seperti strategi biaya produksi rendah (low cost leadership strategy), strategi segmentasi pasar (focus strategy) dan strategi diferensiasi produk (differentiated product strategy). Padahal itu merupakan tiga strategi unggulan yang mesti diterapkan dalam memenangkan persaingan global.
Sektor industri pengolahan mestinya dikembangkan secara total supaya memiliki kontribusi yang signifikan bagi perekonomian. Tercatat bahwa kontribusi sektor pengolahan dalam perekonomian Indonesia mencapai puncaknya pada 2004 ketika kontribusi sektor tersebut mencapai kisaran 28 persen. Meskipun begitu, secara komparatif angka itu bisa dikatakan masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara lain. Sebagai contoh, puncak dari kontribusi sektor pengolahan di Jepang adalah sekitar 36 persen, di Uni Eropa sekitar 32 persen dan di negara-negara industri maju sekitar 30 persen.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H