Mohon tunggu...
Arif Meftah Hidayat
Arif Meftah Hidayat Mohon Tunggu... Freelancer - Buruh Pabrik

Dengan atau tanpa saya menulis, dunia juga tidak akan berubah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pemakaman Sang Penyayang Binatang

18 November 2024   13:06 Diperbarui: 18 November 2024   13:06 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Amalan apa yang telah almarhum lakukan sampai banyak sekali kucing hadir dalam pamakamannya?"

Kucing-kucing tampak hadir menjelang jasad dikebumikan. Tidak menggerombol laiknya manusia datang ke pamakaman. Tapi menyebar. Ada yang berdiri dari balik nisan, di tanah yang masih berupa gundukan. Ada pula yang duduk di bawah rindangnya bunga kamboja yang sedang bermekaran.

Dan kesamaan dari semua kucing yang hadir, mereka tampak melihat sang jasad yang akan dikebumikan. Tampak kesedihan mendalam terpancar dari muka-muka kucing yang datang. Atau lebih tepatnya, muka-muka kucing yang diintrepretasikan menjadi muka yang menampilkan kesedihan.

"Entahlah. Mungkin beliau penyayang kucing semasa hidupnya. Jadi kucing semacam tidak rela ketika beliau meninggalkan dunia. Meninggalkan mereka semua"

Tanah telah diratakan. Bunga telah ditaburkan. Dan lantunan doa telah selesai dipanjatkan. Prosesi pemakaman selesai. Namun rasa penasaran masih ada. Pertanyaan-pertanyaan itu masih berlarian di kepala.

"Mbak tahu apa yang aneh dari pemakaman barusan?"

Seorang lelaki paruh baya. Berbaju partai dengan cangkul menyilang di pundaknya. Sebuah pertanyaan yang membuyarkan lamunan dan tanya.

"Iya Pak, banyak sekali kucing yang hadir di pemakaman beliau. Pasti beliau seorang penyayang kucing. Sampai mereka seperti tak rela untuk ditinggalkan"

"Hanya itu yang Mbak tangkap?"

"Sejauh ini iya Pak"

Sepoi angin menggerakkan bambu di tepian pemakaman. Membuat kamboja seperti sedang santai bergoyang. Tapi pertanyaan yang terlontar barusan, cukup mengagetkan dan terkesan sangat menyudutkan. Pertanyaan sederhana dengan penghakiman betapa tidak pekanya terhadap sekitar.

"Kalian lihat Mbak. Jumlah manusia yang hadir di pemakamannya jauh lebih sedikit daripada kucing yang hadir"

Angin masih bergerak perlahan. Batang-batang bambu berdecit berdesakan. Makan, terlihat daun menjadi begitu berserakan. Dan dalam pikiran, mucul kesadaran bahwa apa yang disampaikan oleh penggali kubur adalah sebuah kebenaran.

"Iya Mbak, dia mungkin memang sayang dengan kucing. Seperti yang kalian tadi bilang. Tapi tidak begitu dia memperlakukan orang orang di sekitarnya. Kucing kucing di sekitarnya mungkin tidak pernah kelaparan karena selalu dia kasih makan. Tapi tetangga-tetangganya, banyak yang masih kelaparan. Banyak yang butuh bantuan tapi dia biarkan"

Dan angin berhenti. Benar benar berhenti. Tidak ada daun kamboja yang bergerak walau hanya perlahan. Apalagi decitan bambu yang bergesekan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun