Mohon tunggu...
Arif Meftah Hidayat
Arif Meftah Hidayat Mohon Tunggu... Freelancer - Buruh Pabrik

Dengan atau tanpa saya menulis, dunia juga tidak akan berubah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Memutus Kebencian Antar Suporter yang Mendarah Daging dan Diwariskan

29 September 2018   14:37 Diperbarui: 29 September 2018   14:39 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Betapa kata "anjing", "goblok" bahkan "dibunuh saja" rutin diperdengarkan anak-anak polos yang setiap waktu juga menyaksikan pertandingan tim kebanggaan. Cara pertama pewarisan kebencian telah dilakukan.

Panitia pelaksana dan aparat keamanan seharusnya responsif mencegah dan atau menghentikan chants-chants yang mengandung kebencian begitu akan diperdengarkan. Tentu mudah dan bisa dilakukan seperti mencegah dinyalakannya smoke bomb dan flare di setiap pertandingan. 

Logikanya, jika stadion sudah bisa steril dari flare dan smoke bomb, maka stadion yang steril dari chant kebencian pun juga sangat mungkin direalisasikan. Jika denda bisa diberikan kepada suporter yang menyalakan flare dan melempar benda-benda ke lapangan, maka denda pun juga bisa diberikan kepada suporter yang menyerukan chants kebencian.

Flare dan benda yang dilemparkan ke lapangan adalah berbahaya. Dan chants ujaran kebencian harusnya lebih berbahaya dibandingkan keduanya. Karena ujaran kebencian akan dibalas, mendarah daging, diwariskan, dan pada saat sudah memuncak, kerusuhan lah yang bisa ditimbulkan.

Perlu edukasi terus menerus dari klub dan ketua-ketua kelompok  suporter tentang esensi mendukung tim kebanggaan. Esensi mendukung tim kebanggaan adalah fokus mendukung tim kebanggan tanpa peduli dengan tim atau suporter tim lawan. Tenaga, pikiran, suara, dan kreativitas difokuskan hanya untuk tim kebanggaan. 

Seperti yang dilakukan Brigata Curva Sud pendukung PSS Sleman atau Northsideboys 12 pendukung Bali United. Hampir pasti tidak ada chants yang menyerukan kebencian dari kedua kelompok suporter tersebut.

Jika fokus pada tim kebanggaan sudah terpatri di hati dan pikiran, maka chants-chants ujaran kebencian bagi mereka hanyalah buang-buang waktu dan tenaga.

Media baik media cetak, televisi, ataupun media sosial hendaknya juga lebih ketat dalam memberitakan. Rivalitas adalah berita besar. Tetapi rivalitas yang semu seperti di Indonesia ketika diberitakan justru lebih banyak memberikan kerugian. Rivalitas untuk manusia/sekelompok manusia yang kurang dewasa hanya akan memunculkan rasa dan sikap ingin lebih baik dari rivalnya. 

Bagaimanapun cara dan bentuk-bentuk tindakannya. Bahkan ketika kita mau mengakui secara jujur, mungkin Indonesia itu tidak butuh rivalitas dalam urusan sepak bola. Faktanya tanpa rivalitas pun stadion masih bisa penuh dan pertandingan dapat berjalan dengan menarik. Dan sebaliknyaa, rivalitas justru seringkali meninmbulkan gesekan-gesekan yang berakhir dengan kericuhan.

Ujaran kebencian antar suporter di media sosial juga harus mulai menjadi perhatian mengingat hal-hal yang sebenarnya biasa menjadi sangat luar biasa ketika sudah masuk ke media sosial. 

Penghinaan dibalas dengan penghinaan. Kebencian dibalas dengan kebencian. Dan amat jarang permusuhan disikapi dengan penuh kedewasaan. Jika ada perang melawan berita hoax, maka sudah seharusnya juga ada perang melawan ujaran-ujaran kebencian antar kelompok suporter.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun