Perjalanan hampir sampai basecamp. Kupanggil Erick dan kuberikan segenggam bunga kepadanya. "Berikan ke kekasihmu, sebelum ia tahu itu bunga dariku. Sebelum ia kembali marah-marah seperti di perjalanan tadi".
"Tapi Bang,"
"Udah sana berikan dulu aja!"
Segenggam bunga diberikan Erick kepada Maya. Raut muka Maya berubah seketika. Jutek, kesal, dan cemberut hilang seketika. Maya menjadi Maya yang sebelumnya. Maya yang selalu ceria.
"Terimakasih sayang untuk kejutannya. Bunga Edelwieiss nya bagus. Bunga abadi. Semoga cinta kita juga abadi", ucap maya sambil merangkul kekasihnya.
Di perjalanan pulang. Di mobil ketika maya sedang tertidur karena kecapean, Erick tetiba berkata, "Bang, katanya kita tidak boleh mengambil apapun. Apalagi itu bunga Edelweiss, pasti kalau orang-orang tahu kita bisa dicela habis-habisan."
Tenang! Aku sudah bilang kepada pemilik kebunnya. Seorang patani yang aku sudah kenal dengannya. Lagian itu bukan Edelweiss. Itu adalah bunga wortel dan rumput yang memang mirip dengan bunga Edelweiss.
Aku tertawa, pun kemudian dengan Erick.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H