Hasilnya? Di Amerika, usia ideal untuk menikah adalah antara akhir usia 20-an atau awal 30-an (lebih spesifiknya 28-32 tahun). Jika menikah saat memasuki akhir usia 30-an hingga awal 40-an, keinginan untuk bercerai cenderung meningkat.
Dari beberapa pendapat para pakar tersebut setidaknya muncul kesimpulan sederhana; sebaiknya menikahlah di waktu yang tepat, tidak terlalu muda maupun tidak terlalu tua.
Lalu, bagaimana kehidupan saya setelah menikah? Challenging and amazing! Dua kata tersebut mewakili dari sedemikian banyak gambaran yang saya rasakan bersama istri. Yang paling terasa adalah masalah ego. Saya yang egois, super cuek, dan memiliki kebiasan mbolang ke sana-sini seakan diminta untuk berkompromi setelah menjadi suami.
Tiga minggu setelah menikah, saya diterima untuk bekerja di sebuah lembaga non profit di Jakarta. Dengan gaji yang lumayan, kami putuskan untuk merantau. Baru seminggu bekerja, istri saya positif hamil. Alhamdulillah! Namun di sisi lain, kami menghadapi tantangan. Kondisi perutnya akan semakin membesar, dan kami harus mencari tempat tinggal yang lebih layak dari sekadar kos-kosan.
Beruntunglah waktu itu kami menemukan sebuah apartemen yang relatif murah untuk disewa. Di sebuah apartemen tipe studio lantai 6 di bilangan Cawang, kami berdua beserta jabang bayi menikmati fase-fase pertama hidup berumah tangga. Sebagai pasangan muda, bulan-bulan pertama pernikahan dilalui dengan merdeka karena jauh dari orang tua.
Setahun setelah menikah, putri mungil kami lahir. Ada perasaan haru bangga saat melihat bayi merah di ruang persalinan. Kami bahagia karena dikaruniai anak yang sempurna. Namun batin saya bergejolak. Anak sudah terlahir selamat, namun rumah untuk bermain bersamanya belum punya.
Tantangan berikutnya adalah saat memutuskan untuk merawat anak sementara saya dan istri ingin bekerja memenuhi nafkahnya. Tak jarang pula, kami berselisih paham dengan aneka sebab. Mulai dari masalah menyapu halaman, memilih kontrakan, hingga pendapat dengan orang tua yang berseberangan.
Di sinilah kematangan (bukan kemapanan) diuji. Saya bersyukur karena istri saya selalu bisa menenangkan saya sehingga sifat temperamen mulai mengendor. Kami mengakui bahwa usia kami yang semakin bertambah menambah kedewasaan dalam menghadapi berbagai tantangan berumah tangga.
“Tiga tahun pertama hidup denganmu, kaya naik roll coaster Mas”, curhat istriku di suatu malam. Istri saya yang sebelumnya selalu dimanja, mau memaklumi bagaimana suaminya melatih dirinya menjadi wonder woman bagi keluarga.
Saat ini kami sudah tiga tahun menikah, dan saya sudah ganti empat jenis dan empat tempat kerja. Meskipun penuh tantangan, justru kami semakin banyak belajar dan saling menguatkan saat berhadapan dengan berbagai dinamika.