Kemarin saya melewati weekend yang santai. Tak ada acara yang harus didatangi, ataupun deadline. Sampai bingung, enaknya ngapain biar tidak sekadar wasting time? Apalagi minggu ini sudah memasuki sepertiga terakhir Ramadan. Alangkah baiknya diisi dengan hal-hal yang berkesan.
Selepas sholat tarawih, saya kembali membuka laptop untuk berselancar di dunia maya. Kencangnya koneksi 4G LTE di smartphone membuat aktivitas browsing, chatting, maupun blogging yang saya lakukan dimudahkan melalui fungsi tethering.
“Imogiri”, sebuah daerah yang terletak di selatan Jogja ini muncul saat saya browsing dengan memasukkan kata kunci “spot sunrise dan sunset di Jogja”.
Jika sebelumnya salah satu kecamatan di Kabupaten Bantul ini begitu terkenal karena keberadaan Makam raja-raja Mataram dan batik tulisnya di Desa Wukirsari, kini Imogiri juga banyak dikunjungi karena pesona wisata alamnya. Kebun Buah Mangunan, Hutan Pinus, dan Puncak Becici adalah sederet destinasi yang dituju wisatawan saat berpetualang ke sekitar Imogiri. Lokasi-lokasi tersebut sebenarnya secara administratif masuk Kecamatan Dlingo. Namun karena akses menuju Dlingo biasanya melintasi Imogiri, tak sedikit yang menyebut kata Imogiri dalam berbagai postingan yang diunggah netizen di dunia maya.
Kalau begitu besok sunset hunting saja sambil ngabuburit. Tapi saat puasa seperti ini pasti ramai sekali kalau mau sunset hunting di lokasi-lokasi yang sudah hits di Jogja. Sunrise hunting di Mangunan atau sekitar Imogiri dan Dlingo boleh juga, gumamku.
Layanan 4G LTE yang saya nikmati di rumah membuat persiapan jalan-jalan menjadi semakin matang. Berbagai informasi mengenai destinasi yang dituju telah tersedia melalui mesin pencari yang diakses melalui browser ataupun aplikasi social media yang tersedia di smartphone.
Selepas sahur, saya segera cek waktu sunrise. Tak ketinggalan juga saya intip beberapa foto dan kisah-kisah para pelancong yang sudah menjamah destinasi-destinasi andalan yang terletak di sisi timur Pantai Parangtritis ini.
![Screenshoot hasil browsing tentang Imogiri dan Mangunan melalui smartphone](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/06/27/picture1-57708466559773e719ba4ae8.png?t=o&v=770)
Beberapa menit berada di jalan kami tersadar bahwa bahan bakar kendaraan belum diisi full. Maka mau tidak mau kami singgah di sebuah SPBU. Waduh, ada saja penghambat sunrise hunting pagi ini. Kalau terlambat sedikit, Kebun Buah Mangunan pasti sangat ramai. Akibatnya, spot untuk menikmati sunrise akan banyak terhalang.
Sambil membelokkan kemudi kendaraan ke arah Mangunan, saya membatin 'apakah ada destinasi lain yang bisa dijelajahi di sekitar sini?'. Akhirnya kami putuskan untuk sejenak membuka smartphone dan dengan cepat mengecek apa saja lokasi yang menarik melalui foto-foto yang ada di social media. Sejurus kemudian, muncul foto yang menampilkan seseorang sedang berada di sebuah ketinggian bukit. Di depan seseorang yang berdiri tersebut, mentari dengan hangat menyinari pagi. Kabut di bawahnya mengepung. Seakan berada di awang-awang. "Lokasi: Bukit Panguk, Dlingo", demikian tertulis di bawah postingan.
Sebentar. Saya langsung cek. Bukit Panguk ini ternyata lokasinya tak jauh dari Mangunan. Tapi apakah tak ketinggalan sunrise nantinya?
Segera saya amati lebih teliti lagi melalui google maps di smartphone. Lagi-lagi koneksi 4G membuat cepat keputusan dalam berpetualang. Wuuzzz… langsung muncul perkiraan jarak dan waktu tempuh menuju Bukit Panguk dari lokasi kami berada.
OK… Lets go! Kendaraan pun kami pacu menuju destinasi yang belum pernah kami kunjungi ini. Jalan mulai menanjak. Tikungan tajam beberapa kali kami lewati. Benar dugaan kami, semakin beranjak pagi semakin banyak orang yang sedang menuju Mangunan. Maka keputusan singkat untuk tidak singgah di Kebun Buah Mangunan relatif tepat sampai sejauh ini.
Kami terus memacu kendaraan hingga melintas di ujung jalan Kebun Buah Mangunan, masih sekitar 2 km lagi. Beberapa kendaraan membersamai kami. Apakah mereka menuju ke Bukit Panguk juga?
Langit tampak semakin membuka cahaya. Beberapa rumah warga sudah terlihat padam lampu di bagian depannya. Perjalanan kami akhirnya sampai di sebuah pertigaan, dan tiba-tiba kendaraan di depan kami dengan cepat segera berbelok ke arah Goa Gajah. Tanpa pikir panjang, saya mengikutinya.
Kediwung. Saya hanya mengingat kata kunci tersebut. Kediwung adalah nama dusun di mana Bukit Panguk berada. Apakah benar arah kemudi kendaraan di depan kami mengarah ke Kediwung? Karena merasa kurang yakin, kami segera meminggirkan kendaraan dan bertanya kepada seorang ibu yang sedang membersihkan halaman rumahnya. “Nggih. Betul Mas, lurus saja, nanti ketemu Kediwung”, jawab si ibu dengan ramah. Rupanya direction yang ditunjukkan oleh maps sudah tepat.
Namun tak lama berselang, jalan yang kami lewati berubah. Jalanan aspal kini berubah kontur dengan kerikil, dan pastinya tak mulus lagi.
“Beneran ke sini Mas?”, seru adik sepupu.
“Kalau lihat di maps tadi sih ini arahnya.”, saya segera menyahut.
“Kalau keblasuk (tersesat/kesasar) bagaimana?”
“Kalau keblasuk ya nikmati saja. Namanya juga jalan-jalan selo, bro.”
Setelah melintasi jalanan yang membuat laju kendaraan tertahan, akhirnya terpampang spanduk yang melintang bertuliskan “Selamat datang di Bukit Panguk”. Waaaa… ternyata benar, akhirnya kami sampai juga di Bukit Panguk. Berbagai kendaraan sudah terparkir dengan rapi di sini. Semoga tidak telat untuk menyambut sunrise pagi ini.
Dengan terburu-buru kami melangkah beberapa meter dari tempat parkir dan WOW! tampak gundukan perbukitan Dlingo tersibak di balik pepohonan. Halimun tipis menyerupai kapas lamat-lamat menyelimuti perbukitan. Mereka berjejer, berarak-arak pelan ditarik hembusan sang bayu.
Kamera segera saya arahkan ke semua sisi, seakan menyapu apa yang ada di depan kami. Berikutnya dalam hitungan menit, cahaya kuning merekah dari ufuk timur. Itu dia! Sunrise dari Bukit Panguk telah tiba!
![Sunrise merekah di Bukit Panguk, Dlingo (dok. pribadi)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/06/27/dsc-0315-copy-5770909ded96739c09eb2710.jpg?t=o&v=770)
“Indaaah!”, dia berseru seraya mengeluarkan smartphone.
“Mau ngeksis, bro?” tanyaku.
“Iya dong! Teman-teman pasti penasaran dengan tempat seindah ini. Mau saya upload di social media, Mas”, katanya kegirangan.
“Iya tapi ditambahi pesan ya. Kalau mengunjungi tempat secantik Bukit Panguk tetap dijaga kebersihan dan kelestariannya”.
“Siap bos!”
![Adik sepupu dengan cekatan mengabadikan pertunjukan alam (dok. pribadi)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/06/27/dsc-0421-copy-577092b33493733606f5a6d9.jpg?t=o&v=770)
![Seru-seruan di waktu pagi di Bukit Panguk (dok. pribadi)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/06/27/dsc-0436-copy-577092d9ed9673a309eb2723.jpg?t=o&v=770)
![Halimun lamat-lamat menyelimuti perbukitan, sementara Kali Oyo di bawahnya mengalir dengan tenang (dok. pribadi)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/06/27/dsc-0285-jpg-5770925bb37a6102058f76e2.jpg?t=o&v=770)
![Matahari kian meninggi menghangatkan bumi (dok. pribadi)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/06/27/dsc-0327-copy-57709957ed96738509eb271f.jpg?t=o&v=770)
“Berapa, Mas?” saya menanyakan ongkos parkir.
“Nanti bayar saja seikhlasnya di kotak yang tersedia Mas”, jawabnya seraya menunjuk pintu keluar.
“Lho, ndak ditarik retribusi to?” tanyaku penasaran
“Ndak Mas" tukasnya sambil tersenyum.
Ternyata benar, di destinasi wisata yang baru diresmikan 16 Mei 2016 yang lalu ini sama sekali belum dimintai retribusi. Saya baru sadar sewaktu masuk ke Bukit Panguk tadi tidak menjumpai pos TPR (Tempat Pemungutan Retribusi) dan memang tidak menerima karcis apapun sebagai bukti penarikan retribusi.
Sungguh, perjalanan ke Bukit Panguk ini adalah salah satu pengalaman pagi yang berkesan. Selain mendapatkan sunrise yang manis, kami juga disuguhi beragam keseruan semesta yang begitu ramah. Apakah ini tanda kebaikan Sang Pencipta di bulan Ramadan yang penuh berkah? Kami tak tahu persisnya karena semuanya adalah rahasia Ilahiyah. Tapi yang jelas, perjalanan kali ini adalah bagian dari fenomena keblasuk yang indah.
"Lain kali kalau mau keblasuk ajak saya lagi ya Mas?", seru adik sepupu sambil melaju.
"Sip, bro. Tapi ajak juga teman-temanmu ikut #4GinAja Ramadan Mu dan menangkan beragam hadiah seru di http://www.smartfren.com/id/4ginaja”, jawabku sambil menepuk pundaknya, tanda dia harus ngebut lagi sengebut kecepatan layanan 4G LTE.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI