Mohon tunggu...
Arif L Hakim
Arif L Hakim Mohon Tunggu... Konsultan - digital media dan manusia

digital media dan manusia

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Ikhtiar Perbankan Syariah Menjaga Ukhuwah

7 Mei 2016   12:39 Diperbarui: 7 Mei 2016   12:58 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi (marketeers.com)

Konsep keuangan syariah sebenarnya sudah terjadi sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Beragam aktivitas muamalah seperti utang piutang atau pinjam memimjam uang dan menitipkan harta sesuai dengan prinsip syariah Islam terbiasa dilakukan. Konsep penyertaan modal kerja berbasis bagi hasil, seperti mudharabah, muzara'ah, musaqah, telah dikenal diantara kaum Muhajirin dan kaum Anshar. Meskipun belum sepenuhnya, namun fungsi-fungsi utama perbankan modern seperti menerima simpanan uang (deposit), menyaluran dana, dan melakukan transfer dana telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan umat Islam. (dikutip seperti termuat dalam www.ojk.go.id )

Artinya kegiatan perbankan yang berhubungan dan sesuai dengan ketentuan syariah sudah ada sejak 1.400-an tahun yang lalu. Dengan rentang waktu seperti itu, memang kurang menggembirakan jika kita melihat perkembangan perbankan syariah di era sekarang. Yang terjadi justru bank syariah seolah yang mengekor bank konvensional. Konsep perbankan syariah yang seharusnya menjadi role model, seakan hanya menjadi sisi lain perbankan ala barat yang lebih dominan menguasai perekonomian.

Hingga saat ini, entah ironis atau dianggap sebagai kebanggaan, Inggris yang jelas-jelas bukan negara Islam justru menjadi negara dengan perkembangan keuangan syariah yang massif.

“Islamic finance is open to everyone, not just Muslims. The Islamic Bank of Britain enjoyed a 55% increase in applications for its savings accounts by non-Muslims in recent years”,demikian dikutip dari Huffington Post (25/04/2014). David Cameron sebagai Perdana menteri bahkan berupaya keras dan secara terbuka menggemakan ambisi London sebagai ibukota keuangan syariah, apalagi dalam bidang perbankan.

Beberapa fakta yang memacu perkembangan bank syariah di Inggris di antaranya; bank syariah menghindari ketidakpastian keuntungan yang didapatkan dari suku bunga, investor akan mendapatkan return yang tetap (fixed)sehinggalebih tenang dalam berinvestasi karena terhindar dari praktek spekulasi. Di Inggris, perbankan syariah telah ada sejak 30 tahun silam dan terus berkembang hingga kini karena mengedepankan etika dengan melarang penggunaan dana pada perjudian, pornografi, alkohol, obat-obatan terlarang dan barang haram lainnya. Perbankan syariah juga telah terbukti mampu dengan sukses membiayai pembangungan Olympic Village yang digunakan saat Olimpiade di London 2012 silam (sumber: http://www.huffingtonpost.co.uk )

n-david-cameron-islamic-finance-large570-572d7e696f7e611e05778104.jpg
n-david-cameron-islamic-finance-large570-572d7e696f7e611e05778104.jpg
Perdana Menteri Inggris David Cameron saat berbicara dalam World Islamic Economic Forum 2013 di London, yang merupakan forum ekonomi Islam yang pertama kali diselenggarakan di luar negara Islam (huffingtonpost.co.uk)

Bagaimana dengan Indonesia?

Permasalahan perbankan syariah sejak awal kemunculannya di Indonesia pada awal 1990-an adalah tentang ketegasan regulasi. Peraturan yang menjadi payung perbankan syariah baru disempurnakan pada 1998 melalui UU No. 10 Tahun 1998, enam tahun setelah awal mula pasal tentang perbankan syariah muncul dalam UU No. 7/1992.

Berikutnya, pada 2 Juli 2007 otoritas perbankan yang kala itu ditangani BI (Bank Indonesia) meresmikan iB (baca ai-Bi) singkatan dari Islamic Banking yang dipopulerkan sebagai penanda identitas bersama industri perbankan syariah di Indonesia. Hingga pada akhirnya, kini urusan perbankan syariah telah dilimpahkan dari Bank Indonesia (BI) kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhitung sejak akhir 2013.

Sesuai data terbaru dari OJK menyebutkan bahwa sampai dengan Februari 2016 terdapat 12 bank umum syariah (BUS), 22 unit usaha syariah (UUS) yang dimiliki oleh Bank Umum Konvensional dan 163 BPRS dengan total asset sebesar Rp 290,430 Triliun. Sayangnya, market share perbankan syariah di Indonesia masih di bawah 5 persen.

Capital adequacy ratio (CAR) Bank Umum Syariah masih sebesar 15,44 persen. Meskipun aman, angka ini perlu diperbaiki mengingat CAR adalah rasio permodalan yang menunjukkan kemampuan bank dalam menyediakan dana untuk keperluan pengembangan usaha serta menampung kemungkinan risiko kerugian yang diakibatkan dalam operasional bank.

Sementara itu, jika dibandingkan, Finance to Deposit Ratio (FDR) unit usaha syariah lebih besar dibanding dengan bank umum syariah yang hanya 87,3 persen. Meskipun demikian, nominal pembiayaan Bank Umum Syariah jauh lebih besar dibanding dengan Unit Usaha Syariah.  

Rasio Keuangan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, Februari 2016

Nominal dalam Miliar Rupiah

bank-syariah-572d8357c0afbdc11b91237d.png
bank-syariah-572d8357c0afbdc11b91237d.png
Sumber: Statistik Perbankan Syariah, Februari 2016 (OJK)

Memang, angka-angka tersebut terbilang menggembirakan jika dibanding dengan fluktuasi perekonomian yang dihadapi. Meskipun di sisi lain agak disayangkan jika melihat usia perbankan syariah di Indonesia yang sudah hampir 30 tahun sejak awal kemunculannya.

Sekitar 240 juta penduduk Indonesia beragama Islam, namun perbankan syariah hanya memiliki nasabah 17 juta saja atau hanya 0,07 persen dari populasi muslim di Indonesia (sumber: detik.com). Pastinya banyak pihak penasaran, mengapa di negeri dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia ini laju perkembangan perbankan syariahnya justru tidak maksimal?

Sebenarnya dari sisi konsepsi, perbankan syariah telah jelas sesuai dengan nafas-nafas Islam. Perbankan syariah dilandasi oleh nilai-nilai akidah, akhlak, kaidah syariah, dan kesetiakawanan (ukhuwah). Keempat fondasi tersebut kemudian ditopang oleh tiga pilar; keadilan, keseimbangan, dan kemaslahatan. Aktivitas perbankan syariah bertujuan untuk mencapai kesejahteraan baik kebahagiaan secara spiritual maupun kemakmuran material.

Jika perkara konsepsi tersebut clear, pertanyaan berikutnya adalah bagaimana membuat layanan perbankan syariah semakin dicintai?

Niat

Innama al’a’malu bi anniyati (sesungguhnya segala perbuatan itu tergantung niatnya).Mungkin hampir setiap muslim sudah memahami hadist shahih ini. Prinsip hadist yang diriwayatkan oleh Buhkari dan Muslim tersebut relevan bagi perkembangan perbankan syariah di Indonesia. Kini waktunya segala elemen yang memiliki kewenangan terhadap perbankan syariah mamantapkan niat dan penuh komitmen dalam mengamalkan kerjasama serta kerja nyata dalam memajukan perbankan syariah.

Upgrade teknologi

Jika mau bertahan dan berkembang, bisnis atau industri apapun mau tidak mau harus mengikuti evolusi zaman. Kecanggihan teknologi yang terjadi dalam usaha perbankan salah satu di antaranya. Consumer behavior telah banyak berubah sejak internet merajalela di setiap lini kehidupan masyarakat. Layanan perbankan yang cepat dalam beberapa sentuhan di smartphone melalui beragam fitur harus segera dikuasai oleh bank syariah.

Pendekatan melalui pesantren

Pondok pesantren sebagai basis masyarakat muslim sebenarnya telah dijamah oleh layanan perbankan syariah. Hal tersebut bisa dilihat dari deklarasi antara 17 ponpes, Gubernur Jawa Timur, Gubernur BI, dan Menteri Agama RI dua tahun silam.

Namun, dengan jumlah pesantren yang lebih dari 27.000 pesantren dengan jumlah santri sekitar 3,7 juta (http://ditpdpontren.kemenag.go.id/), pendekatan terhadap pondok pesantren masih perlu ditingkatkan. Perlu diingat bahwa ketika pendekatan melalui pesantren dilakukan, yang terpengaruh melalui aktivitas perbankan syariah di sini bukan hanya santri saja, melainkan masyarakat di sekitar ponpes, hingga orang tua dan keluarga santri yang jumlahnya berlipat ganda dari jumlah santri. Pendekatan melalui pesantren adalah pendekatan kultural, bukan sekadar pendekatan bisnis.

Jutaan santri yang tersebar di berbagai pondok pesantren juga dapat digunakan oleh perbankan syariah dalam memberikan beasiswa khusus kepada mereka. Dari terobosan ini, perbankan syariah diharapkan bisa mendapatkan sumber daya manusia unggul nan amanah sebagai garda depan pengelolaan perbankan syariah. Perlu diketahui bahwa telah banyak santri yang kompeten yang tidak hanya fasih dalam bidang syariat Islam, namun juga piawai saat mengenyam pendidikan umum.

Penetrasi melalui kualitas pelayanan

Saya meyakini, persaingan bisnis perbankan adalah persaingan pelayanan,karena perbankan mengandalkan trustdari nasabahnya. Untuk itu, strategi yang digunakan dalam meningkatkan jumlah nasabah adalah dengan memperbaiki segala jenis pelayanan yang diberikan oleh setiap insan yang menjadi karyawan perbankan syariah. Penambahan jumlah nasabah yang signifikan akan searah dengan perbaikan pelayanan yang diberikan kepada mereka.

bisnisukm-id-572d7f0c177b611707164e61.jpg
bisnisukm-id-572d7f0c177b611707164e61.jpg
Praktek pelayanan bank syariah yang berkualitas (ilustrasi: bisnisukm.id)

Dukungan pemerintah

Dukungan pemerintah kepada perbankan syariah sebenarnya sudah mulai mengemuka. Hal tersebut diantaranya terlihat dari paket kebijakan ekonomi kelima yang dikeluarkan Pemerintahan Presiden Jokowi yang mempermudah perbankan syariah dalam menjalankan usahanya.

Inilah momentum agar pemerintah lebih betah berinteraksi dengan perbankan syariah. Belajar dari London, di mana pemerintahnya secara nyata mengawal pertumbuhan instrument-instrumen syariah, tidak sekadar seremonial belaka.

Berikutnya, OJK diharapkan lebih agresif lagi menjadi jembatan (hub) antara pemerintah dan perbankan syariah dalam pelibatan proyek infrastruktur yang dikebut. Selain itu, perbankan syariah juga bisa diikutkan dalam penerapan kebijakan pemerintah seperti dalam pengurusan transfer dana desa, membangun kawasan perbatasan, maupun program revitalisasi pasar yang gencar digalakkan.

Jika perbankan syariah mampu melaksanakan amanah sebagai mediator pada kebijakan-kebijakan tersebut, maka bank syariah bukan hanya menambah market share, namun juga membuktikan bahwa landasan perbankan syariah benar-benar terwujud sebagai penjaga ukhuwah wathoniyah (dalam konteks ini sesuai dengan sila ke-3 Pancasila; Persatuan Indonesia).

Melalui pelaksanaan berbagai kegiatan tersebut, semoga perbankan syariah betul-betul hadir tidak hanya ekslusif bagi muslim saja, melainkan membuktikan diri bahwa nilai-nilai universal perbankan syariah membawa kebaikan dan kebahagiaan bagi penggunanya.

Terakhir, perbankan syariah tak bisa menunggu, namun harus aktif melakukan berbagai ihtiyar untuk menumbuhkan kecintaan masyarakat terhadap sistem perbankan yang menjunjung tinggi nilai-nilai universal ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun