Mohon tunggu...
Arif L Hakim
Arif L Hakim Mohon Tunggu... Konsultan - digital media dan manusia

digital media dan manusia

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Masjid Gedhe Kauman yang Tetap Menawan

6 Juli 2015   14:53 Diperbarui: 6 Juli 2015   15:08 950
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

[caption caption="Masjid Gedhe Kauman, Yogyakarta "][/caption]

Nama Pangeran Mangkubumi mungkin sering terdengar bagi kita yang sering membahas tentang perjalanan sejarah Kerajaan Mataram Islam. Namanya terus terkenang karena beliaulah yang menjadi salah satu tokoh saat Perjanjian Giyanti (1755) digelar.

Seperti yang kita semua ketahui, setelah Perjanjian Giyanti dilaksanakan, Mataram telah terbagi dua menjadi Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kraton Surakarta Hadiningrat. Pangeran Mangkubumi kemudian bergelar Sultan Hamengkubuwono (HB) I dan mendirikan Kraton Ngayogyakarta di daerah yang sekarang menjadi wilayah Propinsi DIY.

Langkah pertama yang dilakukan Sultan HB I setelah Perjanjian Giyanti adalah menata wilayah Ngayogyakarta. Selain menata berbagai pranata sosial dan pemerintahan, membangun beragam bangsal, pagelaran, dan tentunya istana, Sultan HB I juga membangun masjid sebagai tempat beribadah sekaligus kegiatan keagamaan lainnya. Bersama Kyai Faqih Ibrahim Diponingrat  dan Kyai Wiryokusumo, Sultan HB I memprakarsai pendirian masjid utama Kraton Ngayogyakarta pada Ahad Wage, 29 Mei 1773 M atau 6 Robi’ul Akhir 1187 H.

Masjid yang kemudian dikenal dengan nama Masjid Gedhe Kauman ini terletak di sebelah barat alun-alun utara. Secara administrasi masjid ini masuk wilayah Kampung Kauman, Kelurahan Ngupasan, Kecamatan Gondomanan, Kota Yogyakarta.

Saat kita memasuki area masjid dengan luas bangunan sekitar 2578 m2 ini, tampak di sebelah utara dan selatan halaman (timur laut dan tenggara bangunan masjid) terdapat sebuah bangunan yang agak tinggi yang dinamakan Pagongan. Pagongan di timur laut masjid disebut dengan Pagongan Ler (Pagongan Utara) dan yang berada di tenggara disebut dengan Pagongan Kidul (Pagongan Selatan). Saat upacara Sekaten, Pagongan Ler digunakan untuk menempatkan gamelan sekati Kangjeng Kyai Naga Wilaga dan Pagongan Kidul untuk gamelan sekati Kanjeng Kyai Guntur Madu.

Berikutnya di bagian serambi depan masjid, kayu-kayu jati yang menyangga atap Masjid Gedhe diberi warna cerah dengan komposisi utama putih, emas, dan merah. Tiang-tiang di serambi ini menyangga atap yang juga tersusun dari kayu jati. Menariknya, setelah saya amati ternyata susunan kayu ini tanpa menggunakan paku untuk mengaitkan satu sama lain.  

 

[caption caption="Kayu yang menyangga bagian serambi Masjid Gedhe (dok. pribadi)"]

[/caption]

[caption caption="Bagian atap serambi Masjid Gedhe (dok. pribadi)"]

[/caption]

Saat saya memasuki bagian utama masjid, terlihat jelas bangunan utama masjid ditopang oleh gelondongan kayu dengan ukuran besar yang diperkirakan berumur ratusan tahun. Warna coklat mendominasi ruangan utama ini.

Di bagian barat ruangan ini, terdapat mimbar bertingkat tiga yang terbuat dari kayu, mimbar ini biasa dipakai untuk menyampaikan khotbah. Di dekatnya ada mihrab yang biasanya digunakan oleh imam saat memimpin sholat.  

[caption caption="Tiang-tiang penyangga dari kayu gelondongan di bagian dalam Masjid Gedhe (dok. pribadi)"]

[/caption]

Di Masjid Gedhe ini, terdapat sebuah bangunan mirip sangkar, inilah yang disebut maksura. Pada jaman dulu, diceritakan bahwa demi alasan keamanan di maksura inilah biasanya Sultan melaksanakan ibadah. 

Keaslian arsitektur Masjid Gedhe masih terawat hingga kini. Tak hanya bagian dalamnya, pada bagian mustaka juga masih dipertahankan berbentuk sistem atap tumpang tiga yang mengilustrasikan daun kluwih dan gadha. Konon sistem atap ini mengandung makna tentang kesempurnaan hidup yang dicapai melalui tiga tahapan; syariat, hakikat, dan ma’rifat.

[caption caption="Bagian mustaka Masjid Gedhe masih dipertahankan sebagaimana asilnya (dok. pribadi)"]

[/caption]

Hingga kini, Masjid Gedhe masih berfungsi sebagaimana dua abad lalu didirikan, sebagai tempat untuk ibadah. Saat bulan Ramadhan seperti sekarang, Masjid Gedhe semakin meriah karena dipadati jamaah untuk menyimak tausiyah dari berbagai ulama yang diundang. Keramaian Masjid Gedhe saat Ramadhan juga tak terlepas dari menu takjilan yang relatif bervariasi yang disuguhkan setiap waktu berbuka puasa tiba. 

 

Masjid Gedhe Kauman adalah salah satu dari sekian banyak bangunan bersejarah di Yogyakarta. Masih banyak bangunan-bangunan lainnya yang menyimpan beragam makna, dan mencerminkan keluhuran budaya Yogyakarta. Semoga saja, pemerintah, pihak Kraton, dan masyarakat tetap merawatnya dan melestarikan nilai-nilai yang ada di dalamnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun