[caption id="attachment_321918" align="aligncenter" width="640" caption="Penampilan Tirta Kencana saat membawakan komposisi sluku-sluku bathok (dok. pribadi)"]
YGF ke-19 juga mengingatkan saya tentang idiom "urip kuwi wang sinawang" yang sering terdengar di Jogja dan sekitarnya saat menyaksikan penampilan mahasiswa Ningbo University-China bermain gamelan. Hidup itu saling melihat, tak terkecuali dalam melihat kebudayaan. Sebagian generasi muda di Indonesia senang melihat dan mengagumi selebriti dari Asia Timur, namun di sisi lain rupanya ada juga sebagian pemuda dan pemudi dari Asia Timur yang mempelajari kebudayaan yang dimiliki Indonesia.
Dengan mahir beberapa komposisi dimainkan oleh mahasiswa muda Ningbo University. Mereka juga mengkolaborasikan gamelan dengan beberapa alat musik dan lagu-lagu yang penuh nuansa negeri tirai bambu.
[caption id="attachment_321919" align="aligncenter" width="640" caption="Penampilan dari Ningbo University, China (dok. pribadi)"]
[caption id="attachment_321920" align="aligncenter" width="640" caption="Aksi mahasiswa Ningbo University saat membawakan komposisi Angguk Zhongguo (dok.pribadi)"]
Jika di USA dan Kanada sudah sekitar 110 kelompok yang memainkan gamelan, Di China (atau juga Tiongkok), Ningbo University merupakan satu-satunya universitas yang mengajarkan gamelan di kampus. "Mereka sangat semangat belajar gamelan meskipun harus menerjemahkan 3 bahasa selama latihan", ujar Sutrisno, pendamping sekaligus pembimbing Ningbo University Gamelan Ensemble.
[caption id="attachment_321922" align="aligncenter" width="640" caption="Mas Sutrisno, Mas Anang Batas, dan Mas Ari Wulu (dok. pribadi)"]
Mas Ari Wulu dan Mas Anang Batas yang didapuk sebagai pembawa acara juga tak kalah seru memandu perhelatan YGF. "Sampai saat ini, ada 34 negara di lima benua yang aktif memainkan gamelan", seru Mas Ari Wulu. Pernyataan Mas Ari Wulu seolah menggemakan bahwa gamelan sudah menjadi milik masyarakat dunia. Gamelan telah melintasi batas geografis, diterima hampir semua lapisan, tanpa sekat ras dan suku bangsa.
Dari kacamata universalitasnya, menurut saya gamelan layak ditempatkan di jejeran pusaka dunia. Gamelan telah merapatkan sendi-sendi antargolongan untuk sama-sama menyatu dalam alunan cipta, rasa, dan karsa.
Perhelatan YGF juga meninggalkan refleksi tersendiri, sudah sejauh mana perkembangan budaya yang kita miliki? Atau sudah sejauh mana kita mengembangkan dan melestarikan kebudayaan kita? Sudikah kita menilik dan mempelajari kebudayaan yang dititipkan leluhur, di saat budaya dari mana saja bebas berseliweran di depan mata dan hadir tiba-tiba di genggaman tangan kita?
[caption id="attachment_321923" align="aligncenter" width="640" caption="Bonang, Yogyakarta Gamelan Festival 2014 (dok. pribadi)"]