Mohon tunggu...
Arif Khunaifi
Arif Khunaifi Mohon Tunggu... Administrasi - santri abadi

Manusia biasa dari bumi Indonesia .:. Ingin terus belajar agar bermanfaat bagi alam semesta... .:. IG & Twitter: @arifkhunaifi .:. Facebook: Arif Khunaifi .:.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Pepaya Cahaya

16 Desember 2023   08:32 Diperbarui: 16 Desember 2023   08:33 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suatu hari, seorang pria tua yang hanya hidup berdua berkata kepada istrinya,

"Kita ini kan sudah tua, anak-anak jauh. Alangkah baiknya kita melakukan sesuatu yang darinya kita bisa bersedekah setiap hari..."

"Memangnya maunya sedekah seperti apa Mbah Kung?"

"Ya memelihara ikan atau nanam sesuatu. Dengan ikan itu kita bisa memberi makan setiap hari dan dengan tanaman itu kita bisa menyirami setiap hari."

Akhirnya setelah diputuskan, kemudian pria tua itu menanam beberapa bibit pepaya. Dia menyiraminya tiap hari pagi dan sore. Tanaman itu tumbuh dengan baik dan buahnya mulai bermunculan.

Hingga suatu sore dia menemukan ada dua pepaya yang sudah tua dan siap panen. Dia memutuskan untuk mengambilnya besok pagi. Apa daya ternyata pepaya itu sudah hilang. Raib tak berbekas. Kejadian itu sudah berulang dua kali. Total sudah empat pepaya yang sudah diembat.

Dia pun termenung memikirkan kejadian itu di pojokan rumahnya. Lalu istrinya yang tahu bahwa suaminya habis kehilangan pepaya kemudian berkata,

"Sudahlah Mbah Kung, tidak usah sedih mikir pepaya yang hilang. Kalau pingin makan tinggal beli di pasar..."

"Saya ini bukan sedih memikirkan pepaya yang hilang. Tetapi sedih memikirkan nasibnya di maling yang harus kesulitan kalau mencuri pepaya. Sudah memanjat tembok rumah, memanjat pohon pepaya. Terus ambilnya harus tengah malam."

"Terus Mbah Kung maunya bagaimana?"

"Saya pingin pohon pepaya ini kalau ada yang sudah mau matang tak beri tangga. Biar yang mengambil tidak kesulitan..."

"Terserah lah Mbah. Kan njenengan yang nanam..."

Kemudian dipasanglah tangga di pohon pepaya yang sudah tua buahnya. Namun justru besoknya dicek tidak ada pepaya yang hilang. Kemudian dia memutuskan membiarkan dulu buah tersebut, mungkin saja masih kurang matang bagi yang mau mengambil.

Setelah diteliti pagi hari. Ternyata sama saja hasilnya. Pepaya tetap tidak hilang sehingga dikonsumsinya sendiri pepaya tersebut.

Selang beberapa waktu, pagi hari di raya idul Fitri ada seseorang yang tidak dikenalnya datang meminta maaf sambil membawa enam pepaya serta mengakui kalau dia adalah pencuri pepaya. Pria itu pun memberikan maaf dan bertanya,

"Waktu saya siapkan tangga, kenapa justru kamu tidak mengambilnya?"

"Justru mulai saat itu saya berhenti mencuri mbah. Rasanya saya seperti dapat hidayah Mbah. Kok ada orang yang tidak marah buahnya dicuri, tetapi sebaliknya dengan ikhlas menyiapkan tangga..."

Dari kisah ini kita mengambil pelajaran, bahwa cahaya hidayah bagi orang lain itu bisa jadi berasal dari 'strum' kebaikan dan keikhlasan yang kita lakukan. Karena kebaikan itu akan nular, begitu pula sebaliknya. Wallohu a'lam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun