"Saya pingin pohon pepaya ini kalau ada yang sudah mau matang tak beri tangga. Biar yang mengambil tidak kesulitan..."
"Terserah lah Mbah. Kan njenengan yang nanam..."
Kemudian dipasanglah tangga di pohon pepaya yang sudah tua buahnya. Namun justru besoknya dicek tidak ada pepaya yang hilang. Kemudian dia memutuskan membiarkan dulu buah tersebut, mungkin saja masih kurang matang bagi yang mau mengambil.
Setelah diteliti pagi hari. Ternyata sama saja hasilnya. Pepaya tetap tidak hilang sehingga dikonsumsinya sendiri pepaya tersebut.
Selang beberapa waktu, pagi hari di raya idul Fitri ada seseorang yang tidak dikenalnya datang meminta maaf sambil membawa enam pepaya serta mengakui kalau dia adalah pencuri pepaya. Pria itu pun memberikan maaf dan bertanya,
"Waktu saya siapkan tangga, kenapa justru kamu tidak mengambilnya?"
"Justru mulai saat itu saya berhenti mencuri mbah. Rasanya saya seperti dapat hidayah Mbah. Kok ada orang yang tidak marah buahnya dicuri, tetapi sebaliknya dengan ikhlas menyiapkan tangga..."
Dari kisah ini kita mengambil pelajaran, bahwa cahaya hidayah bagi orang lain itu bisa jadi berasal dari 'strum' kebaikan dan keikhlasan yang kita lakukan. Karena kebaikan itu akan nular, begitu pula sebaliknya. Wallohu a'lam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H