Tahun 2014, ketika mendengar Ibu Khofifah Indar Parawansa akan dijadikan Menteri Sosial oleh Presiden Joko Widodo, betapa bahagia dan riang gembiranya orang-orang NU (nahdliyin) kalangan tingkat bawah terutama para pemilihnya untuk menjadi Gubernur Jawa Timur yang dulu kecewa karena dia tidak jadi gubernur. Di pelosok desa di Jawa Tengah mereka juga merasakan hal sama. Apalagi di kalangan Fatayat dan Muslimat, kebahagiaan itu membuncah begitu tinggi.
Bagaimana tidak bahagia, Bu Khofifah yang juga kader NU itu kini mempunyai kedudukan yang lebih tinggi daripada seorang gubernur. Manfaat hidupnya tidak hanya untuk orang Jawa Timur, namun juga untuk wilayah lain dari seluruh Indonesia. Jabatannya juga strategis yakni Menteri Sosial yang tentunya akan banyak membantu orang-orang miskin yang harus diakui tidak sedikit diantaranya adalah dari kalangan nahdliyin.
***
Tahun 2017 ini, saya mengisi pengajian ibu-ibu di beberapa desa pada kalangan nahdliyin. Betapa ada raut wajah kecewa mendengar Bu Khofifah akan maju lagi menjadi Calon Gubernur Jawa Timur. Apalagi sudah ada calon gubernur dari kalangan NU bahkan dengan wakilnya sekaligus yang mantan Ketua Umum IPNU.
"Sudah jadi menteri, apalagi yang dicari..." ucap salah satu dari mereka.
Sungguh ini pemandangan yang berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya saat Khofifah menjadi calon gubernur. Mereka begitu bersemangat dari mulut ke mulut untuk memilihnya. Pengajian Muslimat maupun Fatayat seakan menjadi mesin politik yang luar biasa dahsyat tanpa melihat apapun partai yang mengusungnya. Â
Tidak ada Lagi Menteri Berjilbab
Salah satu yang dipersoalkan adalah jika nanti Bu Khofifah menjadi calon Gubernur Jawa Timur, tentu dia akan melepaskan jabatan menteri kepada orang lain. Padahal menurut mereka Bu Khofifah adalah satu-satunya menteri yang berjilbab sebagai representasi wakil muslimah Indonesia di jajaran kabinet. Bagi orang-orang desa itu adalah marwah yang sangat berharga.
Ada pula yang dikhawatirkan seorang Kiai desa kelahiran yang juga paman saya Mbah Kiai Abdul Malik, Bu Khofifah dipermainkan dan dijerat oleh para politikus Senayan namun dia tidak sadar, sehingga posisi menteri akan diganti dari kalangan mereka.
"Perubahan peta politik nyata di desa-desa rupanya tidak disadari oleh Bu Khofifah." Imbuhnya saat saya tanya mengenai pilgub jatim 2018.
Kalah Start
Sebenarnya bukan hanya masalah di atas yang menimpa Khofifah, namun secara politis dia sudah jauh sekali kalah start dengan Gus Ipul yang jauh-jauh hari telah masuk ke desa-desa untuk membangun hubungan emosional dengan para Kiai dan penduduk desa. Kalaupun ada survei yang dimenangkan oleh Khofifah boleh jadi itu hanya dilakukan di kota atau bahkan survei jadi-jadian dari politisi.
Hampir semua lini dimasuki oleh Gus Ipul mulai komunitas pecinta sholawat, komunitas pecinta sepak bola sampai hal yang remeh-temeh yakni para pecinta kopi. Hal ini jika tidak disadari dengan cepat oleh Bu Khofifah dan hanya mendengar bisikan politisi yang mementingkan partainya sendiri tentu akan membuat dirinya mengalami kerugian. Bukan hanya dirinya, tapi juga nahdliyyin pada umumnya.
Nah, kalau jadi calon wakil presiden Pak Jokowi tahun 2019, itu baru semangat lagi memilihnya. Cukup Gus Ipul saja yang turun jabatan dari menteri ke propinsi. Kalaupun memang toh ternyata Gus Ipul terkena jeratan politisi, ya biar satu dari NU yang terkena jeratan. Bukan dua-duanya. Hehe...Iya-ya, benar juga nalar Kiai desa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H