Inspirasi dan motivasi memang merupakan warna bagi kehidupan. Itu menjadi alasan seseorang dalam berperilaku dan bersikap.
Dalam Psikologi, itu dinamakan dengan motivasi eksternal atau dorongan dari luar diri. Dorongan tersebut bisa dari dukungan sosial misal keluarga, harapan, reinforcement atau penguat terhadap perilaku, hukuman dan sebagainya. Sehingga ini bisa dikatakan di mana manusia berperilaku atau bersikap pasti ada motivasi di dalamnya baik internal maupun eksternal.
Mungkin bagi sebagian orang inspirasi dan motivasi datang dari orang hebat dan sukses. Orang hebat yang didefinisikan yaitu telah meraih kesuksesan, terutama pada suatu bidang yang dirasa sama.
Kesuksesan yang dimaksud lainnya seperti menemukan suatu penemuan, meraih kekayaan, sukses dalam study dsb. Namun di sisi lain, ada sebagian orang yang mengambil ibrah atau pelajaran dari orang yang terbilang kurang beruntung.
Saya mungkin masuk ke dalam pernyataan yang ke dua untuk saat ini. Inspirasi saya didapat ketika menonton salah satu program stasiun televisi swasta dan ini membuat saya menemukan tujuan hidup serta pilihan yang akan datang.
Hasilnya yaitu kesuksesan merupakan sebuah proses. Tapi bukan berarti menyalahkan kesuksesan itu sebuah hasil, ini hanya teragantung bagaimana kita mempersepsikan hal demikian. Saya merasa bahwa menikmati sebuah proses akan lebih memaknai hidup, sehingga kesuksesan bagi saya adalah memaknai kehidupan ini.
Pencarian makna kehidupan pun dimulai saat itu. Pertanyaan yang sering terlontarkan dalam pikiran adalah "bagaimana caranya untuk hidup sebagai manusia ?"
Jawaban dari pertanyaan tersebut adalah berguna bagi manusia atau mencintai nilai-nilai kemanusiaan. Ini memiliki istilah yang disebut filantropi.
Sebagai seorang manusia pastilah memiliki rasa empati terhadap sesama manusia. Dengan empati, seseorang akan merasakan bagaimana orang lain menjalani hidup.
Bahkan, seperti dalam kontek sesama muslim yang mana suatu hadits riwayat Bukhari menyatakan jika seorang saudaranya itu sakit, maka ia akan merasakan sakit saudaranya tersebut.
Istilah saudara bisa kita generalisasikan pada bangsa Indonesia, karena kita hidup dalam satu naungan panji bendera Indonesia Raya. Sehingga kita akan sangat cinta dan saling membantu pada sesama warga negara Indonesia.
Keluarga yang dimaksud terdiri dari anak perempuan tersebut, neneknya yang sudah berumur, dan seorang uwa yang berkebutuhan khusus. Tidak ada seorang ayah, karena telah wafat beberapa tahun silam.
Di sana tidak ada juga seorang ibu, karena menurut cerita ibunya tersebut meninggalkan anak tersebut ke negeri seberang dan sampai sekarang tanpa ada kabar mengenainya.
Dengan kondisi demikian menyebabkan Wida harus berjualan makanan di sekolah ketika waktu istirahat tiba. Makanan tersebut didapat dari saudaranya yang dibuat sebelum berangkat sekolah.
Sepulang sekolah tidak langsung pulang, namun harus membawa bahan barang yang akan didagangkan besok harinya. Wida mendapat upah dari hasil penjualannya tersebut, dan hasilnya dibagi lagi kepada neneknya serta sisanya ditabungkan. Kegiatan malam harinya diisi dengan mengaji atau belajar agama.
Sebagai manusia, terutama setelah belajar mengenai manusia, saya sangat berempati sekaligus terinspirasi. Di luar sana sesuai dengan usia perkembangan psikologis, masuk ke dalam anak-anak akhir. Masa tersebut tentunya secara fakta ataupun teoritis merupakan usia bermain dan kreatif.
Sebagian dari kita mungkin yang diberi kenikmatan lebih tidak perlu memikirkan bagaimana menyembung hidup hari esok. Kita tidak dibebankan dengan mencari bekal sehari-hari, termasuk saya sendiri.
Wida merupakan satu dari 4,7 juta anak yang harus bekerja seperti yang dilansir oleh Viva dari Komisi Nasional Perlindungan Anak. Seharusnya pemerintah bisa memperhatikan generasi harapan bangsa ini. Karena pada pundak merekalah NKRI ini dititipkan.
Dari cerita di atas membukakan pandangan saya terhadap kehidupan di negeri pertiwi ini. Inspirasi memang tidak wajib dari orang atas saja, namun kita boleh meraupnya bebas dari manapun. Wida memberikan saya motivasi dan energi untuk lebih membuka lebar terhadap kemanusiaan, terutama generasi penerus bangsa.
Dari sana, saya seakan memiliki pandangan hidup baru dalam memaknai hidup. Bermanfaat bagi orang lain dengan manifestasi menyuarakan dan melindungi anak-anak yang kurang beruntung.
Rasa gundah tersebut mengantarkan saya kepada pandangan penting dalam membantu membangun bangsa ini. Saat itu, sampai sekarang pun, saya telah membuat sebuah tujuan ingin berkontribusi dalam melindungi kehidupan anak-anak, terutama bagi anak tanpa orang tua.
Dari cerita tersebut juga lah saya menyudahi kebingungan saya yang lain dalam mengambil konsentrasi study. Rencana study yang akan diambil adalah tentang humanity, karena akan mengantarkan saya pada memahami manusia secara utuh.
Di samping itu, itu akan lebih bermanfaat bagi kemanusian secara langsung terhadap manusianya sendiri dan menebar energi kehidupan positif. Karena kehidupan adalah hak bagi semua manusia.
Oleh karena itu, sebagai manusia seyogyanya kita bisa mencintai terhadap sesama manusia dan nilai-nilai kemanusiaan. Meskipun kita memiliki kelompok yang berbeda, tapi kita tetap sama yaitu manusia.
Di samping itu, kita juga harus bisa adil dalam memandang. Pandangan kita tidak harus melulu menengadah ke atas, tapi kita harus peduli dan mengulur tangan dan mencontoh mereka yang kurang beruntung seperti kita. Karena inspirasi bisa ditemukan di manapun dan dari siapapun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H