Mba Lena sebenarnya adalah putri Pakde To nomor 2, namun karena putra no 1 meninggal prematur, maka Mba Lena dianggap anak pertama. Setelah Mba Lena lahir, kemudian disusul dengan tiga adik-adiknya.
hukum waris. Pada saat bertransaksi, Bude To selalu didampingi oleh kedua anak laki-lakinya tersebut. Diduga, karena baik Mas Bambang dan Mas Cacuk mempunyai kebutuhan keuangan yang mendesak.
Enam bulan sepeninggal Pakde To, atas desakan dua anaknya, Bude To menjual rumah warisan. Sayangnya, transaksi jual beli itu tanpa musyawarah seluruh ahli waris. Tidak diketahui mengapa Bude To melakukan transaksi jual-beli tanpa musyawarah. Mungkin Bude To tidak pahamMba Lena, si sulung dan si bungsu tidak pernah diajak untuk musyawarah.
***
Empat tahun yang lalu sebelum pandemi, Almarhum Pakde To dipanggil Yang Maha Pencipta. Saat ini, Bude To sudah berusia 75 tahun, punya penyakit comorbid DM dengan gejala dimensia dan senil.
Ketika semua orang sudah divaksinasi Sinovac dan bahkan sudah banyak sudah dapat booster, Bude To belom mau divaksinasi. Walaupun sudah dirayu Mba Lena dan Mas Didu, Bude To tidak bergeming. Mba Lena kawatir jika kekisruhan tidak selesai, akan jadi buntu jika Bude To kemudian menyusul Pakde To. Kekawatiran Mba Lena beralasan, mengingat usia dan buruknya komunikasi sehingga menyebabkan silaturahim antar sodara sekandung congkrah.
Mba Lena, berandai-andai dan mengharapkan ibunya mau untuk mendengar nasehat dokter. Ada satu hal yang membuat putri sulungnya gemes adalah, sang drama queen Bude To menganggap vaksinasi tidak halal. Bahkan Abinya Via, ponakannya ikut-ikutan merayu Bude To untuk mau divaksinasi di Jalan Hang Jebat. Standar jawaban Bude To adalah selalu, " tidak mau ". Mba Lena tidak habis pikir, bagaimana mungkin Bude To yang dulu berprofesi sebagai bidan (Nakes), namun di hari tuanya tidak percaya divaksinasi.
***
Di suatu malam, Mas Bambang menghembuskan nafas yang terakhir, tidak kuat melawan penyakit getah bening yang dideritanya. Betapa sedihnya Bude To sepeninggal Mas Bambang yang menyusul Pakde To. Bude To telah kehilangan dua orang anggota keluarganya, Pakde To dan Mas Bambang anaknya nomor dua. Kesedihan Bude To terlihat berlarut-larut, hingga suatu hari disentil oleh seorang ustadz asal Jombang. Bude To dinasehati oleh pak ustadz untuk mengikhlaskan kepergian almarhum. Lebih baik jika Bude To mendoakan almarhum agar diringankan siksa kubur, diterima segala amal ibadahnya serta mendapat tempat terbaik disisiNya.
***
Sepeninggal almarhum, dorongan untuk menjual rumah warisan masih terus berlanjut. Kabar yang terdengar, Mas Cacuk mempunyai kewajiban keuangan yang tidak kecil. Terjadi dua kubu yang masing-masing berbeda agenda dan punya pendapat dalam hal penjualan rumah warisan. Kubu Mba Lena dan Kubu Mas Cacuk. Si Kakak selalu mengingatkan adik adiknya untuk membahas lebih dulu dimana ibu mereka akan tinggal. Jika dihitung Bude To hanya akan mendapat 1/8 bagian warisan, jumlah itu tidak cukup untuk membeli rumah di Bintaro. Mas Didu akhirnya mendukung Mba Lena untuk mengajak kubu Mas Cacuk untuk berembug secara rasional.