Menghadapi krisis pangan yang melanda bangsa ini, maka mengembangkan komoditas lokal untuk mengakhiri krisis pangan berkelanjutan perlu digalakan. Sagu sebagai ikon budaya sekaligus representasi dari falsafah hidup masyarakat setempat perlu mendapat perhatian utama. Sebagaimana tercantum dalam Peraturan Presiden No. 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal.
***
Adagium "belum kenyang kalau belum makan nasi" sudah seharusnya diubah bahasanya  menjadi "belum kenyang kalau belum makan papeda". Hal ini dilakukan demi memutuskan ketergantungan kita akan beras (nasi) sebagai makanan pokok yang akhir-akhir ini diselimuti banyak persoalan, salah satunya yaitu semakin terbatasnya lahan persawahan akibat alih fungsi lahan yang semakin intensif.
Di akhir tulisan ini, dalam menghadapi masalah pangan di Indonesia yang semakin krusial. Sagu bisa hadir menjadi solusi alternatif bagi ketahanan pangan nasional, khususnya di daerah-daerah endemik seperti Maluku, Papua dan daerah-daerah penghasil sagu.
Dengan menjadikan sagu sebagai solusi alternatif guna menjaga ketahanan pangan nasional. Secara tidak langsung kita juga telah melestarikan dan memperkenalkan budaya serta kearifan lokal masyarakat penghasil sagu lewat hidangan-hidangan lezat disetiap meja makan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H