Bertanya akan impian dan cita-cita yang selama ini di niatkan itu.Â
Sejenak mereka pun termenung, yang (mungkin) tidak akan menyangka bahwa, dengan melontarkan pertanyaan itu pada mereka, kiranya dapat menemukan jawabannya secara utuh.Â
Namun dibalik pertanyaan yg ku lontarkan tadi, Seketika itu pula ekspresi raut wajah mereka pun mulai berubah. Binar mata mereka pun berkaca-kaca.Â
Mereka berkata, "Tidak. ada yang di cita-citakan oleh ibu dan Bapakmu ucap "ibuku"
Aku terhenyak, karena begitu halus rasa itu merayap dan tiada terasa air mata seakan menetes.
Aku tersadar, bahwa setelah Ibu dan Bapakku membesarkanku, mendidikku,  menyekolahkanku, hingga saat ini, namun jawabannya hanya sepintas itu ucap "dalam hatiku"
Aku amati mereka dalam-dalam. Namun mereka tak kuasa membendung air matanya.Â
Kemudian aku kembali bertanya, "Lalu apa keinginan atau cita-cita ibu dan Bapak selama ini? Apakah ibu Dan Bapak Niat untuk berangkat haji ?
Namun apa kata ibuku. Tidak banyak yang Ibu/bapakmu ini harapkan. Kami hanya mendoakan, Semoga kau sehat slalu di negeri orang dan bisa kembali pulang.  Harapannya agar kelak kau bisa hidup terhormat, dengan status sosial yang kau punya. "Pintahnya".Â
Dari niat seorang Ibu yang mendambakan impiannya yang tertunda itu, namun ia lebih mendambakan kehangatan bersama anaknya yang lebih memilih dunianya sendiri.Â
Mungkin dalam perjalanan emosional dan menyentuh hatiku. Aku tersadar dan kembali ke pelukan kasih yang menyambutnya dalam berbagai rasa.