Mohon tunggu...
Arifin Biramasi
Arifin Biramasi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Pegiat Sosial, Politik, Hukum

Selanjutnya

Tutup

Financial

Otoritas Moneter: Berlomba Menjinakkan Inflasi

8 Mei 2024   06:32 Diperbarui: 8 Mei 2024   07:19 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Pijar News

"Eskalasi Konflik antara Iran Vs Israel ketika sedang memanas, mungkin telah berpengaruh pada perekonomian global, termasuk Indonesia".

Potensi naiknya harga minyak mentah dunia akibat konflik geopolitik di Timur Tengah juga memicu kekhawatiran akan kenaikan laju inflasi di sejumlah negara, salah satunya di Amerika Serikat. 

Bila laju inflasi di Amerika masih tinggi kecil kemungkinan bank sentral Amerika Serikat, akan menurunkan tingkat suku bungannya yang membuat indeks dolar menguat dan semakin menekan mata uang dunia, termasuk rupiah.

Pada Kamis 18 April 2024 pagi, tercatat nilai tukar rupiah ada di level 16.173 per dolar Amerika menguat tipis 0,29%. Nilai tukar rupiah tercatat menembus 16.000 per dolar sejak pembukaan perdagangan pasca libur panjang Lebaran.

Inflasi sekarang dipicu kurangnya pasokan energi yang sangat dibutuhkan dalam proses produksi dan distribusi. Ketika harga energi melonjak, maka biaya produksi dan distribusi juga naik. Jenis inflasi ini disebut cost-push inflation, yaitu inflasi yang dipicu oleh kenaikan biaya produksi kemudian berdampak terhadap naiknya harga.

Dalam konteks ekonomi Indonesia, perlu dicermati dengan baik dan dimitigasi resiko yang membawa dampak secara langsung, karena bersamaan dengan konflik politik global ini, rupiah juga terus mengalami penurunan.

Tercatat rupiah Masih ditutup melemah 81 poin dalam perdagangan Jumat 19/ April 2024 sore. Rupiah ditutup di level 16.260 per dolar AS dibandingkan dengan penutupan sebelumnya di level 16.179 per dolar AS.

Berikut prediksi dampak konflik Iran vs Israel.

Kini, bertahannya penguatan dollar, selain konflik Timur Tengah yang memanas, juga karena pernyataan Gubernur Bank Sentral AS Jerome Powell, semalam, bahwa inflasi AS masih belum terlihat kemajuan berarti untuk turun ke target 2 persen," kata Ariston dalam keterangannya, SERAMBINEWS.COM, JAKARTA (17/4/2024).

Sementara Ekonom dan Mantan Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro mengatakan terkait dengan IHSG, sebenarnya sudah terguncang oleh tingkat suku bunga tinggi sebelum adanya konflik Iran dan Israel.

Namun, dengan adanya peningkatan tensi antara Iran dan Israel tersebut, maka dolar AS dan US Treasury Bond akan semakin dicari, sehingga itu menyebabkan tekanan baik terhadap IHSG dan rupiah karena orang mencari safe haven.  

Melemahnya Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar.

Sebagaimana dikutip dari siaran Youtube Mirae Asset Sekuritas, Selasa (16/4/2024)

Bahwa, melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) hingga meruncingnya konflik antara Iran-Israel menciptakan celah bagi investor untuk mengakumulasi sejumlah saham yang terdampak oleh sentimen tersebut.

 Jadi sebelumnya setiap kali ada keputusan The Fed yang dianggap tidak sejalan dengan ekspektasi market maka akan terjadi semacam capital outflow. 

Ketika ada gejolak, mungkin banyak pemain saham yang hit and run atau jangka pendek, mereka lari ke safe haven, bisa ke dolar AS atau ke surat berharga seperti US treasury," jelasnya dalam webinar Eisenhower Fellowships Indonesia (15/4/2024).  

Konflik Iran vs Israel :  Menekan bisnis.

Akhir-akhir ini sepertinya terjadi persaingan untuk mewujudkan perbaikan antara Ketua Federal Reserve (The FED) Jerome Powell di AS dan President ECB di Eropa, Christian Laggard. Keduanya melakukan tindakan yang diperlukan untuk menjinakkan inflasi. 

Bagaimana pun, tampaknya untuk kembali menggunakan target inflasi dua persen belum akan bisa dicapai dalam waktu dekat, baik di EU maupun AS. Pelemahan rupiah juga sejalan dengan merosotnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang disebabkan oleh sentimen global dan domestik. 

Dari sisi global, rilis data ekonomi AS yang melampaui ekspektasi pasar mengakibatkan ketidakpastian terkait kapan The Fed menurunkan suku bunga acuan. Hal ini sehingga menyebabkan pelaku pasar memperkirakan penurunan suku bunga yang lebih sedikit pada 2024.

Rontoknya Nilai Tukar Rupiah ke Level  Dolar AS.

Pengamat Pasar Uang, Ariston Tjendra mengatakan bahwa nilai tukar mata uang Garuda ada potensi melemah pada akhir pekan ini. Pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bukan saja sebagai dampak dari konflik Timur Tengah, disaat yang sama, Ariston menilai bahwa inflasi di AS masih belum terlihat kemajuan untuk turun ke 2 Persen. 

Bertahannya penguatan dollar, selain konflik Timur Tengah yang memanas, juga karena pernyataan Gubernur Bank Sentral AS Jerome Powell, semalam, bahwa inflasi AS masih belum terlihat kemajuan berarti untuk turun ke target 2 persen," kata Ariston dalam keterangannya.

Nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) berdasarkan data Bloomberg Spot di level Rp16.259 pada Rabu (17/4/2024) pukul 09.07 WIB.

Jika dicermati lebih detail, nilai tukar mata uang Garuda melemah 83 poin. Di mana sebelumnya pada penutupan Selasa kemarin (16/4/2024), nilai tukar rupiah di level dolar Rp16.175. Baca: SERAMBINEWS.COM, JAKARTA (17/4/2024).

Dampak Konflik Iran vs Israel : Ancaman Terhadap Perekonomian Indonesia.

Berikut prediksi dampak konflik Iran vs Israel terhadap IHSG dan nilai tukar rupiah.

Bhima menjelaskan Iran adalah negara penghasil minyak ketujuh terbesar di dunia, oleh sebab itu, konflik antara negara tersebut dengan Israel bisa berdampak terhadap distribusi dan produksi minyak mentah global. 

Harga minyak yang melonjak berimbas ke pelebaran subsidi energi hingga pelemahan kurs rupiah lebih dalam.

Pertama, adalah melonjaknya harga minyak mentah ke angka US$ 85,6 per barel atau meningkat 4,4% dibandingkan periode yang sama dari tahun sebelumnya year-on-year (yoy).

Dampak kedua, adalah keluarnya investasi asing dari negara berkembang karena meningkatkan risiko geopolitik.

Di tengah prahara yang terjadi, dan disaat yang sama, mayoritas investor bakal mencari aset yang aman seperti emas dan mata uang lain seperti dolar AS. Walhasil, ia menilai mata uang Rupiah bisa melemah sampai Rp 17.000 per dolar.

 Ketiga, adalah terganggunya kinerja ekspor Indonesia ke negara yang berdekatan dengan kawasan Timur Tengah seperti negara-negara Afrika dan Eropa.Terganggunya kinerja ekspor pun bakal membuat pertumbuhan ekonomi melambat di kisaran 4,6% sampai 4,8% pada 2024. 

Sementara dampak keempat, adalah terdorongnya angka inflasi karena kenaikan harga energi yang membuat tekanan daya beli masyarakat semakin besar.

Rantai pasok global yang terganggu perang membuat produsen harus cari bahan baku dari tempat lain, tentu biaya produksi yang naik akan diteruskan ke konsumen.

Adapun Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Esther Sri Astuti, menjelaskan bahwa konflik Iran-Israel tentu bakal berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia, khususnya untuk harga energi. Hal ini dikarenakan Indonesia masih mengimpor minyak mentah meski mempunyai sumber minyak detikcom, (16/4/2024).

Eskalasi Konflik Iran vs Israel : Ekonomi RI Kian Melambat.

Esther menilai ada sejumlah langkah yang harus diambil pemerintah untuk mengantisipasi hal itu. Terutama merevisi asumsi indikator makro ekonomi di APBN tentang harga minyak mentah dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Apalagi besarnya cicilan utang luar negeri dan bunganya juga meningkat. Belum lagi berbagai belanja pemerintah terkait infrastructure dan belanja pembangunan lainnya juga akan meningkat.

Oleh karena itu caranya harus mengalokasikan anggaran ke aktivitas yang produktif sehingga menghasilkan income lebih banyak, kemudian mendorong ekspor produk industri dalam negeri, serta mengelola pengelolaan anggaran secara efisien.

Dampak Iran-Israel ke Menguatnya Dolar AS.

Menguatnya dolar AS imbas konflik Iran-Israel pun juga berdampak signifkan terhadap perekonomian Indonesia. Menurut Ekonom senior INDEF Tauhid Ahmad ada sejumlah dampak yang akan dirasakan oleh Indonesia, yang paling utama harga minyak akan naik. Kenaikan harga minyak diyakini akan meningkatkan dana subsidi untuk BBM. Baca :  https://finance.detik.com (17 Apr 2024).

Menurut Bambang, dengan kondisi seperti saat ini, menurutnya kenaikan suku bunga oleh Bank Indonesia juga tidak akan memberikan banyak pengaruh untuk menguatkan rupiah. 

Lanjut menyebutkan investor dapat mencermati tiga sektor saham yakni komoditas, finansial, dan konsumer untuk beberapa waktu ke depan. Adapun saham lainnya perlu dihindari dahulu. Baca; bisnis.com/read/20240417).

Untuk itu Indonesia yang perlu diwaspadai selanjutnya terkait dengan konflik di Timur Tengah adalah kemungkinan defisit neraca berjalan yang melebar, sebagai akibat dari surplus neraca perdagangan yang makin tipis Neraca perdagangan kita yang selalu surplus tapi angkanya semakin lama semakin kecil. 

Dengan melemahnya rupiah, ditambah dengan terganggunya jalur distribusi yang dekat dengan daerah Arab dan Iran, justru current account deficit kita bisa melebar, ini harus dijaga," ungkapnya.

Dengan tingginya laju inflasi di Amerika Serikat, pasar pun memprediksi The Fed belum akan menurunkan suku bunganya dan masih akan tetap mempertahankannya di rentang 5,25 hingga 5,5% setidaknya hingga September 2024. (News 18 April 2024).

Disaat  sama,sebagaimana yang diungkapkan oleh  penasehat IMF pada detikFinance (17/04/25) bahwa, IMF sudah harus mendesak negara-negara untuk mengatasi hal yang demikian. 

Dengan membangun kembali penyangga fiskal mereka, yang meskipun hal ini terkadang tidak menyenangkan secara politik dalam jangka pendek. Namun konsolidasi fiskal tidak pernah mudah, namun yang terbaik adalah tidak menunggu sampai pasar menentukan kondisinya. Karrna konsolidasi fiskal yang kredibel dapat membantu menurunkan biaya pendanaan, meningkatkan ruang fiskal dan stabilitas keuangan. Kuncinya adalah memulainya sejak dini, bertahap dan kredibel. 

Olehnya itu, sebagai untuk menyelamatkan rupiah agar tak terus melemah semakin dalam. Maka Pemerintah Indonesia sudah semestinya menjalankan sejumlah upaya, di antaranya dengan metode melakukan intervensi di pasar, agar fluktuasinya tidak terlalu tajam. Semoga. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun