Mohon tunggu...
Arifin Biramasi
Arifin Biramasi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Pegiat Sosial, Politik, Hukum

Selanjutnya

Tutup

Analisis

"Hirarki Ke-Bapak-an"

7 Mei 2024   11:02 Diperbarui: 7 Mei 2024   15:20 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : Ombudsman RI 

"Membaca kembali Bureaucracy And Politics in Indonesia"

Keith Dowding dosen mata kuliah Public Choice dan Public Policy pada London School of Economic. Menulis buku yang bertajuk "The Civil Service" (1995) adalah sebuah konsepsi yang tiba pada point of view lalu disajikan atas kombinasi dari keduanya atas "Birokrasi & pemerintah"  kerajaan inggris yang kini telah  dijalankan oleh pamong praja dengan latar belakang persoalan yang dihadapi.

Dari article Keith Dowding tersebut itu yang walaupun saya tak merunutnya secara detail, namun  mampu mengilustrasikan bagi para pembaca. Sebab, hal itu kiranya bagian dari sebuah sistem  pemerintahan (pola brokrasi). Yakni telah terjadi penjungkir-balikan tesis Max Weber tentang "rasionalitas" sebagai wujud otoritas atas keberadaan birokrasi modern. 

Bagi  Weber"  birokrasi adalah sebuah organisasi yang dianut dalam pemerintahan (government). Artinya suatu organisasi yang bertumpuh pada suatu landasan sistem kewenangan yang (sah dan formal) semata. 

Disaat yang bersamaan bagi weber, birokrasi yang tumbuh adalah birokrasi  lebih ke-modern-an dan merupakan bentuk organisasi paling rasional besar dan hirarkis; karena ia melihat organisasi tersebut dikendalikan oleh aturan formal (formal rule) hanya bagi mereka yang memiliki spesifikasi, dalam memenuhi syarat legal rational. Dari hal tersebut telah nampak memperlihatkan, praktek atau cara-cara  pejabat birokrasi pemerintah yang notabenenya sebagai pemegang otoritas.

Namun hal ini tampak secara nyata bahwa jika setiap  hirarki jabatan semakin tinggi, maka semakin besar pula kekuasaannya dan sebaliknya, jika semakin rendah hirarkinya maka, semakin tak berdaya (powerles). 

Hal yang sama jika dikorelasikan  di negara Indonesia, tentang "Birokrasi" maka, tentunya persepsi setiap orang tak lain akan tertuju pada tataran lembaga yang notabenenya adalah"Birokrasi pemerintah-an" yakni, sebuah birokrasi  dengan segala tetek bengeknya  yang dipunya, yang seakan-akan segala hirarki kekuasaan menjadi milik mereka seutuhnya.

Officialdom.

Kembali lagi, nampak dari apa yang dikatakan oleh "Dowding" diatas, itu bukan bisa jadi. Namun bagi saya sudah terjadi (pula). Karena begitulah birokrasi kita, Seringkali diartikan sebagai (officialdom) atau suatu (kerajaan pejabat) yang raja-rajanya kerap di isi atau (dhuni) oleh para (pejabat) yang tak jauh beda dengan penjahat.

Karena upaya me-reformasi birokrasi pemerintah yg paling mendasar hanyalah bagaimana merubah mindset dan perilaku para pelaku (aktor) yang berada di birokrasi publik. Sebab, urusan dalam hal administrasi dan lain-lain dari yang kecil hingga besar selalu saja membutuhkan legitimasi birokrasi pemerintah.(Miftah Thoha 2014; 2).

Hirarki Ke-Bapak-an.

Sederhananya mereka yang memiliki otoritas dan yang menyandang kekuasaan ibarat raja (officialdom) dan itu tidak dipunyai oleh rakyat, padahal rakyat punya daulat.

Itulah sebabnya hierarki kekuasaan di Indonesia  kini telah dibalut dan dijamuri dengan sistem ke-bapak-an yang amat sentralistik. Sehingga menjadi lebih kental lagi praktik kekuasaan birokrasi tersebut. Alhasil Pejabat hierarki bawah tidak berani bertindak manakala ketika tidak memperoleh (restu) dan petunjuk dari hierarki atas. 

Segala hal yang  berkaitan (administrasi) berasal dari pejabat hierarki bawah, selalu diakhiri dengan kata-kata manis "mohon arahan" dan petunjuk dari pejabat hierarki atas. 

Perilaku birokrasi Indonesia selalu diwarnai dengan sikap nuwun sewu (minta seribu), seperti orang Jawa yang ketika mau melangkah tuk me(lewat)i  posisi didepan orang yang lebih tua. 

Dan ini merupakan sikap sopan (proper behaviour) yang harus dilakukan oleh orang  yang kekuasaannya lebih rendah dari orang yang dimintai (seribu) tersebut.  Karena meminta petunjuk merupakan sikap sopan yang harus diperlihatkan oleh setiap orang, agar tidak melampaui otoritas kekua-saan yang dipunya.

Birokrasi dipertautkan, dan kini mengalami suatu disparitas pada tataran otoritas. Disamping itu juga sampai saat ini masih kental diwarnai nilai-nilai feodalistik. Idealnya birokrasi ala indonesia yang priyayi dan menerapkan strata sosial rakyat tak lebih adalah wong cilik sebagai obyek dalam sistem pemerintahan.

Bahkan birokrasi modern, lebih sering diberi konotasi negatif seperti adanya mekanisme dan prosedur kerja yang berbelit-belit dan penyalahgunaan status. Sebagaimana tesis Weber, diatas birokrasi kita lebih mendekati birokrasi patrimonial, dan bukan tipe birokrasi yang modern.Sebab dalam penerapan hirarki birokrasi corak jabatan dan perilaku lebih didasarkan pada hubungan patron-client (bapak-anak buah). 

Untuk itu kiranya diperlukan sebuah upaya  untuk mengkendorkan dengan cara me-reformasi  tatanan hirarki birokrasi secara total. Karena sesungguhnya reformasi birokrasi pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan suatu pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan. Terutama menyangkut aspek-aspek Kelembagaan (organisasi), dalam hal Ketata-laksana-an, SDM  agar tak cenderung bersifat officialdom -Apalagi Ke(Bapak)kan. 

Semoga. *_*

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun