Mohon tunggu...
Arifin Biramasi
Arifin Biramasi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Pegiat Sosial, Politik, Hukum

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Krisis Ekologi dan Kesenjangan Ekonomi

3 Mei 2024   14:02 Diperbarui: 3 Mei 2024   14:04 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : Kumparan

Perkembangan perekonomian sektor manufaktur melalui industri pertambangan tentu saja mempengaruhi lajunya perekonomian daerah dan nasional, namun pada saat yang bersamaan juga memberikan dampak negatif yang amat signifikan. Berbagai bencana terjadi silih berganti, kerusakan ekologis adalah  akibat ulah manusia yang mana alam dieksploitasi sedemikian rupa, tanpa mempertimbangkan kelestarian dan keseimbangan alam secara keseluruhan (Q.S. al-Rm (30): 41 ).

Kerusakan yang dilakukan manusia modern mengenai ekologi mungkin jauh lebih beragam (untuk tidak mengatakan lebih parah) daripada perbuatan manusia dahulu kala. Jika sejarah peradaban manusia hanya sebatas pada aspek-aspek merugikan agama, ritual moral dan ekonomi semata, maka manusia modern lebih berwarna dalam menangani kerusakan multidimensi; mulai dari keimanan,dan juga moralitas.
 Menurut kepercayaan, masyarakat tertentu masih mempercayai bahwa laut mempunyai kekuatan supranatural yang mempengaruhi kehidupan manusia. Kini ketimpangan ekonomi yang mendominasi kehidupan nelayan khususnya dipulau Halmahera sungguh memprihatinkan. Nasib nelayan miskin yang sudah menyedihkan malah  diperburuk dengan kuatnya jaringan rantai mafia. Nasib para nelayan semakin terpojok ketika memasuki wilayah distribusi karena jaringan pasar pun kini dikuasai oleh tengkulak kelas kakap. Pada saat yang sama, "ilmu pengetahuan, penyebab berbagai krisis umat manusia saat ini, berkaitan dengan kapital dan kapitalisme.
Selain krisis ekologi, iek, filsuf yang juga dikenal sebagai filsuf Slovenia mengatakan ada tiga krisis lainnya, yaitu berbagai permasalahan disebabkan oleh revolusi biogenetik; isu-isu yang berkaitan dengan hak kekayaan intelektual atau distribusi yang disebut barang publik; dan permasalahan yang diakibatkan oleh munculnya kelompok-kelompok sosial baru (socialdivision) atau bentuk baru apartheid. Namun, Hidup di Akhir Zaman tidak memuat kisah kehancuran alam semesta, juga tidak memuat ramalan tentang tanda-tanda yang mengarah ke akhir zaman. kiamat besar. Argumen utama iek dalam Living in the End Times; Kapitalisme global mendekati akhir pada angka nol (apocalyptic zero) karena krisis tersebut tidak mampu mengatasinya. Namun, nampaknya sebagian besar masyarakat enggan membicarakan kapitalisme. Masyarakat lebih tertarik pada kehancuran alam semesta akibat bencana ekologi dibandingkan dengan perubahan jangka pendek akibat kapitalisme..(Mudhoffir, Abdil Mughis : 2011).


Dari hal tersebut jika dikonotasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, tentunya hubungan antara manusia dengan yang ada (alam) saat ini sedang mengalami kemerosotan moral dan juga sosial.  Hubungan asimetris yang sangat menyedihkan tersebut itulah membuat kehidupan para nelayan pun semakin hari  mngalami krisis berkepanjangan karena diterpa oleh kekuatan dari berbagai pihak yang pada akhirnya rakyat pun mengalami kesenjangan secara ekonomi.


Krisis ekologi Dan Ketidak adilan Sosial

Saat ini, perspektif ekologi bahkan tidak memasukkan prinsip-prinsip keadilan sosial dan hak asasi manusia, seperti prinsip pemberdayaan dalam menghadirkan struktur dan wacana yang menindas, namun ada model praktis yang dibangun di sekitar aktivis lingkungan dalam pekerjaan sosial. sebuah perspektif yang sebagian besar gagal mengatasi masalah-masalah struktural dan cenderung memperkuat tatanan yang ada dan melegitimasi praktik-praktik konservatif (Pease, 1991).

Selain itu, konsep-konsep utama keadilan sosial dan hak asasi manusia seperti pembebasan, kelas, gender dan etnis sering diabaikan dalam Analisis Green hari ini. Begitu banyak resep (hijau) untuk masyarakat masa depan hanya memperkuat struktur dan wacana yang merugikan, jika prinsip-prinsip keadilan sosial dan hak asasi manusia tidak diperhatikan.

Sehubungan dengan kelas, ras dan gender. Yang pertama adalah feminisasi isu lingkungan. Pesan utama dari publikasi ini adalah bahwa perubahan lingkungan dimulai di tangan perempuan tradisional yang mengurus rumah dan bahwa tanggung jawab utama untuk menyelamatkan bumi dari bencana ekologi berada di tangan perempuan yang mengurus lingkungan rumah tangga. Ini adalah contoh klasik patriarki yang sedang bekerja, mengalihkan perhatian dari bidang-bidang tertentu. Namun yang terjadi adalah perempuan merasa bersalah karena mereka tidak secara jelas dan bertanggung jawab melakukan perubahan, bahkan mereka menjadi "target" kampanye pendidikan dan fokus program lingkungan hidup. Hal ini menggambarkan perlunya analisis gender dalam gerakan lingkungan hidup, dan meskipun sebagian besar aktivis lingkungan berbicara tentang pentingnya isu gender, ini terkadang hanya bersifat dangkal, kecuali khususnya di kalangan penulis ekofeminis.  

Dari sudut pandang keadilan sosial dan hak asasi manusia, hal ini adalah contoh yang terkenal dari sikap menyalahkan korban, yang sering terjadi ketika analisis struktural terhadap suatu permasalahan diabaikan. Menekankan perspektif hukum mengenai kewajiban dan saling melengkapi dengan hak,  memahami hubungan erat antara hak asasi manusia dan komunitas, merupakan perpaduan perspektif ini dalam cara yang mendorong masyarakat dan masa depan yang lebih baik. Mungkin sudah terlalu lama bumi dibiarkan menderita karena era industri dan "kegilaan" manusia yang tak punya batas-batas ekologis. Disaat yang sama, dan dari tangan-tangan manusia inilah yang mengakibatkan

 Olehnya itu,ketika melihat fenomena diatas dapat disimpulkan bahwa,sejarah hidup manusia dalam milenium baru ini, aktivitas perusakan lingkungan hidup semakin masif dan menjadi-jadi. Apabila suguhan data dan realitas tentang tragedi perusakan lingkungan hidup dicermati secara komprehensif, maka, setiap orang tentunya akan gemetar membayangkan berbagai risiko yang mengancam masa depan. Bukan hanya manusia yang menjadi korban, kelompok flora dan fauna---sumber makanan manusia---pun turut terancam. Ditambah lagi, usia bumi yang sudah semakin tua turut memberikan pengaruh yang amat signifikan terhadap gejala alam dan siklus perkembangan segala makhluk di dalamnya. Mau tak mau, manusia sebagai makhluk yang sungguh punya kapasitas sempurna sudah semestinya menaruh hati dan cintanya untuk peduli pada bumi ini.__Semoga***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun