Berdasarkan hasil dari berbagai uraian tersebut, bahwa disini penulis tidak  secara runut mendefenisikan terkait dengan tindakan penyimpangan yang dilakukan oleh kalangan intlektual,namun disini penulis hanya memberi ilustrasi dari tindakan menyimpang yang kiranya menjadi salah satu penyebab, semakin tumbuh suburnya budaya tersebut. Disaat  yang sama, praktek-praktek penyimpangan yang dilakukan oleh kalangan sebut saja intelektual (brengsek) tersebut tidak hanya terjadi di institusi  pendidikan, Namun lebih brengseknya lagi terjadi di berbagai ruang tertentu dalam hal ini (Desa). Dari hal demikan dipaparkan maka, pertanyaan-nya lantas Intelektual seperti apa yang harus kita miliki. ? Dari hal tersebut diatas penulis meminjam pemikiran "Chomsky" yang dimana ia mengungkap bahwa, kaum intelektual sudah seharusnya berada dalam poisisi untuk mengungkap kebohongan-kebohongan pemerintah, menganalisis tindakan-tindakannya sesuai penyebab, motif dan maksud-maksud yang sering tersembunyi disana. dari pandangan Chomsky tersebut, perlu digaris bawahi bahwa,pendidikan tentunya memegang peranan penting dalam rangka membentuk golongan intelektual, tidak hanya pendidikan akademik namun diperlukan juga pendidikan karakter, agar  supaya dapat mencapainya suatu pembangunan yang diharapkan. Disaat yang sama, kaum intelektual sudah harus membangkitkan massa dengan ide-ide revolusioner-nya dalam menciptakan suatu perubahan. Olehnya itu, Integritas dan intelektualitas dalam berkiprah di tengah-tengah masyarakat pun memiliki pijakan sebagai basis yang akan diperjuangkannya. Serta memposisikan diri untuk terjun ke basis massa atau melakukan perjuangan lewat jalan struktural,  maka salah satu sikap dalam menentukan posisi tersebut harus diambil untuk menentukan arah intelektualitas-nya, dan tidak boleh mengambang di antara basis dan struktur sebagaimana yang dimaksud Chomsky (1966).  Dalam kerangka kaum intelektual dari hal tersebut  Gramsci membuat pembedaan intelektual tradisional dan intelektual organik sebagaimana yang ditulis oleh salah satu dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya,. "Finsensius Yuli Purnama" yang dalam artikelnya bertajuk "Disinformasi dan Peran intelektual organik" Pada Harianjogja.com 23/10/2018. bahwasannya, selama seorang akademisi hanya berkutat pada teori dan tidak pernah menempatkan penyelidikannya dengan upaya menyelesaikan persoalan sosial yang ada, ia akan terjebak pada teori semata. Hal tersebut dapat dilihat pada realitas kehidupan sehari-hari, bahwa,kaum Intelektual adalah pihak yang memiliki wawasan luas dan berpendidikan tinggi, padahal masyarakat beranggapan bahwa, kaum intelektual adalah pihak yang bisa memberikan solusi penyelesaian atas segala problem sosial yang terjadi dalam realitas kehidupan sehari-hari.  Namun pada kenyataannya, masihada fenomena-fenomena serta perilaku  menyimpang yang kini terjadi. Disaat yang sama, hal tersebut kini masih dipraktekkan serta terus dipelihara oleh setiap orang dan juga golongan. Mulai dari Negara hingga ke Desa yang ada di Negeri ini,dan pihak-pihak  tersebut adalah gologan yang dianggap memiliki kecerdasan intelektual. Tidak seharusnya kaum intelektual harus mengorbankan intelektualitasnya apalagi melakukan hal yang demikian,namun sudah semestinya menumbuhkan kembali semangat idealisme-nya dikalangan rakyat untuk memperkuat (civil society) agar supaya dapat mengimbangi kekuatan birokrasi untuk mencapai cita-cita demokrasi seperti yang kita harapkan. Hal yang sama, sebagaimana yang dimaksud oleh "Iwan Meulia Pirous" yang dalam artikelnya bertajuk "Membangun Nilai Budaya Perlawanan Intelektual" Pada (Harian kompas 6/2024). Olehnya itu sebagai penutup dari tulisan ini, kiranya  kaum intelektual bukanlah (influencer) dengan jutaan (followers) sehingga perlawanan kerap hanya berfungsi sebagai pelipur lara dalam "echo chambers" (ruang gema)  sebagaimana  yang di tulis oleh Yanuar Nugroho namun kaum intelektual adalah seruan perlawanan semesta yang besar, dalam hal ini "kita" yang dimaksud haruslah sebesar rakyat Indonesia sendiri.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H