Tulisan ini tidak cocok untuk beberapa orang
Dalam cerita-cerita mitologi dan agama kita sering disuguhkan dengan cerita manusia atau makhluk sejenis manusia yang bertubuh besar. Misal dalam  mitologi yunani kita menemukan Gigant dan Titan yang tergolong dewa-dewi tua yunani. Dalam mitologi hindu kita juga menemukan sejenis manusia raksasa yakni  Detya, Yaksa, Asura, dan Rakshasa.Â
Pada agama-agama Abrahamik juga terdapat cerita-cerita manusia yang berukuran besar, dalam alkitab terdapat cerita mengenai Rephaite yang mengacu pada kelompok bangsa atau suku yang dikaitkan dengan keturunan raksasa atau bangsa yang besar dan kuat, dan  dalam alquran juga disebutkan bahwa nabi adam memiliki tinggi 60 hasta atau 30 meter.
Apakah mungkin ada manusia raksasa?
Secara umum, manusia modern yang tinggal di negara maju lebih tinggi daripada rekan-rekan kuno mereka, tetapi ini tidak selalu terjadi. Populasi manusia purba tertentu cukup tinggi, bahkan melebihi tinggi rata-rata tertinggi di negara-negara modern. Misalnya, populasi pemburu-pengumpul yang tinggal di Eropa selama Era Paleolitik dan India selama Era Mesolitikum rata-rata memiliki ketinggian sekitar 183 cm (6 kaki 0 inci) untuk laki-laki, dan 172 cm (5 kaki 712+ in) untuk wanita [1]
Secara hukum ilmiah, manusia yang memiliki tinggi puluhan meter tidak akan bisa hidup. Kenapa? karena ada hukum yang bernama Square Cube Law [2]
Ingatlah sedikit tentang pelajaran matematika. Bayangkan ada sebuah kubus, dengan tiap sisinya sepanjang 2 cm. Berapa luas permukaan kubus? Dua centimeter persegi tiap sisi (luas persegi adalah kuadrat sisinya, kalau-kalau kalian lupa) dikali enam, yang merupakan jumlah sisi pada persegi. Maka luas permukaan kubus bersisi 2 cm adalah 24 cm persegi.
Berapa volume kubus? Sisi x sisi x sisi. Artinya 2 x 2 x 2 = 8 cm kubik.
Dari perhitungan di atas, kita tahu bahwa luas permukaan kubus jauh lebih besar dibandingkan volumenya. Jika diibaratkan bahwa kubus tersebut adalah sel, maka "sebuah sel" sepanjang 2 cm akan memiliki luas permukaan 24 dan volume 8. Rasio ini semakin membesar di luas dan mengecil di volume seiring bertambah kecilnya sel. Karena itulah ukuran sel menjadi sangat kecil, karena memaksimalkan perbandingan antara luas permukaan dan volume ini. Semakin luas permukaannya dibanding volumenya, semakin efisien kerja sel tersebut karena panas yang dihasilkan akibat proses metabolik sel dapat dengan mudah dilepaskan berkat luas permukaan yang besar.
Namun, ada batas di mana volume akhirnya melampaui luas permukaan. Ketika volume jadi besar, akan ada semakin banyak aktivitas di dalamnya, tapi tidak didukung oleh permukaan yang luas untuk melepaskan panas yang diakibatkan oleh aktivitas metabolik itu. Maka, panas yang berlebihan itu akan membunuh sel, cepat atau lambat.
Kembali ke kubus. Sekarang bayangkan sebuah kubus dengan sisi 50 cm. Luas permukaannya dengan demikian akan menjadi 250 x 6 = 1.500 cm2.
Lalu bagaimana dengan volumenya? Volumenya akan menjadi 50 pangkat tiga, alias 125.000 cm3. Angka ini delapan puluh tiga kali lebih besar dibanding luas permukaan sel. Jika ada sel tunggal sebesar 50 cm, sel tersebut akan meleleh karena kepanasan dalam waktu hampir seketika. Jumlah panas yang dilepaskan lewat permukaan sel tidak sebanding dengan yang dihasilkan dari reaksi metabolik. Ibaratnya ada 125.000 orang yang mau keluar secara bersamaan lewat 1.500 pintu. Satu pintu untuk 83 orang. Bandingkan dengan sel pertama kita tadi, dengan hanya 8 orang dan 24 pintu yang tersedia untuk keluar.
Padahal, yang membedakan ukuran satu organisme dengan organisme lain bukanlah ukuran selnya, tapi jumlah selnya. Jumlah sel gajah jauh lebih banyak daripada jumlah sel tikus, tapi ukuran sel gajah dan sel tikus tidak jauh berbeda. Ini karena prinsip efisiensi tadi.
Selanjutnya, semakin besar suatu organisme, kebutuhan makanannya akan semakin banyak, energi yang dipakainya untuk hidup juga semakin banyak. Manusia makan setidaknya 1--1,5 kg makanan (dan minuman) tiap hari. Gajah makan 100--250 kg makanan tiap hari. Paus biru bahkan bisa makan 2--4 ton makanan per hari.
Jika ada manusia setinggi 30 meter, itu sama dengan menaruh paus biru di darat. Bayangkan berapa waktu yang harus dihabiskan untuk mencari berton-ton makanan. Paus bisa melakukannya dengan sedikit energi: mereka cuma perlu berenang ke arah makanan, membuka mulut lebar-lebar, lalu glek. Manusia tidak bisa seperti itu. Mereka harus bergerak lebih banyak, yang akan menimbulkan masalah selanjutnya.
Makin besar suatu organisme (dalam hal ini binatang) pergerakannya menjadi lebih lambat. Ada batasan di mana otot, tendon, sendi, dan tulang bisa bekerja memberikan atau menahan gaya.
Orang tertinggi yang tercatat, Robert Pershing Wadlow dari Amerika Serikat, tingginya mencapai 2,73 m saat meninggal.Â
Dengan tubuh seraksasa itu, mungkin kamu bertanya-tanya apakah Pak Wadlow bisa melakukan smash super hebat karena ukuran tangannya (dan gaya yang diberikannya) pasti bakal jauh lebih besar dari manusia rerata, atau betapa hebatnya dia di lapangan basket karena dia cuma perlu "mencungkil" bola basket untuk memasukkannya ke ring, atau bagaimana Pak Wadlow bakal terkenal di sekolahnya karena memenangkan lomba sprint, sebab kakinya yang panjang itu pasti membuat langkahnya lebar-lebar, sehingga dia mampu menang dengan mudah.
Jawabannya adalah tidak. Pak Wadlow tidak bisa melakukan itu semua. Untuk menjawabnya, lihatlah foto ini, yang diambil ketika Pak Wadlow sudah lebih tua dari foto di atas.
Yes, Pak Wadlow memakai tongkat untuk membantunya berjalan dan menyeimbangkan tubuh.
Ini karena persendiannya tidak kuat menahan bobot tubuhnya yang mencapai 220 kilogram. Dengan bobot seberat itu, otot-ototnya juga tidak mampu menggerakkan tubuh Pak Wadlow segampang manusia berukuran normal. Pak Wadlow tidak boleh berlari, atau nanti kakinya bakal patah karena bobot tubuhnya sendiri. Pak Wadlow juga lebih tidak seimbang dibanding manusia berukuran normal. Bagaimana beliau bisa main basket kalau disenggol atlet lain saja sudah roboh?
Itulah masalah tersendiri yang dihadapi manusia sebagai makhluk berkaki dua yang berjalan secara tegak lurus. [3]
.
Pada artikel selanjutnya saya akan membahas asal-usul cerita manusia raksasa dalam agama abrahamik. See you next time
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H