Sebuah ungkapan yang menyebutkan alasan pemilihan umum (pemilu) selalu digelar hari Rabu, tidak cukup ramai diperbincangkan.
Paling tidak saya pribadi menulisnya di beberapa grup WhatsApp (GWA).
Tetapi di media sosial, ramai. Banyak yang mengunggah di postingan sebagai bahan pertanyaan. Unggahan tersebut dibuat oleh akun media sosial TikTok @andreayudias, Sabtu (13/1/2024).
Dalam unggahan itu, pengunggah menyebutkan alasan di balik terpilihnya hari Rabu sebagai hari pencoblosan.
"Kalau KPU bilang alasannya pemilu hari Rabu ya soalnya biar nggak deketan sama weekend aja, biar jadinya nggak long weekend," kata pengunggah.
Menurutnya, hari pemungutan suara yang dijadikan libur nasional dapat dimanfaatkan pekerja untuk liburan, sehingga banyak pemilih yang masuk golongan putih (golput).
Alasan lainnya, pengunggah merinci filosofis hari Rabu menurut Islam, Inggris Kuno, serta Jawa.
Hingga Kamis (1/2/2024) siang, mengutip Kompas.com unggahan tersebut telah dilihat lebih dari 1,4 juta kali, disukai 41.500 pengguna, dan diunggah ulang oleh lebih dari 800 warganet.
Lalu, mengapa pemilu selalu diadakan tiap hari Rabu? Apakah ini hanya kebetulan atau ada tujuan tertentu atas pemilihan hari Rabu sebagai hari pemungutan suara?
Pada Rabu  (14/2/2024), tak kurang dari 204 juta warga Indonesia akan menggunakan hak pilihnya untuk menentukan presiden dan wakil presiden serta anggota legislatif di berbagai tingkatan.
Entah disadari atau tidak, pelaksanaan pemungutan suara dalam beberapa pemilu terakhir selalu dilakukan pada Rabu.
Pada Pemilu 2019, pemilu serentak lima kotak yang pertama saat itu digelar pada Rabu (17/4/2019).
Begitu pula Pemilu 2014, pelaksanaan Pemilu Legislatif (Pileg) digelar pada Rabu (9/4/2014) dilanjutkan Pemilihan Presiden (Pilpres) pada Rabu (9/7/2014).
Sejak di Pemilu 2014 itu, praktis hari pemungutan suara dalam pemilu tidak pernah berubah, selalu hari Rabu.
Mantan Ketua KPU Arief Budiman mengatakan, penentuan hari pemungutan suara selalu mempertimbangkan potensi partisipasi pemilih.
Sejak pemilu di era setelah Reformasi, hari pemungutan suara sering kali berubah. Pada Pemilu 1999, pemungutan suara digelar pada Senin (7/6/1999) dan tingkat partisipasi pemilih sangat tinggi, yakni mencapai 92,7 persen. Namun, pada dua kali pemilu selanjutnya, partisipasi pemilih mengalami tren penurunan.
Di Pileg 2004 yang dilaksanakan pada Senin (5/4/2004), tingkat partisipasi pemilih menurun menjadi 84,07 persen. Bahkan, saat pilpres, tingkat partisipasi turun dibandingkan pileg.
Pada pilpres putaran pertama, pemungutan suara digelar hari Senin (5/7/2004) dengan tingkat partisipasi pemilih 78,23 persen. Sementara pilpres putaran kedua yang juga digelar hari Senin (20/9/2004), partisipasi pemilih kembali menurun menjadi 75,24 persen.
Ketika partisipasi pemilih pada Pileg dan Pilpres 2004 yang digelar saat awal pekan terus mengalami penurunan, hari pemungutan suara pada Pemilu 2009 akhirnya diganti menjadi Kamis. Namun, perubahan hari pemungutan suara dari Senin menjadi Kamis tidak berdampak pada partisipasi pemilih.
Bahkan, persentase pemilih yang menggunakan hak pilihnya ke TPS justru menurun. Di Pileg 2009 yang digelar pada Kamis (9/4/2009), partisipasi pemilih sebanyak 70,99 persen. Sementara itu, partisipasi pemilih saat pilpres yang digelar pada Rabu (8/7/2009) sedikit naik dibanding pileg, yakni 71,17 persen.
Memperpanjang libur
KPU periode 2012-2017 kemudian mengevaluasi hari pemungutan suara di Pemilu 2004 dan 2009 untuk menentukan hari pemungutan suara Pemilu 2014. Hasilnya didapatkan, libur nasional untuk pemilu di hari Senin justru dimanfaatkan pemilih untuk memperpanjang libur akhir pekannya.
Masyarakat bahkan tidak perlu mengajukan cuti untuk menikmati libur untuk Sabtu, Minggu, dan Senin. Mereka bahkan memanfaatkan libur panjang itu untuk melancong ke luar kota dan tidak memilih di TPS.
Sementara jika pemungutan suara dilakukan pada Kamis, masyarakat cenderung ingin mengajukan cuti untuk hari Jumat. Dengan demikian, mereka bisa mendapatkan libur selama empat hari hingga Minggu dan berlibur ke tempat yang jauh dari TPS terdaftar.
Oleh karena itu, KPU menetapkan hari pemungutan suara untuk Pileg dan Pilpres 2014 pada hari Rabu. Langkah tersebut akhirnya memberikan dampak positif karena partisipasi pemilih di pileg yang digelar pada Rabu (9/4/2014) mencapai 75,11 persen atau meningkat 4,12 persen dibanding Pileg 2009. Sementara untuk pilpres yang dilaksanakan Rabu (9/7/2014), partisipasi pemilihnya 69,58 persen.
Namun, tentu juga perlu diingat, tanggal dan hari pemungutan suara bisa jadi hanya satu dari banyak variabel atau faktor yang bisa memengaruhi pemilih untuk memilih atau tidak memilih.
Menurut Arief, penentuan Rabu sebagai hari pemungutan suara merupakan pilihan paling memungkinkan di antara hari-hari lain. Sebab, Rabu berada di tengah-tengah minggu sehingga kemungkinan orang untuk memperpanjang libur atau cuti lebih sedikit. Sebab, pengajuan cuti menjadi lebih lama, berbeda halnya jika pemungutan suara dilakukan pada hari Senin ataupun Kamis.
"Kalau liburnya hanya sehari dan di tengah minggu, asumsinya orang tetap berada di rumahnya masing-masing untuk memberikan suara ke TPS sehingga peluang orang menggunakan hak pilih menjadi lebih besar," katanya, mengutip Kompas.id.
Pada Pemilu 2019 yang merupakan pemilu serentak lima kotak yang pertama, KPU kembali menetapkan hari pemungutan suara pada Rabu. Pilihan itu pun berdampak signifikan karena mampu meningkatkan partisipasi pemilih menjadi 79,01 persen.
Berkaca pada hasil positif tersebut, lanjut Arief, KPU kembali mengusulkan pelaksanaan pemungutan suara di Pemilu 2024 kembali pada Rabu. Pada awalnya, tanggal pemungutan suara Pemilu 2024 diusulkan pada 28 Februari. Namun, ternyata tanggal tersebut bertepatan dengan Hari Raya Galungan yang diperingati sebagian masyarakat di Bali.
Meskipun hari tersebut bukanlah hari libur nasional, dikhawatirkan akan berdampak terhadap kehadiran pemilih di TPS, khususnya masyarakat yang memperingati hari raya keagamaan tersebut. Oleh karena itu, tanggal pencoblosan kemudian dimajukan dan ditetapkan pada 14 Februari atau bertepatan dengan hari kasih sayang.
"Penentuan hari dan tanggal pemungutan suara juga mempertimbangkan hari raya keagamaan serta libur panjang di minggu yang sama dengan pencoblosan," ujarnya.
Tak hanya untuk pemilu, penentuan hari Rabu untuk pemungutan suara juga dilakukan untuk pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak. Sejak Pilkada 2015, pemungutan suara selalu digelar hari Rabu, yakni Pilkada 2015, Rabu (9/12/2015); Pilkada 2018, Rabu (27/6/2018); serta Pilkada 2020 yang semula dijadwalkan Rabu (23/9/2020) kemudian diundur tetap pada hari Rabu (9/12/2020).
"Penentuan hari Rabu sebagai hari pemungutan suara menjadi seperti konsensus yang telah terjadi sejak Pemilu 2014 hingga sekarang," tutur Arief.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati memprediksi, partisipasi pemilih di Pemilu 2024 tetap akan tinggi. Meskipun ada hari libur nasional, cuti bersama, dan hari libur selama empat hari sejak Kamis (8/2/2024) hingga Minggu (11/2/2024), warga cenderung tidak memperpanjang cuti hingga Rabu.
"Terlebih, antusiasme generasi muda untuk menggunakan hak pilih cukup besar dan ada semangat dari sebagian pemilih untuk mencegah pilpres satu putaran ataupun membuat pilpres satu putaran," katanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H