Ketiklah pada mesin pencari Google. Masukkan kata kunci: Jokowi Salami Komandan Upacara. Setidaknya akan muncul 30-an berita tulis dan rekaman gambar viseo. Kemungkinan masih bisa bertambah.
"Baru Jokowi, Presiden Salami dan Tepuk 5 Kali Lengan Komandan Upacara 17 Agustus di Istana". Ini judul berita milik portal berita PosKotaNews. Diposting tanggal 17/8/2019 pukul  11.41 WIB.
"Saat Jokowi Turun dari Mimbar Kehormatan dan Salami Komandan Upacara" tulis judul laman berita Liputan6 pada pukul 12.09 WIB. Di luar itu masih ada sederet berita lainnya.
Ya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyita perhatian tamu undangan Peringatan Upacara Kemerdekaan Republik Indonesia di Istana Merdeka Jakarta, Sabtu (17/8/2019) pagi. Jokowi tiba-tiba turun dari mimbar kehormatan dan menyalami Komandan Upacara Kolonel Laut (P) Hariyo Poernomo.
Momen tersebut terjadi setelah prosesi Upacara Detik-Detik Proklamasi dan Pengibaran Sang Saka Merah Putih. Jokowi yang mengenakan baju adat Bali, langsung keluar dari mimbar kehormatan lalu menyalami perwakilan Negara Sahabat. Terakhir menyalami Hariyo.
Kolonel Laut (P) Hariyo Poernomo merupakan lulusan Akademi Angkatan Laut 1997. Saat ini, Hariyo menjabat sebagai Kepala Departemen Strategi Sekolah Staf dan Komando Angkatan Laut (Seskoal).
Jokowi, menjadi Presiden Indonesia pertama yang melakukan hal tersebut. Tindakannya ini disambut tepuk tangan meriah seluruh tamu undangan yang mengikuti upacara. Banyak diantara peserta mengabadikan momen tersebut.
Saya mengontak seorang kolega yang berkarya di lingkungan Istana Negara. Saya minta foto Presiden salaman dengan para duta besar dan komandan upacara. Saya dikirimi foto sangat bagus.
Hikmah
Di samping saya nonton siaran upacara kenegaraan itu ada buku. Judulnya: Mengaji Tajul Arus, terjemahan karya Ibnu Athaillah. Buku setebal 526 halaman itu mengupas tentang jiwa, kalbu, ruh, dan akal.
Ibnu Athaillah mengajak pembaca untuk bangkit dari ketidaksadaran. Menapak jalan menuju Tuhan. Ibadah yang kita jalani, tulisnya di kitab klasik yang diterbitkan oleh penerbit 'Zaman' tersebut, tak lagi membebani. Tapi menenangkan dan menyenangkan.
Pada halaman 384, dibicarakan tentang hikmah. Kata Ibnu Athaillah, "Hikmah laksana tali pengikat. Jika dipakai untuk mengikat diri, maka diri kita pasti terkendali. Namun, jika dicampakkan, diri kita akan menjadi liar. Dan mencemaskan."
Hikmah, sesuatu yang mencegah kita dari perbuatan buruk dan bodoh. Bersungguh-sungguhlah melakukan amal kebaikan. Hikmah merupakan kumpulan kebaikan yang akan mendorong pemiliknya untuk menempatkan segala sesuatu pada tempatnya.
Orang yang diberi hikmah dalam bertindak akan menebar kebaikan kepada semua orang. Hikmah selalu bersesuaian dengan tatananan akhlak yang terpuji dan ketaatan kepada Allah.
Sebaliknya, orang yang tidak memiliki hikmah lebih banyak mendatangkan keburukan daripada kebaikan. Ia membiarkan dirinya melakukan berbagai tindakan keliru tanpa memperhitungkan akibat dan hasilnya.
Seutas Tali
Soal tali, saya punya cerita. Sebelum menjadi presiden Amerika Serikat ke-34, Jenderal D. Eisenhower adalah komandan militer. Ia paling suka memberi motivasi kepada para perwiranya. Dengan contoh yang gamblang.
Jenderal Eisenhower meletakkan seutas tali di lantai. Dia kemudian berdiri di belakang tali, sambil mempertunjukkan sedang mendorong tali secara paksa. Seutas tali tersebut tidak ke mana-mana. Seolah-olah enggan menurut perintah sang jenderal.
Sesudah itu Jenderal Eisenhower berpindah ke depan tali. Ia menarik talinya. Dan tali itu ikut dengan taat ke mana pun jenderal pergi. Pelajaran dalam motivasi ini sangat jelas: kita harus menarik. Bukan memaksa. Memaksa orang lain, dengan gerakan apa pun akan menimbulkan gesekan.
Sebaliknya, jika Anda menarik tali "secara tepat", maka sama halnya Anda akan mendapatkan hasil baik. Jadi jangan memaksa dari belakang. Tariklah dari depan
Jokowi sering kali memaknai hidup ini dengan bersikap. Dia hanyalah berusaha melakukan apa yang semestinya memang harus dilakukan. Jokowi benar, hidup tidak harus memiliki semua yang serba terbaik dalam segala hal untuk bisa melakukan yang terbaik.
Ketika Anda bersekutu dengan kebaikan, meski tampak begitu lemah, selalu lebih kuat dari kejahatan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H