Mengapa? Saya memberi tekanan. Menyentuh para pemangku kepentingan. Kalangan biro travel, pihak yang terlibat langsung dengan masyarakat mengecam keras. Kebijakan itu menurut mereka dianggap memberatkan. Waktu, tenaga maupun biaya.Â
Menurut salah satu pimpinan biro perjalanan haji dan umrah, apabila rekam biometrik berlanjut bisa menimbulkan kemarahan masyarakat. Heboh!
Jemaah Indonesia yang jumlahnya jutaan orang tersebar di berbagai daerah. Sementara VFS Tasheel berada di 35 titik kota saja. Biaya rekam biometrik yang besarnya Rp 117.000 jadi bengkak. Ongkos transportasi dari daerah ke kota bisa lebih mahal.
Kementerian Agama RI pun tidak sembarangan bisa mengambil sikap. Harus hati-hati. Keberangkatan umat Muslim menuju Tanah Suci pada bulan Januari sangat besar. Puncaknya nanti ketika Ramadhan. Langkah Kemnag menyetop ibadah umrah tidak mudah. Malah bisa dituding macam-macam. Serba salah.
Trik Berbagi Rezeki
Pemberlakuan rekam biometrik menunjukkan tingginya semangat Visi Misi Arab Saudi Menuju 2030. Pemerintah Saudi membuka lebar-lebar kesempatan warga Muslim di seluruh dunia nuntuk menikmati tempat wisata menarik di sana. Otoritas Saudi beranggapan destinasi wisata ziarah yang meliputi objek sejarah dan budaya Islam memiliki potensi sumber pendapatan besar.
Para pengamat menilai Visi 2030 Arab Saudi merupakan senjata meraih pundi-pundi baru. Pemerintah Saudi sedang menggali sektor pariwisata, seiring mulai terpuruknya industri minyak yang selama ini menjadi andalan utama.
Akhir tahun 2018 kawan saya berada di Abu Dhabi. Dia bertemu kolega se-kampus (UIN Malang) bekerja di Kedutaan Arab Saudi, Jakarta. Persoalan biometrik, katanya, sangat menggelitik. Menjadi bahasan hangat internal Kedutaan Besar Negara Saudi di Jakarta.
Doktor yang juga pengajar Bahasa Arab di Universitas Negeri Malang ini memiliki dugaan. Tingginya kunjungan orang Indonesia ke Saudi menimbulkan ispirasi keekonomian. Biometrik menjadi sebuah trik. Membuatkan pintu masuk. Agar travel lokal Saudi ikut kecipratan rezeki. Kue harus dibagi-bagi.
Kata kawan saya, Pemerintah Saudi akhirnya menarik pulang Osamah Muhammad Al Shuaibi, Dubesnya di Jakarta. Meskipun alasan penggantian itu bernuansa politis, lanjutnya, Osamah punya kaitan biometrik. Saat dia menjabat, biometrik sempat menjadi tarik ulur.
Tapi syukurlah, ada jalan keluarnya. Pemerintah cepat tanggap. Langkah cukup melegakan. Janganlah karena tarik menarik biometrik nanti rakyat yang tercekik.