Jujur. Saya harus menyampaikan ucapan selamat kepada Pemerintah Indonesia. Termasuk -utamanya, untuk ratusan ribu calon jemaah Haji dan Umrah.
Pemerintah Indonesia melarang kegiatan perekaman data sidik jari dan retina mata. Visa Facilitation Service (VFS) Tasheel, lembaga yang diserahi tugas oleh Kedubes Arab Saudi sudah disurati. Mereka tak boleh rekam biometrik atas Warga Negara Indonesia tanpa adanya perjanjian khusus.
Pemerintah tegas. Meskipun, saya beri embel-embel: tidak tercantum mulai berlaku kapan larangan tersebut. Sebatas diumumkan.Â
Tetapi hebat. Karena rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Rabu, 23/1/2019) melibatkan lima institusi. Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri), Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Kementerian Agama (Kemnag), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Catatan penting isi rapat, menyepakati ada penundaan kegiatan rekam biometrik untuk persyaratan visa kunjungan ke Arab Saudi. VSF Tasheel yang selama ini menjalankan rekam biometrik harus menghentikan operasional mereka di Indonesia.
VFS Tasheel sebuah perusahaan mitra outsourcing visa resmi ditunjuk Kementerian Luar Negeri Kerajaan Arab Saudi. Tak hanya di Indonesia, mereka juga beroperasi di negara lain.
Warga Indonesia mengajukan visa ke Arab Saudi jumlahnya terus meningkat, terutama untuk tujuan ibadah umrah dan haji. Nah, permohonan visa ini menjadi terhambat. Operasional VSF Tasheel hanya ada di ibukota provinsi.
Pemberlakuan rekam biometrik oleh Otoritas Arab Saudi dimaksudkan untuk mengurangi antrean saat kedatangan di Bandara Jedah atau Madinah. Tetapi kebijakan itu malah menjadi prosedur tambahan. Menyulitkan masyarakat.
Praktik lapangannya amburadul. Parahnya lagi, di Jedah dan Madinah Jemaah Umrah tetap masih mengulang sidik jari dan rekam mata. Secara manual. Masih seperti dulu, alias tak ada perubahan.
Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah RI (Amphuri) dan Permusyawaratan Antar Syarikat Travel Umrah Haji Indonesia (Patuhi) sudah berulangkali menyuarakan aksi protes. Sikap ini bisa dimaklumi.
Saya juga menyoroti soal biometrik. Tulisan "Repotnya Rekam Biometrik untuk Calon Jemaah Umrah dan Haji" itu menimbulkan banyak pertanyaan. Bisa jadi lantaran ada yang mungkin kurang berkenan.
Mengapa? Saya memberi tekanan. Menyentuh para pemangku kepentingan. Kalangan biro travel, pihak yang terlibat langsung dengan masyarakat mengecam keras. Kebijakan itu menurut mereka dianggap memberatkan. Waktu, tenaga maupun biaya.Â
Menurut salah satu pimpinan biro perjalanan haji dan umrah, apabila rekam biometrik berlanjut bisa menimbulkan kemarahan masyarakat. Heboh!
Jemaah Indonesia yang jumlahnya jutaan orang tersebar di berbagai daerah. Sementara VFS Tasheel berada di 35 titik kota saja. Biaya rekam biometrik yang besarnya Rp 117.000 jadi bengkak. Ongkos transportasi dari daerah ke kota bisa lebih mahal.
Kementerian Agama RI pun tidak sembarangan bisa mengambil sikap. Harus hati-hati. Keberangkatan umat Muslim menuju Tanah Suci pada bulan Januari sangat besar. Puncaknya nanti ketika Ramadhan. Langkah Kemnag menyetop ibadah umrah tidak mudah. Malah bisa dituding macam-macam. Serba salah.
Trik Berbagi Rezeki
Pemberlakuan rekam biometrik menunjukkan tingginya semangat Visi Misi Arab Saudi Menuju 2030. Pemerintah Saudi membuka lebar-lebar kesempatan warga Muslim di seluruh dunia nuntuk menikmati tempat wisata menarik di sana. Otoritas Saudi beranggapan destinasi wisata ziarah yang meliputi objek sejarah dan budaya Islam memiliki potensi sumber pendapatan besar.
Para pengamat menilai Visi 2030 Arab Saudi merupakan senjata meraih pundi-pundi baru. Pemerintah Saudi sedang menggali sektor pariwisata, seiring mulai terpuruknya industri minyak yang selama ini menjadi andalan utama.
Akhir tahun 2018 kawan saya berada di Abu Dhabi. Dia bertemu kolega se-kampus (UIN Malang) bekerja di Kedutaan Arab Saudi, Jakarta. Persoalan biometrik, katanya, sangat menggelitik. Menjadi bahasan hangat internal Kedutaan Besar Negara Saudi di Jakarta.
Doktor yang juga pengajar Bahasa Arab di Universitas Negeri Malang ini memiliki dugaan. Tingginya kunjungan orang Indonesia ke Saudi menimbulkan ispirasi keekonomian. Biometrik menjadi sebuah trik. Membuatkan pintu masuk. Agar travel lokal Saudi ikut kecipratan rezeki. Kue harus dibagi-bagi.
Kata kawan saya, Pemerintah Saudi akhirnya menarik pulang Osamah Muhammad Al Shuaibi, Dubesnya di Jakarta. Meskipun alasan penggantian itu bernuansa politis, lanjutnya, Osamah punya kaitan biometrik. Saat dia menjabat, biometrik sempat menjadi tarik ulur.
Tapi syukurlah, ada jalan keluarnya. Pemerintah cepat tanggap. Langkah cukup melegakan. Janganlah karena tarik menarik biometrik nanti rakyat yang tercekik.
Pokoknya rekam biometrik ditunda. Saya menyampaikan selamat.
Artikel terkait: Repotnya Rekam Biometrik untuk Jamaah Umrah dan Haji
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H