Mohon tunggu...
Arifin BeHa
Arifin BeHa Mohon Tunggu... Penulis - Wartawan senior tinggal di Surabaya

Wartawan senior tinggal di Surabaya. Dan penulis buku.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Danarto: Ya, Allah, Matikan Hamba

11 April 2018   11:37 Diperbarui: 11 April 2018   19:27 2803
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu judul Ya, Allah, Matikan Hamba (Dok Paribadi)

ALANGKAH bahagia hamba jika Engkau, ya, Allah, berkenan mencabut nyawa hamba sekarang juga, di Tanah Suci ini. Matikan hamba, ya, Allah. Ada saat-saat perjalanan, ada saat sampai.

Ibadat haji sesungguhnya saat manusia bergabung kembali dengan kehidupan esensinya. Apakah hamba telah jadi idiot dengan pura-pura tidak tahu ketika Engkau menempa cincin pertalian Kita: Allah, Allah, Allah. Maha Suci Engkau, ya, Allah yang telah menciptakan ibadat haji. Ada bumbu pasir, gunung batu, tanaman kering, dan udara panas yang berseru: di sini sudah dibangun tempat menyatu.

Masjid Nabi-Mu, Masjidil Haram-Mu adalah udara yang mengangkat semua jemaah hingga kaki-kaki tak menyentuh tanah lagi. Siapa mendorong salatmu, napas yang bertalu-talu: Allah, Allah, Allah. Ibadat ifrad yang ditempuh adalah jalan menuju penyatuan itu, matikan hamba, ya, Allah.

Tidak ada yang perlu hamba pertahankan di dunia ini hamba hanya, suatu tempat yang tidak cocok, suatu tempat yang bikin gerah. Peluh dan air mata hamba sama derasnya berlelehan.

Dunia adalah suatu cita-cita yang tidak tercapai. Apa yang perlu hamba pertahankan terhadap suatu tempat yang sesungguhnya asing, tak pernah kami berkenan sebelumnya, ya, Allah, Engkau tahu itu. Apakah ada niat kesengajaan? Ya, Allah, hanya kematian yang dapat menentramkan jiwa hamba yang rusuh ini.

Hamba telah sampai batas dengan memahami penderitaan ini. Ini bukan tempat seharusnya hamba dilahirkan, dunia, dunia, dunia, semoga dibungkus kembali dan diberikan kepada yang tepat.

Bisakah ditanggungkan lagi, berdiri di suatu tempat di mana kejenuhan memenuhi segala-galanya. Tanpa mengurangi rasa syukur hamba kepada-Mu, ya, Allah, apa gunanya ini semua, suatu properti yang pada dasarnya kurang berguna, dibuat-buat dan mokal.

Orang Jawa Naik Haji Karya Danarto (Dok Pribadi)
Orang Jawa Naik Haji Karya Danarto (Dok Pribadi)
Ya, Allah, karuniai hamba cinta sebesar cinta yang Engkau karuniakan kepada Rabiah al Adawiyah. Karuniai hamba rasa takut sebesar rasa takut yang Engkau karuniakan kepada Hasan Basri. Karuniai hamba penyatuan sebesar penyatuan yang Engkau karuniakan kepada Al Hallaj. Tapi matikan hamba sekarang. Sekarang ini. Di Tanah Suci ini.

Lihatlah hamba, termangu-mangu di suatu tempat yang Engkau tidak ada. Betapa sengsaranya. Di mana Engkau meliputi, di sini hamba hidup. Ya, di sini, di Tanah Suci ini. Maka matikan hamba. Matikan.

Dua puluh malam telah saya lewatkan dengan tidur di depan Ka'bah atau lantai Masjidil Haram, dengan harapan untuk tidak bangun kembali. Jika doa saya itu diterima Allah, saya bayangkan bagaimana saya melepask an diri dari daging pakaian saya yang hina dina itu, plong, kelegaan yang luar biasa karena diliputi kasih sayang yang tak terhingga. Lalu roh saya itu, atau apa pun namanya, yang telah diampuni Allah, berjalan-jalan di surga.

Barangkali saya saat itu sudah merupakan cahaya atau baiklah disebut saja kunang-kunang, yang melenting ke sana-kemari dengan begitu riangnya, di suatu tempat yang panas tidak panas, dingin tidak dingin. Apakah itu bukan sebagus-bagusnya jelmaan dan sebagus-bagusnya tempat. Segala berakhir sudah. Sampai di sini. Tak ada nama lain bagi diri saya waktu itu kecuali gumpalan kebahagiaan. Tidak ada kebahagiaan kecuali doa yang dikabulkan.

Salah satu judul Ya, Allah, Matikan Hamba (Dok Paribadi)
Salah satu judul Ya, Allah, Matikan Hamba (Dok Paribadi)
Memohon mati di Tanah Suci ketika beribadat haji, saya pikir wajar saja. Rasanya saya tidak sendirian. Tentu ribuan jemaah yang lan punya keinginan seperti saya. Ah, jangan-jangan memohon mati itu dosa. Ah, jangan begitu. Apa alasannya. Mati 'kan hal biasa. Ya, karena mati bagian dari hidup, hingga memohon mati adalah sama wajarnya dengan memohon hidup, waktu kita sedang sakit misalnya.

"Apakah Pak Abidin kepingin mati di Tanah Suci?" Tanya saya kepada Pak Abidin dari Majalah Tempo. "Tidak saya harus membesarkan anak-anak dulu," jawab bapak yang naik haji bersama sang istri itu.

Sebelumnya saya mengira Pak Abidin juga memohon mati seperti saya. Wah, saya bisa salah duga   dengan jemaah yang lain. Konon Kiai Bisri Syansuri (Pimpinan NU) berkali-kali memohon mati di Tanah Suci, ketika beberpa kali menunaikan ibadt haji. Beliau meninggal di Jombang.

Yang bahagia adalah Subchan Z.E. dan Bung Tomo, yang "berhasil" meninggal di Tanah Suci. Juga Kamino, teman serombongan yang sebaya dengan saya.

Pagi itu 22 September, saya mau mengumrahkan almarhum ibu saya, setelah ibadat haji saya selesai sehari sebelumnya. Kamino, seorang suami yang belum punya anak, pergi haji sendirian, karena sang istri sudah hajah setahun yang lalu.

Pagi itu badannya panas dan tidak kuat berdiri. Saya bersama seorang bapak memapahnya ke balai pengobatan KBRI yang jaraknya hanya 200 meter. Rupanya perutnya menolak makanan. Meski lemas, semangatnya masih kuat. Di balai pengobatan dengan bersemangat ia minta diinfus. Boleh juga Kamino dalam menebak kondisi tubuhnya. Memang ia diinfus. Namun tak tertolong, ia meninggal malamnya. Ia terkena sengatan matahari.

Tengah malam menjelang kami kembali ke tanah air, pintu kamar diketuk. Setelah dibuka tak ada seorang pun. Lalu ketukan berulang dan dibuka lagi, namun tak ada siapa pun yang mengetuknya.

Kami lalu menganggap Kamino yang telah berada di alam barzah yang mengetuknya. Barangkali ingin mengucapkan selamat jalan. Ketukan itulah yang mengingatkan saya kepada istrinya, di Tanjung Priok, yang kemudian saya bawakan 10 liter air Zam-Zam sebagai oleh-oleh.

"Alangkah bahagianya Kamino meninggal di Mekkah ini," ujar saya kepada teman-teman. Sebelum dikuburkan, Kamino disalatkan di Masjidil Haram, di antara doa ratusan ribu jemaah, ketika salat Asar. Kamino mestinya kamu mengajak saya. Enak saja kamu pergi sendirian, meninggalkan saya yang terbengong-bengong di depan Ka'bah. Kamu sekarang pasti bahagia, ya, 'kan.

Danarto 34 tahun silam (Dok Pribadi)
Danarto 34 tahun silam (Dok Pribadi)
Apakah kamu lantas tertegun ketika kamu lepas dari tubuhnmu sambil berguman, "O, jadi selama ini, selama hidup di dunia ini, cuma mimpi belaka." Lalu kamu bangun pelan-pelan, barangkali begitu. Persis bangun tidur, bukankah Kanjeng Nabi pernah bersabda begitu. Dan kamu lalu memandang berkeliling, suatu alam yang sejuk. Barangkali.

Lalu kamu mencari-cari teman-temanmu. "Lho ke mana Ahmad Sukarno dan Danarto yang memapah saya tadi?" Barangkali kamu bergumam seperti itu. Ah, siwalan kamu Kamino, pergi nggak ngajak-ngajak.... (Buku "Orang Jawa Naik Haji")

[Obituari: Danarto (27 Juni 1940 -- 10 April 2018) seorang cerpenis, penyair, dramawan, dan pelukis yang dilahirkan di Sragen, Jawa Tengah. Kumpulan cerpennya; Dodlob, Adam Makrifat, Berhala, Orang Jawa Naik Haji, Gerak-Gerak Allah, Asmaraloka, dan Setangkai Melati di SayapJibril]

Buku Orang Jawa Naik Haji karya Danarto, sebuah laporan perjalanan yang dimuat secara bersambung di Majalah Mingguan ZAMAN. Danarto menuturkan pengalamannya secara lugu dan didasari persepsinya -persepsinya orang Jawa- terhadap berbagai aspek ibadah haji: mulai dari perjalanan sampai ritualnya. Buku ini diterbitkan pada tahun 1984, dan beberapa kali cetak ulang ; 1987, 1991, 1993 dan 1994.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun