Dalam dua tahun terakhir, kesadaran publik kerap tercurahkan melalui WhatsApp yang populer disingkat WA. Model pesan berantai seolah menyihir kehidupan sehari-hari.
Dalam konteks ini, sejumlah komunitas jejaring sosial WA menjadi fenoma hebat, menembus hampir semua lapis kehidupan. Muncul kemudian sebutan WAG (WhatsApp Group) di berbagai sektor, apakah itu grup sekretariat negara, grup bisnis, grup arisan, grup reuni sekolah, grup slengekan hingga grup di tempat-tempat ibadah. Maka ramailah berbagai komunitas membentuk jejaring WA Grup disesuaikan dengan latar belakang historis setiap komunitas. Aspek mendasar yang terdapat dalam kehidupan jejaring adalah terdapatnya hubungan, siapa terhubung kepada siapa dan adanya penularan, siapa menularkan apa kepada siapa.
Persahabatan yang terjalin tidak hanya cerdas, tetapi juga dipenuhi oleh berbagai pesan berantai- termasuk diselingi berbagai foto dan gambar- termasuk menawarkan solusi jika ada persoalan di sekitarnya. Orang-orang di sekitarnya itu adalah para kerabat atau para sahabat.
Secara pribadi saya terkoneksi dengan beberapa WAG, antara lain:
- Takmir Masjid AL Muslimun Rungkut Barata Surabaya, komunitas tempat ibadah berada di dekat rumah.
- Keluarga AWS/STIKOSA, komunitas rekan alumni Akademi Wartawan Surabaya yang di kemudian hari menjadi Sekolah Tinggi Komunikasi
- KeluargaMuslim HR SURYA, komunitas para sahabat tempat dimana saya pernah berkarya sebagai wartawan
- ALUMNI JOKODOLOG, jejaring sosial para wartawan dari beberapa suratkabar dan media online. Jokodolog merupakan representasi dari markas Persatuan Wartawan Indonesia Cabang Jawa Timur yang berada di Jl. Taman Apsari, Surabaya persis berhadapan situs Patung Jokodolog. Di markas ini tempat kami menikmati macam-macam kehidupan profesi wartawan.
Diluar itu masih ada beberapa grup lagi. Namun sengaja dihapus karena kurang memiliki aroma silaturahim. Yang ada cuma celetukan nyinyir tanpa manfaat, bahkan mendatangkan hal-hal negatif yang menghapuskan energi positif.
Keluarga AWS/STIKOSA anggotanya banyak beraktivitas di Jakarta. Untuk menjaga silaturahim, mereka rajin kopi darat, alias bertemu secara fisik. Kalau sudah begitu, foto-foto mereka terkirim ke WAG selalu heboh, menandakan hangatnya arti persahabatan. Keberadaan grup AWS/STIKOSA sudah berjalan dua tahun. Lebih mengutamakan azas kekeluargaan, tidak lebih dan tidak kurang.
Sementara itu Keluarga Muslim HR SURYA beda lagi. Pesan tersampaikan sangat religi, tidak jarang dilengkapi kutipan ayat Al Quran dan hadist Nabi. Bahkan satu rekan senantiasa mengingatkan jadwal awal sholat subuh.
Sarana Ampuh
Hebatnya jejaring sosial ini untuk menggalang empati sungguh terbukti. Hari Sabtu (22/10/2016) selepas sholat maghrib, kontak WAG ALUMNI JOKODOLOG dikejutkan informasi, salah seorang sahabat, mantan Wapimred sebuah koran “tersandera” rumahsakit di Surabaya.
Dimotori oleh salah seorang senior wartawan, anggota WAG saling kontak. Dalam waktu singkat terkumpul uang sebesar Rp 4.900.000. Malam itu beberapa anggota grup mendatangi rumah kawan yang sedang sakit. Ini tentu bukan persoalan dana, tetapi lebih karena salah paham saja. Terbukti dia sudah boleh pulang. Kawan ini mengalami kemunduran fisik, selain susah mendengar, juga mengalami komplikasi penyakit jantung, diabetis dan kanker usus. Ini namanya ujian iman.
Teman-teman di WA Grup, apapun namanya yakinlah kepedulian terhadap lingkungan para sahabat merupakan inovasi yang bakal melahirkan karya bernilai. Media jejaring, tidak hanya dapat menularkan emosi, baik secara positif ataupun negatif, namun juga dapat menghubungkan temannya teman dalam suatu hubungan yang akrab dan intim.
Sebuah persahabatan itu bagaikan kencing di celana. Setiap orang dapat melihat, tapi (tetap) hanya kita yg bisa membedakan rasa hangatnya.
Eh...jangan kencing beneran di celana lho, ya! Ini cuman kiasan kok! Héhéhé...
Salam sehat!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H