Puasa bukan saja kegiatan ibadah bagi umat beragama, tetapi juga kegiatan mengatur pola makan untuk tujuan kesehatan. Dari makna tafsir yang terkandung, tersirat dan tersurat dari ajaran ibadah puasa itulah terungkap tuntunan agar manusia mengatur gaya hudup pola makan untuk mencapai kesehatan prima.
Perintah ibadah puasa tidak ditujukan kepada seluruh umat manusia, tetapi hanya untuk orang-orang yang beriman (ya ayuhal ladzina amanu) agar menuju menjadi orang-orang yang bertaqwa (la lakun tataqun). Pengertian logisnya bahwa orang yang menjalankan ibadah puasa karena keimanannya, harus konsekuen dan konsisten menjalankan aturan itu dalam kehidupan sehari-harinya diluar bulan puasa sebagai bentuk wujut taqwa tersebut . Dalam hal ini keteraturan pola dan jadwal makan sesuai aturan normative yang terkait dengan makanan.
Dalam ilmu gizi dan ilmu kesehatan pada umumnya, aturan itu mengacu kepada hukum alam atau tepatnya keteraturan secara fisiologis biologis organ-organ dalam tubuh manusia. Semua organ patuh teratur ‘bekerja’ menopang kehidupan secara sistematis saling ada keterkaitan satu sama lain. Umumnya orang hanya ingat jantung berdenyut sekian kali permenit, frekuensi nafas sekian kali permenit. Hampir-hampir terlewatkan perhatian, bahwa organ pencernaan bekerja juga teratur menjalankan tugasnya. Gerakan peristaltik usus dalam mencerna makanan sekian kali permenit dan organ lain mengeluarkan enzim membantu pencernaan makanan, dsb.
Dalam ajaran ibadah puasa, Allah sebagai penguasa alam satu-satunya memperingatkan dengan tegas dan keras melalui surat perintah yang hukumnya wajib dijalankan bagi orang-orang yang beriman. Hukum wajib yang dalam istilah agama disebut sebagai hukum abstrak ini dijabarkan kedalam hukum nyata (seringkali disebut hukum positif) dalam berbagai bentuk undang-undang dan peraturan perundangan lainnya. Selanjutnya muncul kemudian undang-undang dan peraturan perundangan lainnya yang lebih spesifik. Dari UU Pangan, UU Kesehatan, Perlindungan Konsumen, dsb. Sampai peraturan yang lebih rinci bersifat fungsional, antara lain peraturan asupan kecukupan gizi, peraturan pola dan jadwal makan, dsb.
Tinjauan peraturan normative ilmu gizi terdapat terdapat dua komponen gizi atau nutrisi, yaitu makronutrien dan mikronutrien. Yang termasuk makronutrien adalah karbohidrat, protein dan lemak. Kemudian mikronutrien adalah vitamin, mineral dan air. Dalam pengertian air, adalah air bersih yang berada tersendiri untuk konsumsi maupun air yang terikat atau berada dalam jaringan bahan pangan terutama dalam buah-buahan dan sayuran. Air adalah sumber keberadaan berbagai mineral. Dengan perkataan lain mineral terlarut dalam air maupun terikat dalam air buah-buahan dan sayuran.
Perlu diketahui terdapat pembagian jadwal atau pola makan dalam pengertian makan utama (meal) dan makan selingan atau cemilan (snack). Makan utama adalah makan pagi (sarapan), makan siang dan makan malam. Diantara waktu makan utama terdapat waktu makan selingan cemilan, yaitu diantara waktu makan pagi dan makan siang (selingan pagi). Kemudian antara waktu makan siang dan makan malam (selingan sore). Selanjutnya diantara waktu makan malam dan makan pagi hari berikutnya (selingan malam). Sehingga idealnya terdapat enam kali acara menikmati makan.
Kapasitas lambung perut terbatas pada setiap orang yang tidak sama antar seseorang dan lain orang. Aturan asupan kecukupan gizi harus dipenuhi untuk memperoleh target kesehatan yang prima. Dilain fihak zat gizi berada dalam bahan pangan yang disebut dengan istilah volumenious atau jumlah yang sangat banyak. Sehingga perut tidak mungkin mampu menampung sejumlah bahan pangan sesuai aturan. Perlu diatur sedemikian rupa melalui jadwal makan, tahap demi tahap sampai terpenuhi dan terkonsumsi bahan pangan porsi tersebut.
Dengan mematuhi jadwal makan yang ideal enam kali dalam sehari seolah ada kegiatan sering makan (meal). Dari sinilah mungkin terbentuk istilah sering makan atau nge-meal (ngemil) dan makanan selingan yang notabene mengandung unsur makronutrien dan mikronutrien disebut cemilan. Idealnya makanan cemilan terdiri unsure mikronutrien yang belum terkonsumsi oada acara makan utama. Karena keterbatasan kapasitas perut.
Dalam acara makan utama hendaknya diprioritaskan mengkonsumsi bahan pangan yang mengandung makronutrien. Antara lain nasi, ubi, mi, daging, susu, telur dan ikan. Kemudian makan selingan atau cemilan prioritas untuk bahan pangan sumber mikronutrien, yaitu buah-buahan, sayuran dan air minum. Pemilihan air minum harus cermat, selain higienis juga mengandung unsur-unsur mineral yang lengkap. Tidak semua sumber air minum mempunyai komposisi atau formulasi yang lengkap. Banyak dipengaruhi oleh lingkungan sumber air itu berada. Air minum bersumber dari pegunungan diyakini lebih baik daripada air minum yang berasal dari olahan air sungai yang banyak digunakan sebagai sumber air baku Perusahaan Pengolahan Air Minum milik pemerintah daerah.
Sungguh bijaksana memilih air minum bersumber dari pegunungan dan diolah sedemikian rupa, diformulasikan sehingga komposisinya menjadi lengkap sesuai aturan normative asupan kebutuhan gizi. Salah satu dari air minum yang dimaksud adalah air minum dalam kemasan (AMDK) gallon, botol maupun gelas dari bahan tidak mudah pecah yang food grade. Tidak berlebihan kiranya kalau memilih AMDK dengan merek dagang AQUA.
Mengingat bahwa AMDK ini dibuat di pabrik dengan standarisasi berbagai laboratorium. Dari laboratorium industri SNI, SII, BPOM, kesehatan, keamanan pangan, perlindungan konsumen, dll. Sesuai dengan peraturan perundangan pemerintah mengacu pada hukum nyata atau sering disebut hukum positif. Lebih dari itu pada lebel AQUA terdapat rekomendasi ‘halal’ dari MUI yang notabene mengacu pada hukum abstrak yang dikenal dalam aturan ibadah.
Orang yang menjalankan ibadah puasa didasari oleh keimanannya akan mematuhi semua rukun dan syarat, sehingga terjadi keteraturan jadwal dan pola makan sedemikian rupa. Seiring dengan keteraturan hukum alam atau hukum Tuhan terkait kinerja dan etos kerja organ tubuh dalam hal ini organ-organ pencernaan yang pada dasarnya teratur sesuai kodratnya.
Dilain pihak orang berpuasa ada kecenderungan bahkan kepastian gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan pangan dengan sebaik-baiknya, kwalitas maupun kwantitasnya sesuai aturan normative tentang gizi. Bahkan ada pemahaman yang berlebih bahwa puasa perlu dibarengi dengan ‘menimbun pangan’ di malam harinya. Malam hari berusaha makan sebanyak-banyaknya untuk menghadapi puasa di esok harinya.
Dampak positif patuh terhadap keteraturan jadwal makan dan pasokan pangan kedalam tubuh yang lebih dari cukup dan seimbang kwalitas maupun kwantitasnya. Menghsilkan efisiensi dan efektifitas pengolahan pangan bergizi dalam tubuh (metabolisme) menjadi lebih baik. Efek yang nampak ada orang yang merasa menjadi lebih gemuk dan sehat setelah menjalankan ibadah puasa. Meskipun puasa hanya dalam waktu satu bulan tetapi dijalankan dengan baik dan benar karena keimanan, organ tubuh merespon dengan menampilkan gambaran tubuh yang gemuk dan sehat.
Apalagi kalau gaya hidup puasa itu dijalani sepanjang waktu diluar bulan puasa, dengan konsekuen dan konsisten dalam segala aspek kehidupan yang terkandung didalamnya. Dapat digambarkan bahwa inilah bentuk konkrit perubahan dari orang yang beriman menjadi orang yang bertaqwa, sebagaimana diisyaratkan dalam ajaran menjalankan ibadah puasa. Boleh jadi gemuk dan sehat setelah orang berpuasa, adalah bentuk nyata dari anugerah Allah yang sering disebut-sebut dengan lailatul qadar.
Dari tinjauan tauziah para ulama bahwa salah satu tanda orang yang mendapat lailatul qadar antara lain adalah wajah bersinar berseri-seri dan berbagai perilaku yang sangat baik. Logika ilmiah gambaran orang tersebut dapat dipastikan berada pada orang yang sehat wal afiat lahir maupun batin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H