Mengacu pada QS 107:1-7 (Al Maun), dan salah satu ayat lain yang kurang lebih terjemahannya adalah ‘maka putuslah hubungan orang yang telah meninggal, kecuali anak soleh yang selalu mendoakan orang tuanya’. Ditambah ayat lain lagi yang terjemahannya berbunyi ‘ingatlah bahwa sebagian harta itu adalah bagian dari anak yatim’.
Terjemahan dan tafsir tentang surah tersebut sudah banyak orang hafal diluar kepala. Namun tidak banyak orang yang mampu memaknai dan menerapkan ajaran tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Pada kajian ayat-ayat suci tersebut antara lain terdapat kata-kata anak yatim, anak soleh dan orang miskin. Memang tidak serta merta kondisi itu berhubungsan satu sama lainnya. Namun fakta dan mungkin data menunjukkan bahwa banyak anak yatim yang berasal dari keluarga miskin, kecil kemungkinannya menjadi anak soleh.
Kesimpulan kajian ayat-ayat dalam kitab suci tersebut mengisaratkan bahwa perlu ada kepedulian kepada anak yatim, agar tidak putus sekolah dan menjadi anak soleh. Kepedulian itu perlu dibangun mulai dari keluarga dekatnya. Kalau keluarga dekat tidak mampu juga, tetangga dekatnya. Kalau tetangga dekat juga tidak mampu, tetangga jauh atau masyarakat disekitarnya dalam pengertian ukuwah islamiah ‘bertanggung jawab’ terhadap kehidupan anak yatim.
Dalam mengkaji pengertian anak soleh juga masih banyak orang yang belum memaknai secara baik dan benar. Antara lain bahwa anak soleh tidak terjadi secara tiba-tiba, tetapi melalui proses yang panjang. Proses yang panjang itu diantaranya adalah melalui pendidikan, baik formal, informal maupun non formal. Suatu pendidikan yang dilakukan oleh orang tua maupun orang dewasa lainnya.
Banyak orang tahu bahwa pendidikan masih merupakan barang mahal, terutama pendidikan tinggi. Pemerintah telah banyak berbuat menjawab tantangan ini, antara lain melalui program wajib belajar dan beasiswa. Kini yang terbaru adalah program Kartu Indonesia Pintar yang dicanangkan oleh pemerintah yang baru terbentuk kali ini. Namun tentu belum banyak dapat menuntaskan keluhan masyarakat selama ini.
Lazismu, sebagai institusi nirlaba yang dibentuk oleh masyarakat untuk mengelola uang yang berasal zakat, infak, sodakoh dan amal sumbangan-sumbangan lain dari masyarakat. Sungguh suatu bentuk kepedulian yang luar biasa mulia, tidak selalu bergantung pada pemerintah dalam pembiayaan pendidikan. Perlu diapresiasi dan menjadi contoh bagi komunitas masyarakat lain atau lembaga swadaya masyarakat dan organisasi sosial lainnya.
Kini perlu Lazismu untuk lebih unjuk gigi, demo unjuk kebolehan mengembangkan pengelolaan pendidikan berbasis santunan zakat yang dikemas dalam bentuk tabungan asuransi berjangka bagi anak sekolah masuk pergurusan tinggi, terutama bagi anak-anak yatim berprestasi dari keluarga kalangan prasejahtera dan anak-anak berprestasi dari kalangan keluarga penyandang masalah sosial ekonomi.
Seleksi dan identifikasi anak-anak sejak masuk sekolah dasar. Berikan santunan biaya pendidikan dalam bentuk tabungan asuransi pendidikan anak sekolah berjangka waktu sekian tahun, jatuh tempo tepat pada saat perkiraan anak-anak tersebut lulus pendidikan menengah atau akan memasuki perguruan tinggi. Uang terkumpul ini canangkan untuk membayar uang pangkal masuk perguruan tinggi yang kini dirasakan mahal oleh sebagian masyarakat.
Dalam kaitan seandainya anak peserta didik ini oleh karena sesuatu hal tidak dapat melanjutkan ke perguruan tinggi, maka dapat ditunda tahun berikutnya dan tahun berikutnya lagi. Sesuai masa berlakunya setiap ijasah pendidikan menengah unyuk masuk perguruan tinggi, yaitu selama 3 tahun terhitung mulai saat diperolehnya ijasah tersebut.
Kalaupun sangat terpaksa tidak berhasil masuk perguruan tinggi, maka uang ini dapat dipergunakan untuk modal kerja wiraswasta. Misalnya cukup untuk uang muka membeli motor gandeng bak terbuka gerobak, sebagai sarana berjualan asongan dengan kapasitas dan jangkauan yang jauh. Atau membeli motor bekas layak jalan sebagai sarana tranportasi sektor informal ‘angling darma (angkutan lingkungan dari masyarakat) atau lebih populer disebut dengan istilah ‘ojek’, misalnya.
Bagi anak-anak yang lolos ujian masuk perguruan tinggi (SNMPTN) biayai terus anak-anak tersebut yang kini telah menjadi mahasiswa perguruan tinggi. Dengan suatu perjanjian tertulis ‘mengembalikan dengan membayar secara angsuran selama sekian tahun, terhitung mulai mahasiswa tersebut lulus dan bekerja atau mempunyai penghasilan’. Selama sekian tahun sesuai kemampuan mengacu pada penghasilannya. Perputaran uang ini dikemas dalam ekonomi syariah yang kini sudah banyak dikenal melalui berbagai Bank Syariah, Bank Muamalat dan Islamic Bank (iB)
Dengan pembinaan dan pemantauan yang ketat mahasiswa tersebut diikat dengan suatu perjanjian tertulis mengacu pada hukum positif yang berlaku. Ditambah dengan pembinaan mental secara persuasif mengacu pada hukum abstak atau ajaran agama yang dianutnya. Tidak harus anak-anak dari kalanan keluarga muslim, tetapi juga perlu ditawarkan kepada keluarga beragama lain. Dengan demikian Lazismu juga menjadi tauladan sebagai perintis tentang ‘solidaritas dan rasa kesetiakawanan sosial kehidupan antar lintas umat beragama’ yang juga masih ‘mahal’ di negeri ini.
Tags : aksibarenglazismu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H