hari yang berlalu membawa kau pada masa lalu yang penuh kilau cahaya,Â
kau membaca satu persatu surat-surat yang pernah kutulis dengan penuh rasa perih.Â
bayang-bayangmu samar tertera pada kertas basah yang kugengam.Â
akankah ini adalah surat terakhir yang kubaca darimu?
kau begitu jauh namun begitu dekat di dalam diri.
aku sulit menerjemahankan kedalaman matamu yang seperti cermin.
aku berada di sana dalam sekali waktu
aku meminjam dua matamu,Â
untuk membaca apa-apa yang kau tuliskan pada kertas basah yang berulang ulang kubaca di dalam diri sepanjang waktu.
aku begitu jauh, lebih jauh dari kisah-kisah masa lalu berabad yang lalu,Â
tetapi kau membawa pada suatu peristiwa membaca lagi namamu dengan tertatih.Â
aku seperti seorang idiot yang berbincang dengan kertas basah yang tertulis kata-kata darimu;
perih di dadamu adalah air mataku yang jatuh berhari-hari menangisi kepergianmu bertahun-tahun yang lalu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H