Mohon tunggu...
Arif GilangDwi
Arif GilangDwi Mohon Tunggu... Freelancer - Manusia

Penulis lepas

Selanjutnya

Tutup

Book

Pariah

8 Februari 2023   19:46 Diperbarui: 8 Februari 2023   19:50 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Book. Sumber ilustrasi: Freepik

"Sekarang, aku akan bangkit dan pergi. 

Ke jurang di seberang lembah kesengsaraan ini

Ke jurang berbatu karang

Di mana air sejuk dan jernih

Dan udara segar dengan rumput-rumput berbunga"

 

Saya baru saja selesai membaca Kappa, novel tipis karya (meminjam istilah Bima Satria) penulis aneh dari Jepang, Ryunosuke Akutagawa. Buku yang saya beli secara 'tidak sengaja', ketika saya mengunjungi sebuah pameran buku. Saya beli karena dijual secara paket dengan beberapa buku lain dan tentu saja dengan harga lebih murah.

Kappa merupakan makhluk serupa monster rawa dari cerita rakyat Jepang. Bertubuh kecil, kulit berlendir dengan kepala cekung. Mereka hidup di dunia yang berlainan dengan dunia manusia. Kendati demikian, di dunia Kappa juga mengenal agama, perang, hukum, seni, juga kontrol kelahiran. Secara tidak langsung, dunia Kappa merupakan interprestasi dari dunia manusia.

Kappa  sendiri merupakan cerita seorang pasien Skizofrenia dari sebuah rumah sakit jiwa. Ia bercerita bahwa ia pernah 'terdampar' di dunia kappa ketika ia tengah beristirahat di lembah Azusa dari perjalanannya mendaki gunung Hotaka. Ia melihat makhluk kappa dan berusaha mengejarnya. Ia kemudian terjatuh ke sebuah lubang yang kemudian mengantarkannya masuk ke dunia kappa.

*

Secara khusus, barangkali Ryunosuke sedang menyindir budaya masyarakat modern di Jepang. Namun secara umum, barangkali ia tengah mengajak pembacanya untuk memikirkan dan merasakan perjalanan surealisme antara dunia kappa dengan dunia manusia. Tentang manusia yang terasing dari masyarakat dan kebudayaannya sendiri. Merasa aneh terhadap apapun. Terjebak dallam dunia kappa manusia.

Saya pernah menulis buku kumpulan puisi berjudul Kelana. Buku yang merupakan cerminan kondisi emosi saya waktu itu. Murung dan gelap. Saya kemudian membayangkan bagaimana jadinya ketika manusia dapat memilih untuk dilahirkan atau tidak---seperti di dunia kappa. Barangkali, kita (atau setidaknya saya sendiri) tidak perlu merasakan dunia yang makin hari makin busuk ini.

"Aku tidak ingin dilahirkan. Pertama, karena aku tidak ingin mewarisi darahmu. Kegilaanmu sudah cukup mengerikan untuk dipikirkan. Kedua, karena aku yakin, bahwa kehidupan kappa terlalu mengerikan"

Tidak. Saya sangat mencintai Ayah dan Ibu. Saya hanya benci semua hal yang membuat hidup menjadi terasing seperti ini. Saya tidak tahu pasti, tapi saya bisa merasakannya.

"Omong-omong, apa kau seorang sosialis?

"...

"Kalau begitu, bersediakah untuk mengorbankan seorang jenius guna kepentingan seratus pengemis

"Kau sendiri apa? Ada yang mengatakan bahwa kau adalah seorang anarkis?"

Ryunosuke mencoba menyindir bahwa seni haruslah murni. Ia harus terbebas dari aturan-aturan kehidupan apapun---melampaui yang baik dan yang buruk. Tokoh kappa penyair dalam cerita Ryunosuke mengatakan bahwa ia adalah Super Kappa (Superman dalam konsep filosofi Nietzsche) dan bukan anarkis.

Sebagai kappa, penyair itu kadang juga merasa iri dengan kehidupan asmara kappa lain. Tapi, ia merasa lebih tertarik dengan hidangan di atas meja sepasang kappa yang tengah makan malam. Sebuah pilihan praksis, melampaui ideologi maupun manual moral dalam kacamata konstruksi sosial.

Saya sendiri pernah beririsan dengan gagasan-gagasan anarkisme. Lebih jauh, saya juga sempat beririsan dengan aktivitas-aktivitas kolektif anarkis lokal. Saya pernah memiliki imajinasi politik alternatif yang cukup radikal. Tapi, semuanya telah berhenti pada diri saya. Imaji kami waktu itu adalah imaji-imaji utopis, sedangkan saya dihadapkan pada masalah-masalah praksis yang perlu pemecahan praksis pula. Brengseknya, keduanya sama-sama membuang saya pada jurang keterasingan yang berbeda.

Saya (dan pekerja pada umumnya) mesti rela dibayar murah untuk pekerjaannya. Tentu saja itu adalah solusi praksis untuk tetap bertahan hidup. Satu lagi bukti bahwa praktik monopoli membuat pekerja terasing dari kerja dan hasil kerjanya.

Dalam cerita Ryunosuke, Gael, kappa sang direktur pabrik mengajak tokoh Aku yang terdampar di dunia kappa untuk mengunjungi pabrik buku. Ia memperlihatkan bagaimana buku dibuat; melemparkan kertas, tinta dan serbuk otak keledai ke dalam mesin cetak. Ia juga menceritakan bagaimana mesin-mesin baru terus berkembang dan pengangguran menjadi wabah baru di tengah masyarakat. Kendati demikian, tidak ada aksi pemogokan di dunia kappa. Karena di sana, terdapat sebuah undang-undang tentang pembantaian pekerja, di mana penganggur akan dibantai dan dagingnya akan dimakan oleh sesama kappa.

"Di negerimu (dunia manusia), beberapa di antara gadis-gadis tingkat rendahan menjadi pelacur, bukan? Kalau kau muak makan daging pekerja, itu Cuma sentimentalisme saja"

Ryunosuke kemudian seolah 'menampar' para pembacanya dengan kutipan-kutipan dari buku Kata-kata si Tolol karya Mag, si filsuf dari dunia kappa. Saya sendiri suka yang satu ini:

"Kita kurang bahagia jika dibandingkan dengan manusia. Manusia belum begitu tinggi kemajuannya dibandingkan dengan kappa"

Terkait dengan agama dan kepercayaan, Ryunosuke menceritakan bagaimana tokoh Aku diajak oleh Lap, si kappa mahasiswa ke sebuah kuil pemujaan yang megah. Di sana, ia bertemu dengan kappa pendeta yang kemudian membimbing tokoh Aku untuk menyusuri kuil dan memberikan penjelasan atas patung-patung yang ada di kuil.

Anehnya, pendeta itu memiliki rahasia, bahwa sebenarnya ia pun tidak percaya kepada dewa pujaannya. Ketika pendeta itu tengah membeberkan rahasianya, ia kemudian terlempar oleh kappa betina yang mengatakan bahwa pendeta itu telah mencuri dompetnya untuk digunakan mabuk-mabukan oleh si pendeta.

Dengan pengalaman-pengalaman 'aneh' tokoh Aku di dunia kappa tersebut, ia mulai tidak betah tinggal lebih lama di dalamnya. Ia mencari jalan keluar untuk kembali ke dunia manusia. Sebelum benar-benar pergi dari dunia kappa, ia ditanya oleh kappa yang membantunya mencari jalan keluar.

"Yakinkah, Anda tidak akan menyesal meninggalkan negeri ini?"

Akhirnya, tokoh Aku berhasil kembali ke dunia manusia. Namun, ia justru merasa aneh dan menghindari manusia. Setelah mencoba beradaptasi, ia kemudian meninggalkan rumah untuk sebuah perjalanan. Di stasiun, ia ditangkap polisi dan dibawa ke sebuah rumah sakit jiwa. Di sana, ia divonis menderita Skizofrenia oleh dokter. Namun, oleh dokter dari dunia kappa yang mengunjunginya lewat saluran air, ia dinyatakan sehat jasmani & rohani.

*

Satu kesimpulan menarik yang saya tangkap dari buku ini adalah bagaimana penyeragaman-penyeragaman yang ada justru telah menimbulkan pengasingan bagi individu-individu yang unik. Bahwa ada upaya-upaya normalisasi atas kondisi yang tidak adil. Sehingga barang siapa yang tidak mengamini kondisi tersebut bakal terbuang, atau dianggap gila oleh konstruksi sosial yang seragam tersebut.

Brengseknya, individu-individu terbuang inilah yang selalu menderita. Ia yang kemudian mencoba merebut imaji-imaji kehidupan alternatif dari kemerosotan derajat rohani masyarakat modern. Meskipun ia sadar bahwa imaji-imaji ini juga lah yang telah membuatnya menderita. Seperti halnya dalam cerpen Anton Checkov, bahwa musuh terbesar seorang tahanan adalah keinginannya untuk bebas.

Di dunia kappa, manusia dianggal lebih berbahagia karena kemajuan berpikirnya di bawah dunia kappa. Di dunia manusia, orang yang memiliki imaji di atas 'standar normal' dianggap sedang berhalusinasi. Tersingkir. Menjadi pariah.

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun