Dalam konteks ini, penting untuk memahami pengalaman subjektif individu dan kelompok yang terlibat dalam gerakan radikal. Pendekatan fenomenologi menawarkan kerangka kerja yang tepat untuk menggali makna di balik tindakan dan keyakinan mereka, serta bagaimana mereka berinteraksi dengan lingkungan sosial dan politik yang ada. Dengan memahami perspektif mereka, diharapkan dapat ditemukan solusi yang lebih efektif untuk mencegah radikalisasi dan terorisme, serta mengurangi stigma yang dialami oleh umat Islam.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode Pendekatan fenomenologi, dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan yang lebih dalam tentang fenomena radikalisme dan terorisme di Indonesia, serta membantu dalam merumuskan solusi yang lebih efektif untuk mengatasi masalah ini dengan mempertimbangkan pengalaman dan perspektif individu yang terlibat.
PEMBAHASAN
Radikalisme dapat dipahami sebagai ideologi yang mendorong individu atau kelompok untuk melakukan tindakan ekstrem dalam mencapai tujuan politik atau sosial. Menurut Arsyad Mbai, menyatakan bahwa radikalisme merupakan dasar dari terorisme, di mana ideologi radikal berkontribusi pada meningkatnya aksi teror di Indonesia. Dalam konteks ini, radikalisme tidak hanya dilihat sebagai fenomena sosial, tetapi juga sebagai respons terhadap penindasan politik dan ekonomi yang dialami oleh umat Islam, terutama selama rezim Orde Baru.
Dari sudut pandang fenomenologi, memahami pengalaman historis yang membentuk kesadaran umat Islam di Indonesia sangat penting. Menurut Samuel Huntington dalam "Perang Peradaban" konflik antara budaya Islam dan Barat mendorong munculnya radikalisme. Warisan sejarah penindasan dan marginalisasi umat Islam di Indonesia mendorong kesadaran untuk mengembalikan kekuasaan politik Islam. Selain itu, fenomena yang berkaitan dengan ekonomi dan politik juga sangat penting. Kapitalisme membuat orang terpinggirkan secara ekonomi yang memicu radikalisasi.
Murba Abu mengidentifikasi beberapa gejala kemunculan radikalisme di kalangan umat Islam, seperti kekecewaan terhadap piagam Jakarta dan tekanan politik dari rezim Orde Baru. Pengalaman ini menciptakan rasa ketidakpuasan yang mendalam, yang mendorong individu untuk mencari alternatif melalui gerakan radikal. Selain itu, peran aparat pemerintah dalam membentuk kelompok Islam radikal juga menjadi faktor yang perlu diperhatikan.
Ketika terorisme meningkat di Indonesia, istilah "Islam radikal" menjadi lebih umum digunakan oleh media. Namun, istilah ini sering menyebabkan stigmatisasi masyarakat Islam secara keseluruhan. Seringkali ketika orang berbicara tentang terorisme mereka hanya memberikan label dan mengabaikan aspek sosial dan historis yang lebih dalam. Stereotip ini dapat memperburuk ketegangan sosial dan mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap umat Islam.
KESIMPULAN
Dalam konteks Islam kontemporer di Indonesia, radikalisme dan terorisme dapat dipahami sebagai fenomena yang kompleks dan multidimensional dengan menggunakan metodologi fenomenologi. Radikalisasi dipicu oleh stereotip yang berkembang, penindasan ekonomi dan politik, dan pengalaman masa lalu. Oleh karena itu, penting untuk menjalin komunikasi konstruktif dan memahami dasar masalah daripada hanya memberikan label yang dapat memperburuk keadaan.
DAFTAR PUSTAKA