16 kasus bullying di sekolah tercatat dalam data Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) yang dihimpun oleh Republika. Data ini mencatat kejadian pada periode Januari-Juli 2023. Tentunya masih banyak kejadian bullying yang tidak terdata dan dibiarkan di luaran sana.
Beberapa kasus bullying viral di media sosial. Masih terbekas dalam ingatan tentang seorang siswa SMP di Cilacap yang dianiaya secara brutal karena masalah geng di sekolah.Â
Kasus bullying di SMP Babelan, Bekasi turut menjadi sorotan publik. Beberapa siswa melakukan bullying dengan cara memukulkan sandal kepada adik kelas mereka secara bergantian. Pelaku yang statusnya sebagai kakak kelas ini melakukannya dengan dalih tradisi senior kepada juniornya.
Maraknya kasus bullying di sekolah ini seringkali tidak diiringi dengan penyelesaian yang tuntas dan berpihak pada korban. Kasus yang terjadi di SMP Babelan tidak diselesaikan dengan jalur hukum. Justru pelaku tetap belajar di sekolah meskipun diawasi secara ketat.
Netizen ikutan geram ketika sosok guru yang seharusnya menjadi penolong bagi siswanya yang dirundung temannya justru bersikap biasa saja pada beberapa kasus. Oknum guru ini malah menganggap semua itu hanyalah kenakalan remaja biasa. Bahkan, tidak sedikit oknum guru atau pimpinan sekolah yang terkesan melindungi pelaku dan berusaha menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan. Mereka tidak ingin citra baik sekolah menjadi tercemar dengan adanya masalah bullying.
Beberapa blunder yang dilakukan oknum-oknum guru tentu membawa penilaian yang buruk dari masyarakat. Sekolah yang seharusnya dikelola oleh guru dan menjadi ruang aman bagi siswanya justru menjadi penjara penuh kecemasan dan ketakutan.
Dinas Pendidikan di kabupaten maupun kota yang menjadi payung bagi satuan pendidkkan di bawahnya perlu serius dalam pencegahan dan penyelesaian kasus bullying. Payung hukum yang hadir dalam Permendikbudristek No. 82 Tahun 2015 sudah mendorong Dinas Pendidikan untuk membentuk satuan tugas (satgas) anti kekerasan dan menyediakan ases pengaduan secara online.Â
Satuan tugas anti kekerasan perlu dibentuk di sekolah selain satuan tugas yang dibentuk Dinas Pendidikan. Dinas pendidikan membawahi dan mengawasi puluhan sampai ratusan sekolah sehingga masing-masing sekolah perlu berkolaborasi dalam mengawal isu kekerasan di sekolah.
Satgas anti bullying dimasing-masing sekolah perlu merangkul para orang tua siswa dalam pembentukan dan operasional. Orang tua memiliki peran besar dalam pencegahan kasus bullying di sekolah. Sebab, pendidkkan pertama anak berasal dari keluarga. Pola asuh keluarga membawa pengaruh lebih besar dibandingkan proses pendidikan di sekolah oleh para guru.
Masalah bullying terjadi karena orang tua berlepas tangan dan menyerahkan urusan moral dan pengetahuan sepenuhnya kepada sekolah. Padahal, sekolah sendiri dibangun untuk membantu orang tua dan bukan tempat penitipan anak.Â
Tak terhitung jumlah orang tua yang marah dengan pihak sekolah yang tidak becus mendidik sikap anaknya sedangkan orang tua di rumah jarang sekali memberikan pekajaran moral dan budi pekerti pada anaknyam namun, tidak sedikit juga pihak sekolah yang acuh tak acuh dengan pendidikan mkral dan pencegahan kekerasan di sekolah. Selain itu, masyarakat sebagai unsur yang lebih luas perlu dilibatkan.
Konsep pendidikan anak berjalan maksimal apabila unsur sekolah, orang tua, dan masyarakat dapat menjalankan perannya dengan benar dan maksimal. Pembentukan satgas anti bullying ini nantinya perlu dilatih dengan materi tugas perkembangan anak, perilaku generasi z dan aplha dalam bersosial media, hingga prosedur ketika kasus kekerasan terjadi.Â
Sekolah sebagai tempat belajar pengetahuan, bersosialisasi, dan penanaman budi pekerti sudah selayaknya bebas dari bullying. Sebab, gambaran masa depan suatu bangsa dapat tercermin dari generasi penerus yang ada di sekolah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H