Mohon tunggu...
M. Arif Rahman Hakim
M. Arif Rahman Hakim Mohon Tunggu... Dosen - Pembelajar

Pengajar & Peneliti di IAIN Bengkulu| Mahasiswa PhD dan Peneliti di Universiti Sains Malaysia| Pengajar di English Academy Bengkulu Malaysia| Anggota Sawomateng Studio

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kewarganegaraan, Ras, Etnis & Suku (Terkait Proses Pengajaran Bahasa Inggris)

20 Juni 2017   12:11 Diperbarui: 20 Juni 2017   12:14 3573
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://www.teachingenglish.org.uk/article/a-multicultural-society

Ras

Sementara ras adalah konsep yang sangat ditentang, tanpa dasar ilmiah, atribut yang ditetapkan untuk ras adalah seringnya menonjol dalam sosial. Imigran sering ditugaskan berdasarkan identitas tertentu berdasarkan ras mereka. Jadi, misalnya, McKay dan Wong (1996) menemukan bahwa remaja imigran Cina dicap sebagai “model minoritas” yaitu, sebagai seseorang yang teliti, akademisnya cenderung baik, dan tidak mudah mengeluh. Sebaliknya, rekan-rekan Amerika Latin mereka dinilai “ilegal,” yaitu, sebagai orang yang gagal akademik dan malas.

Beberapa peserta didik menolak identitas ras yang ditetapkan; yang lain sengaja memilih salah satu yang mereka kenali. Misalnya, Ibrahim (1999), dalam studinya tentang pemuda pengungsi Afrika berbahasa Prancis di Kanada, menemukan bahwa pemuda-pemuda ini dibentuk menjadi “black” (orang kulit hitam) baik secara bahasa maupun budayanya selama pembelajaran ESL sehingga dapat mengidentifikasi diri mereka dengan orang kulit hitam di Amerika. 

Di Australia, banyak pemuda pengungsi dari Afrika menolak identifikasi sebagai orang kulit hitam, tidak ingin disamakan dengan suku Aborigin dari Australia. Orang Kulit Hitam sebenarnya adalah ras yang tidak percaya diri dan tidak stabil. Sementara orang Afrika menolak disamakan, imigran lain seperti Haiti di AS, Aborigin Australia, dan Afrika Amerika tidak merasa sensitif untuk disamakan warna kulitnya, dengan memiliki ciri khas etnik yang unik.

Etnis/Suku

Seperti disebutkan di atas, di banyak negara seperti Amerika Serikat, suku dan ras sering diucapkan secara bergantian. Ada yang menggunakan istilah kebangsaan dengan etnis, dan ada yang dengan hati-hati membedakan istilah ras dan etnis (Gollnick & Chinn, 2006). Tapi, pencampuradukkan ini menyebabkan deskripsi yang tidak akurat dari individu, terutama di negara-negara di mana imigran berusaha untuk menentukan kelompok. Seperti kita lihat di atas, negara tidak dibangun hanya dengan satu kelompok etnis. Hasil etnis dari oposisi dan perbedaan yang dirasakan adalah karena orang-orang dalam masyarakat yang homogen tidak ditentukan dengan etnis atau bahkan menganggap apakah mereka memiliki suatu etnis. Sifat oposisi etnis dihasilkan dari perbedaan kekuasaan dalam masyarakat, perbedaan yang berlaku dalam interaksi sosial. Jadi etnis hanya menjadi menonjol dalam kehidupan manusia ketika mereka dan orang lain berusaha untuk membedakan mereka dari “yang lain.” 

Jadi, misalnya, di Amerika Serikat, sensus federal yang mendefinisikan kelompok pan-etnis orang Spanyol. Kategori ini terdiri dari orang-orang dari berbagai negara yang berbeda, banyak dari mereka yang mengidentifikasi warisan negara mereka. Hal ini juga termasuk kelompok ras yang berbeda. Kategori pan-etnis Asia dan Kepulauan Pasifik juga digunakan oleh sensus Amerika Serikat yang bermasalah karena mencakup berbagai negara, yang mana warga akan membedakan antara mereka sendiri, seperti Jepang, Laos, Hmong, atau Samoa.

Pandangan kami terhadap kelompok ras dan etnis, selain yang kita identifikasikan, sering diciptakan melalui media dan melalui cara komunitas kita dianggap oleh kelompok lain. Sebagai guru bahasa asing, kita perlu memahami stereotype masyarakat yang lebih luas dan sikap ras dan etnis, serta posisi yang siswa kita adopsi, dalam rangka untuk mengembangkan kelas yang inklusif yang memberikan semua peserta didik kesempatan untuk berhasil.

Jenis Kelamin

Awal usaha menghubungkan antara jenis kelamin dan bahasa ditemukan perbedaan dalam pola bicara antara pria dan wanita, contohnya wanita lebih hati-hati dan lambat dalam berbicara (Lakoff, 1975), laki-laki lebih banyak mencela pembicaraan pada pembicaraan kelompok laki- laki-perempuan (Thorne & Henley, 1975), dan laki-laki dan perempuan yang disosialisasikan secara berbeda, dengan wanita yang berfokus pada mempertahankan hubungan sosial (social maintaining) (Tannen, 1990). Dalam usaha yang lebih baru pada pembelajaran bahasa kedua dan jenis kelamin, Pavlenko, Blackledge, Piller, dan Teutsch Dwyer (2001) mengkritik penelitian sebelumnya karena melihat gender sebagai karakteristik individu, bukannya konstruksi sosial. Selanjutnya, mereka menunjukkan bahwa gender tidak selalu berpengaruh dalam mempelajari bahasa kedua. 

Namun, mereka mencatat bahwa, sebagai dampak dari norma-norma sosial, akses ke kemampuan bahasa mendapatkan hasil yang berbeda-beda pada jenis kelamin. Mereka telah menemukan peran stereotip yang digambarkan dalam buku pelajaran mengajar bahasa Inggris. Demikian pula, kita telah melihat kelas di mana peran stereotip telah ditetapkan bahkan oleh guru yang tidak akan menganggap diri mereka seorang seksis. Sebagai contoh, mereka mungkin lebih banyak memanggil anak laki-laki daripada perempuan dalam aktivitas di kelas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun