Mohon tunggu...
Arif Rahman
Arif Rahman Mohon Tunggu... Wiraswasta - Hobi menulis

Blogger, penulis lepas.

Selanjutnya

Tutup

Money

Karyawan sebagai Brand Ambassador Lembaga Zakat

28 Juli 2016   09:25 Diperbarui: 28 Juli 2016   09:46 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kesadaran masyarakat untuk menunaikan zakat yang rendah dan maraknya pertumbuhan Lembaga Amil Zakat ( LAZ ) ternyata menciptakan persaingan LAZ yang semakin ketat. Mungkin mereka menyebutnya “fastabiqul khairat”( berlomba-lomba dalam kebaikan ). Bulan Ramadhan yang belum lama berlalu menjadi momen LAZ untuk berlomba-lomba menarik perhatian calon muzakki dan donatur untuk menyalurkan dananya melalui mereka. Salah satu strategi pemasaran yang kini dilakukan LAZ adalah menggunakan brand ambassador. Pemilihan brand ambassador ini diharapkan dapat meningkatkan citra positif dari LAZ yang dibawa oleh brand ambassador

Lalu artis-artis seperti Yulia Rachman, Oki Setiana Dewi, dan Nuri Maulida menghiasi iklan dan acara-acara Dompet Dhuafa sebagai brand ambassador. Bahkan, Ramadhan lalu, Dompet Dhuafa menantang beberapa artis mendadak jadi amil penghimpun zakat di mall seperti Aquino Umar, Ali Mustapha, Elma Theana, Ippho Santosa dan yang lainnya.  Di lembaga lain,  Filivhiena Andalusia Faishol mendampingi acara-acara  Rumah Zakat.  Opick menjadi brand ambassador LAZIS NU.

Ippho Santosa jadi amil, sumber : FB Dompet Dhuafa
Ippho Santosa jadi amil, sumber : FB Dompet Dhuafa
Sebenarnya, selain memberdayakan selebriti sebagai brand ambassador, LAZ harus mempertimbangkan karyawannya sebagai ambassador yang sangat potensial. Sebagaimana para pakar berbicara tentang karyawan sebagai brand ambassador.

Di era media sosial ini, “your most powerful ambassador is your employees”. Begitu kata Yuswohady seorang pakar marketing di Indonesia. “Anda tak perlu lagi menyewa Dian Sastro,Agnes Monica,atau Sule ratusan juta bahkan miliaran rupiah untuk menjadi brand ambassador Anda. Cukup pakai karyawan Anda yang gratis, lebih powerful, dan lebih genuine. Karyawan adalah aset tersembunyi yang akan menjadi penyebar informasi positif, pencipta conversations, dan pembela fanatik di media sosial.”

Senada dengan Yuswohady, Edelman Trust Barometer menemukan dalam surveinya bahwa karyawan biasa memiliki nilai kredibilitas yang lebih dari para dewan eksekutif. Ini membuat perusahaan tidak boleh meremehkan peran karyawannya untuk menjadi duta merek yang terpercaya. Karena karyawan ini akan menjadi pendukung dan pembela yang paling vokal, apalagi mereka bersentuhan langsung dengan basis pelanggan di lingkungannya. Inilah yang disebut word of mouth marketing.

Karyawan dapat menjadi brand ambassador yang murah. Bayangkan jika 100 saja karyawan yang loyal ngetwit tentang acara yang diadakan LAZ lalu masing-masing mereka mempunyai 100 followers, maka potensi pengguna twitter yang mengetahui acara tersebut mencapai 10.000 orang. Dan itu belum termasuk  bila ada followers yang retweet atau memberi comment. Itu baru dari twitter, apalagi kalau LAZ juga menggunakan media sosial lain seperti Facebook, Instagram, dan Youtube.

Akan tetapi, karyawan tidak serta merta bisa menjadi brand ambassador yang baik. Perlu sebuah perencanaan pengembangan Sumber Daya Manusia ( SDM ) yang sistematis yang membentuk brand SDM sebuah lembaga amil zakat. Dimanapun karyawan itu bertugas, di marketing dan fundraising, program, HRD, atau keuangan.

Saya membayangkan, karyawan Lembaga Amil Zakat akan membawa pesan-pesan LAZnya lewat 4 hal yang dapat dibangun oleh HRD dan melekat pada diri karyawan :

1. Product knowledge;

Pernahkah kita merasa tertipu oleh sales tentang sebuah produk karena sales tersebut salah menjelaskan ? dan sales itu salah menjelaskan karena pemahamannya tidak utuh. Misalnya, tentang garansi sebuah produk. Kalau sales tidak tahu dan jawab sekenanya misalnya garansinya 1 tahun. Begitu produk ada di tangan customer dan rusak pada bulan ketujuh, ternyata begitu diklaim CS menjawab garansi hanya berlaku 6 bulan. Brand dari produk tersebut langsung melorot di mata kita.

Maka, LAZ harus melakukan training serius kepada karyawannya. Siapapun. Terutama kepada sales & marketingnya, bagian fundraising-nya agar benar-benar memahami product knowledge dari lembaga amil zakat tersebut.

Produk yang “dijual” LAZ adalah program penyaluran atau pemberdayaan zakat, infaq shadaqah, dan wakaf ( ziswaf ). Oleh karena itu yang pertama harus dikuasai oleh karyawan LAZ yang akan menjadi brand ambassador adalah pemahaman tentang ziswaf terlebih dahulu. Kalau ada masyarakat yang ingin bertanya tentang ziswaf, maka idealnya yang terpikirkan oleh mereka selain ustadz adalah mereka akan bertanya kepada karyawan LAZ apapun jabatan karyawan LAZ tersebut.

Yang kedua, adalah pemahaman tentang apa itu LAZ dan tentang LAZ dimana ia berada. Misalnya karyawan Rumah Zakat harus tahu apa bedanya Rumah Zakat dengan Dompet Dhuafa misalnya. Yang ketiga, adalah pemahaman tentang dikemanakan dana ziswaf yang dihimpun dari masyarakat oleh LAZ tersebut.

Pemahaman ini seharusnya sampai pada tingkatan amal. Karyawan sebuah LAZ hendaknya menunaikan zakat pribadi atau keluarganya melalui LAZ dimana ia bekerja. Bagaimana mau meyakinkan orang lain kalau karyawan LAZ tersebut tidak yakin terhadap lembaganya sendiri.

2. Manfaat;

Karyawan sebuah LAZ yang dikenal bermanfaat di lingkungannya dapat membuat LAZ tempat ia bekerja ikut dikenal. Oleh karena itu LAZ harus memiliki program pengembangan SDM sampai tingkatan pembentukan karyawan-karyawan yang memiliki manfaat di lingkungan masyarakat tempat tinggal karyawan. Minimal, rasa kepedulian pada lingkungan yang ditumbuhkan. Selebihnya keterampilan yang dapat membuat ia bermanfaat di masyarakat dapat dilatih bertahap.

Minimal, manfaat yang ingin didistribusikan kepada lingkungan selain informasi tentang ziswaf adalah manfaat terkait dengan keberadaannya sebagai bagian dari LAZ. Terutama terkait dengan peran LAZ dalam bidang pemberdayaan atau penyaluran ziswaf. Misalnya karyawan LAZ menjadi rujukan untuk informasi kagiatan-kegiatan LAZ yang dapat diakses oleh masyarakat. Bahkan, karyawan dapat menjadi jembatan komunikasi dengan pemerintah setempat untuk kemudahan dan ketepatan penyaluran ziswaf. Karyawan juga dapat menjadi perantara yang terpercaya bagi para donatur atau muzakki yang ingin menyalurkan ziswafnya melalui LAZ tersebut.

3. Media Sosial;

LAZ perlu membuat social media policy kepada karyawannya. Karyawan tidak usah dilarang ber-media sosial. Justru, karyawan LAZ wajib like dan share artikel dari website LAZ sehingga membentuk viral yang luas. Tentu saja dengan kebijakan yang sudah diatur mengenai media sosial di lingkungan kerja. Karyawan perlu didorong untuk meningkatkan citra positif diri dan lembaganya di media sosial, bukan justru melemahkannya dengan “nyinyir” negatif soal lembaga. 

LAZ dapat bekerjasama dengan karyawan untuk membantu memasarkan ziswaf dan pemberdayaannya di media sosial. Misalnya dengan memberikan insentif atas like dan share yang positif dan viral.

4. Proud;

LAZ harus menumbuhkan kebanggaan kepada karyawan sehingga karyawan dapat dengan sukarela menyebarkan syiar ziswaf kepada masyarakat. Kebanggaan ini selanjutnya dapat menimbulkan employer brand atau brand LAZ yang dapat menarik orang-orang potensial untuk bergabung. Dengan demikian selanjutnya LAZ tersebut dapat meningkatkan product brand-nya.

Ada beberapa hal yang harus menjadi perhatian LAZ dalam menumbuhkan kebanggaan karyawan :

Pertama, kebanggaan itu tumbuh dari pemahaman karyawan akan posisinya sebagai karyawan LAZ. Sebenarnya, mereka adalah duta-duta ziswaf. Bahkan, mereka sebenarnya adalah duta-duta Islam yang mensyiarkan salah satu syariat di bidang ekonomi Islam : zakat, infaq/shadaqah, dan wakaf. Oleh karena itu sosialisasi akan peran karyawan LAZ ini harus terus diberikan kepada karyawan dalam berbagai momen.

Kedua, kebanggaan karyawan dapat tumbuh dengan menganggap karyawan sebagai asset dan diberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan keahliannya serta berbagai fasilitas diberikan untuk menunjang pekerjaannya.

Ketiga, kebanggaan karyawan dapat muncul dari kebanggaan akan pemimpinnya yang memiliki integritas, berjiwa sosial, dan bersih. Pemimpin yang selalu menginspirasi banyak orang termasuk memberikan motivasi kepada karyawannya akan menjadi salah satu faktor kebanggaan bekerja sebagai karyawan di bawah kepemimpinannya.

Karyawan yang bangga dengan pekerjaan dan lembaganya akan dengan bangga, sukarela menyebarkan nilai-nilai LAZ dengan membawa-bawa merchandise kebanggaannya seperti pendukung sepakbola dengan jersey-nya, membela LAZ kebanggaannya seperti pendukung sepakbola membelanya untuk selalu unggul dari tim lain. Sekali lagi, fastabiqul khairat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun