Mohon tunggu...
Arif Budi Setiawan
Arif Budi Setiawan Mohon Tunggu... Psikolog - M.Psi., Psikolog

Psikolog Klinis Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) dr. Arif Zainuddin Surakarta | Psikolog Klinis Aplikasi Daring Alodokter http://s.id/telekonseling | Founder www.psikologklinis.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Bagaimana Mengatur Pikiran yang Mengganggu dan Pikiran Negatif?

12 September 2022   12:00 Diperbarui: 13 September 2022   04:56 595
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Overthinking (Sumber gambar: freepik.com)

Pasien wanita usia 20-an datang ke klinik psikologi dengan ditemani oleh ayahnya. Pasien tersebut sudah bekerja dan meluangkan waktu untuk ke rumah sakit di sela-sela kesibukannya. Ia mengeluhkan bahwa ia memiliki kehidupan yang tidak menyenangkan. 

Sejak SMA, ia memiliki kedekatan dengan laki-laki selama beberapa bulan, ia memiliki perasaan yang mendalam terhadapnya, akan tetapi hubungan tersebut berakhir dengan laki-laki tersebut kembali ke mantannya. Begitu pula dengan 3 kali hubungannya dengan laki-laki di tahun-tahun berikutnya. 

Kondisi yang terus berulang tersebut membuatnya menjadi "trauma" dan kepercayaan dengan laki-laki menjadi sangat berkurang. 

Ilustrasi Overthinking (Sumber gambar: freepik.com)
Ilustrasi Overthinking (Sumber gambar: freepik.com)

Kondisi yang ia rasakan hingga berpengaruh pada kondisi fisiknya, misalnya ia bisa tiba-tiba merasa sesak nafas. 

Ia mengungkapkan harapannya agar bisa memiliki hubungan dengan laki-laki yang lebih baik, efek pikiran ke kondisi tubuh yang tidak nyaman menjadi berkurang, serta dapat menjalani hidup yang lebih rileks. 

Beban yang sama sedang ia rasakan dalam minggu-minggu terakhir. Ia dekat dengan laki-laki akan tetapi kandas dan laki-laki tersebut kembali ke hubungannya dengan mantannya. 

Kondisi ini menyebabkannya memikirkan "apa yang kurang dari saya?", "apakah masih ada laki-laki yang bisa dipercaya dan setia?", "apakah kondisi fisik saya kurang menarik?", dan pikiran negatif lainnya. 

Pikiran negatif tersebut membuatnya mengalami gangguan tidur, gemetar, jantung berdetak cepat, serta sulit untuk rileks. 

Ilustrasi Overthinking (Sumber gambar : freepik.com)
Ilustrasi Overthinking (Sumber gambar : freepik.com)

Menurut kajian CBT (Cognitive Behavior Therapy) kondisi di atas bisa ditangani dengan 3 metode:

1. Menjadi Mindfull

Kenangan masa lalu yang tidak diharapkan bisa saja tiba-tiba muncul dan membuat kita menjadi jengkel. 

Dalam contoh kasus di atas, kondisi pasien memiliki pikiran yang tiba-tiba muncul yaitu kondisi terkait dengan hubungan relasional lawan jenis (laki-laki). 

Pikiran tersebut kemudian membuatnya tenggelam hingga mengalami gangguan tidur dan ada kondisi tubuh gemetar, jantung berdetak cepat, serta kesulitan untuk rileks. 

Kondisi ini hampir mirip dengan kondisi ketika diteror, kemudian muncul kesedihan, perasaan bersalah, atau malah suatu kemarahan dan berakhir dengan apa yang biasa masyarakat kita sebut sebagai "overthinking".

Mindfull ini akan membantu membuat kita fokus pada kondisi saat ini, memiliki perhatian kepada diri sendiri, mengamati dan menggambarkan hal yang sedang terjadi. 

Mindfull ini dilakukan dengan cara yang tidak menghakimi dan tidak bereaksi secara berlebihan. Bagaimana cara melakukan mindfull ini? 

Kita bisa lakukan dengan cara mengelola pikiran negatif tersebut kemudian biarkan ia muncul akan tetapi kita mencoba agar tidak melibatkan diri terlalu dalam, bereaksi berlebihan, atau bertindak melakukan sesuatu terhadap pikiran tersebut. 

Setelah itu, kita bisa mencoba melabel "pikiran" tersebut hanya sebagai pikiran, bukan suatu fakta. Bagaimana cara melakukannya? 

Kita bisa tuliskan pikiran apa saja yang muncul dengan cara mengawali kalimat "saya memiliki pemikiran bahwa...."

Dalam contoh pasien di atas, pasien diminta untuk mengungkapkan pikiran apa yang muncul, kemudian menuliskannya di atas kertas dengan diawali kata-kata "saya memiliki pemikiran bahwa..."

Hal ini bertujuan agar apa yang kita pikirkan adalah suatu "pikiran", bukan suatu fakta atau kenyataan yang sudah terjadi. Kondisi pikiran yang mengganggu tersebut juga belum terbukti kebenarannya, dan bisa jadi masih berupa kekhawatiran saja. 

Langkah selanjutnya adalah menyadari kondisi yang sedang dirasakan saat ini serta "aware" pada lingkungan sekitar. Hal yang bisa dilakukan adalah dengan mencoba sepenuhnya menyadari apa yang sedang dilihat, apakah itu ada benda, objek, orang, atau situasi yang sedang kita lihat. 

Sadari apa yang sedang kita dengar, apa yang dirasakan oleh kulit, apa yang saat ini sedang bisa dihirup melalui hidung. Kondisi ini secara sementara akan mengalihkan pikiran "overthinking" kita ke pikiran kondisi saat ini. 

Contoh pada pasien di atas adalah pasien diminta untuk menceritakan apa yang yang sedang ia lihat, dengar, rasakan, hirup di ruangan konseling. 

Ia menyatakan sedang melihat meja-meja, alat tulis, mendengar suara AC, mendengar suara orang sedang berjalan dan bercakap-cakap, merasakan dinginnya udara AC, serta kondisi lainnya. 

Ini sejenak mengalihkan pikiran "overthinking" dan kemudian sadar bahwa ada banyak hal yang bisa kita amati dan kita pikirkan. Tidak hanya pada pikiran yang mengganggu saja.

2. Meredakan Pikiran

Ketika kondisi pikiran kita mengalami "overthinking", pikiran kita akan bercabang ke banyak hal. Pikiran ini akan terhubung dengan pikiran lainnya. 

Dalam contoh di atas pasien awalnya memiliki pikiran terkait "kenapa pacar saya lebih memilih mantannya", kemudian pikiran menjadi bercabang ke "apa hal yang kurang dari diri saya?".

Pikiran negatif ketika sudah memasuki akan mempengaruhi perasaan kemudian terkait dengan pikiran tentang peristiwa atau keyakinan tertentu lainnya. 

Meredakan pikiran ini kita menyengaja meramaikan pikiran. Pikiran-pikiran ini kita sengaja hubung-hubungkan dengan pikiran yang lainnya (yang bisa saja tidak berkaitan sama sekali), hingga akhirnya kita merasa bahwa pikiran yang muncul (overthinking) tersebut hanyalah omong kosong. 

3. Mengatur Keyakinan Negatif

Ini adalah hal yang lebih kompleks, akan tetapi memiliki pengaruh yang sangat besar selama proses konseling. 

Pertanyaan-pertanyaan ini akan memerlukan banyak proses berpikir secara mendalam, dan bisa saja akan memerlukan energi yang lebih banyak. Pertanyaan-pertanyaan yang perlu dijawab antara lain :

  • Identifikasi pikiran buntu (stuck point), mengapa Anda memikirkan hal tersebut? Secara umum, apa pengaruhnya memikirkan hal tersebut? Bagi diri Anda, bagi orang lain di sekitar Anda, dan pada dunia?
  • Pikiran buntu apa saja yang muncul? Sebutkan beberapa pikiran buntu yang muncul?
  • Menghubungkan pikiran buntu dengan situasi yang ada pada waktu itu, emosi apa yang muncul, serta apa yang dilakukan pada waktu itu?
  • Menanyakan pikiran negatif, apa buktinya? Apa bukti yang menentang pikiran tersebut? Kemungkinan apa yang terjadi dan hal apa yang bisa terjadi karena pemikiran tersebut?

Ilustrasi Overthinking (Sumber gambar: freepik.com)
Ilustrasi Overthinking (Sumber gambar: freepik.com)

Setelah melewati proses pemikiran mendalam seperti di atas, harapannya adalah pasien memiliki insight terhadap pemikiran dan masalah yang ia hadapi. 

Dalam hasil pemikiran yang mendalam di atas, pasien bisa menyatakan pikiran apapun yang muncul terkait kondisi permasalahannya. 

Pasien menyampaikan ia memiliki insight berupa rencana untuk menjaga pola hidup sehat (seperti berusaha memenuhi kebutuhan tidur yang cukup), serta mencoba untuk fokus terlebih dahulu ke pekerjaan untuk sementara.

Referensi: 

  • Tull, Matthew T.; Gratz, Kim L.; Chapman, Alexander L. 2016. The Cognitive Behavioral Coping Skills Workbook for PTSD - Overcome Fear and Anxiety and Reclaim Your Life. Oakland CA: New Harbinger Publications, Inc.
  • www.psikologklinis.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun