Pagi hari ketika sekitar pukul 6 pagi, ada pasien di salah satu layanan konseling psikolog menanyakan terkait kondisi dirinya.Â
Pasien usia sekitar 25 tahun, wanita, dan belum menikah, dengan aktivitas sehari-hari sedang mencari-cari pekerjaan. Pada awal sapaan, ia tidak langsung menyampaikan apa yang dirasakan.Â
Pada waktu itu, langsung saya balas dengan template sapaan seperti biasa, sambil menanyakan ada hal apa yang bisa dibantu.Â
Kemudian sembari menunggu jawaban, saya lihat bagian rekam jejak konseling yang telah ia lakukan. Ternyata banyak konseling yang telah ia lakukan dengan tema yang mirip-mirip.
Dibaca satu persatu rekam konseling yang telah ia lakukan, temanya hampir mirip-mirip, yakni hubungannya dengan laki-laki (pacar).Â
Pada psikolog satu diberikan dukungan dan refleksi perasaan pasiennya. Kemudian percakapan sepertinya cukup panjang.Â
Rekam jejak konseling dengan psikolog lainnya, diberikan advis yang lumayan banyak. Mulai dari apresiasi diri sendiri, menghargai diri sendiri, kemudian mencari aktivitas yang menyenangkan.Â
Rasa-rasanya pasien tersebut sudah mendapatkan insight dari beberapa psikolog (bahkan psikiater) hal apa yang hendaknya ia lakukan.
Dari rekam jejak konseling tersebut, rasanya akan menjadi berat ketika memberikan advice yang mirip atau sama.Â
Ketika kondisi cemas, tubuh dan pikiran kita cenderung tertutup. Tubuh akan lebih nyaman menyendiri di kamar, badan terasa lemas dan kurang mau beraktivitas.Â
Pikiran yang tertutup adalah selalu memikirkan hal yang sama seakan tidak ada jalan keluar, ditambah kondisi demikian mempengaruhi kondisi fisik. Nafsu makan berkurang dan kondisi tidur yang mengalami gangguan.Â
Kondisi tubuh yang kurang asupan energi ini membuat pikiran makin kalut. Kondisi yang seperti lingkaran setan yang tak ada ujungnya.
Hal yang sama dirasakan juga oleh pasien tersebut, yaitu mengalami gangguan makan dan gangguan tidur, serta tidak ada aktivitas lainnya yang bisa dilakukan untuk mengalihkan pikiran.Â
Untuk beberapa cara teknik mengatasi kecemasan menurut buku The Cognitive Behaviral Coping Skills Workbook ada beberapa teknik yang bisa dilakukan untuk mengatasi kecemasan.Â
Sebagai langkah awal ada 6 cara yang bisa dilakukan. Teknik ini bisa dilakukan hampir di mana saja, di semua tempat, dan hampir bisa dilakukan di setiap waktu.
Sebelum pembahasan mengenai langkah awal atasi kecemasan, kita perlu tahu terlebih dahulu ciri-ciri kecemasan.Â
Ciri-cirinya adalah perasaan takut, khawatir terkait masa depan, khawatir, dan gugup.Â
Kondisi kecemasan tersebut mengurangi produktivitas. Misalnya aktivitas harian menjadi kurang bersemangat, selesai dalam waktu yang lama, atau menimbulkan suasana perasaan yang kurang menyenangkan.
Berikut beberapa gejala kecemasan:
- Mudah marah
Tidak fokus
Takut atau panik
Jantung berdebar kencang
Tangan dan kaki berkeringat
Kesemutan
Otot tegang
Pusing, mual, mulut kering
Berikut langkah awal yang bisa dilakukan untuk menurunkan tingkat kecemasan:
1. Nafas lambat (slow breathing)
Ketika kita menyadari kondisi kita yang sedang mengalami kecemasan, coba perhatikan tentang pola nafas kita. Pola nafas kita akan terasa cukup cepat.Â
Dengan melambatkan nafas ini, diharapkan pola nafas ketika kecemasan menjadi teralihkan dan berkurang.Â
Melambatkan nafas ini ibarat kata seperti membenarkan pola nafas. Hal yang perlu dilakukan di awal adalah menemukan tempat yang nyaman untuk menyadari pola nafas kita kemudian melambatkan ritme nafas.
Awalnya kita perlu menghitung tarikan nafas dalam satu kali nafas tersebut berapa detik. Misalnya satu detik, kita perlu menyadari dan menerima pola nafas tersebut. Kemudian secara perlahan kita tambah satu detik. 2 detik untuk satu tarikan nafas, dan 2 detik untuk menghembuskan nafas.Â
Setelahnya kita tambah perlahan satu detik. 3 detik tarikan nafas, dan 3 detik menghembuskan nafas.Â
Secara perlahan kita tambah satu detik kembali, hingga pikiran kita teralihkan sementara.Â
Ketika pikiran ini teralihkan, kita perlu menyadari apakah kecemasan kita sudah berkurang. Jika sudah, kita bisa memikirkan alternatif solusi pemecahan masalah yang menyebabkan kecemasan tersebut.
Pernahkah melihat bayi yang sedang tidur? Jika pernah, apakah bayi tersebut tampak tenang dan relaks?
Jika ya, teknik nafas bayi tersebut sedang dalam kondisi relaks atau santai. Kenapa bisa?
Karena bayi tersebut menggunakan teknik pernafasan dalam (deep breathing), atau biasa disebut sebagai nafas diafragma.
Kita memiliki insting untuk bernafas dengan relaks atau santai, akan tetapi semakin dewasa, kita ibaratnya "lupa" cara bernafas yang relaks tersebut.
Nafas ini tampak dari mengembang dan mengempisnya bagian perut. Menarik nafas akan membuat perut menjadi mengembang, menghembuskan nafas akan membuat perut menjadi mengempis.Â
Pola nafas ini bisa kita sadari sambil memegang perut. Hal yang perlu dilakukan pertama kali adalah mencari tempat yang nyaman, kemudian bisa dengan memejamkan mata jika ingin lebih relaks (pastikan tempatnya nyaman dan aman).Â
Fokuskan pada nafas yang sedang kita lakukan. Ganti teknik nafas dengan nafas dalam (deep breathing) ini.Â
Pegang bagian perut, pastikan ketika menarik nafas akan membuat perut mengembang, dan menghembuskan nafas akan mengempiskan perut.
3. Relaksasi otot
Kondisi kecemasan yang terjadi biasanya akan memunculkan perasaan tegang, gelisah, perasaan seperti di ujung tanduk, stres, dan tubuh terasa kaku.Â
Relaksasi otot ini diharapkan bisa menurunkan gejala kecemasan tersebut. Hal utama dari teknik ini adalah menyadari ketegangan otot yang dirasakan kemudian merelakskan otot tersebut.
Temukan tempat yang nyaman, tanpa gangguan, cari posisi yang nyaman. Bisa mulai dari kepala atau leher, tegangkan beberapa detik kemudian kendurkan. Kemudian ke bagian lengan dan tangan, tegangkan beberapa saat kemudian kendurkan.Â
Setelahnya bagian kaki, tegangkan beberapa saat kemudian dikendurkan. Langkah-langkah tersebut bisa diulangi jika diperlukan.
4. Mindful (sadar penuh)
Mindful atau sadar penuh ini adalah teknik berlatih dengan memperhatikan sensasi tubuh yang dirasakan, pikiran yang muncul, dan ketegangan yang timbul karena kecemasan muncul. Tujuannya bukan untuk menghindari kecemasan atau menghilangkannya, akan tetapi menyadari kehadirannya.
Hal yang perlu dilakukan pertama kali adalah mencari tempat yang nyaman tanpa gangguan, kemudian bisa duduk atau berbaring, atau bisa memejamkan mata sejenak.Â
Fokuskan pada nafas yang masuk dan keluar. Lakukan semacam pemindaian "scanning" dari kepala hingga kaki dengan perlahan, rasakan sensasi tubuh yang muncul. Sadari bagian tubuh mana yang sedang tegang akibat kecemasan.Â
Beri label atau nama pada ketegangan tersebut. Sadari tanpa menghindari pikiran tersebut. Jangan berupaya mengubahnya, kita hanya menyadari dan memberinya label saja.
5. Olahraga
Olahraga memiliki beberapa manfaat bagi diri kita, tidak hanya untuk kesehatan fisik akan tetapi juga manfaat bagi mental.Â
Olahraga memiliki manfaat agar tubuh menjadi kuat dan bisa meningkatkan sumber daya fisik, mengurangi ketegangan akibat kecemasan, dan meningkatkan kualitas tidur, suasana perasaan, dan kepercayaan diri.Â
Kegiatan olahraga ini tidak mengharuskan kita untuk pergi ke pusat kebugaran atau tempat tertentu. Kegiatan olah raga bisa dilakukan dengan jogging atau angkat beban.Â
Selain itu juga bisa melakukan kegiatan-kegiatan yang membutuhkan tubuh untuk bergerak. Misalnya berkebun, menyapu, naik turun tangga, serta kegiatan yang dapat meningkatkan detak jantung meningkat.
6.Grounding
Grounding adalah teknik khusus yang tujuannya menurunkan intensitas perasaan atau trauma dengan pengalihan panca indera, dan bertujuan untuk menjauhkan diri dari pikiran negatif, ingatan, atau perasaan yang mengganggu secara psikologis.Â
Hal yang perlu dilakukan adalah menyadari kondisi yang ada di sekitar kita, bisa dengan fokus ke hal yang ditangkap indra kita.Â
Sebutkan 5 hal yang bisa kita lihat, 4 hal yang bisa dipegang (dirasakan melalui kulit), 3 hal yang bisa didengar, 2 aroma yang bisa dihirup, dan 1 hal yang bisa dirasakan dengan lidah (misal mencicipi makanan tertentu).
6 teknik di atas bisa dipilih salah satu kemudian dilatihkan. Mana teknik yang efektif untuk menurunkan kecemasan.Â
Kembali ke kasus pasien yang dibahas pada awal artikel, pada pasien tersebut dipantau agar ia mau melakukan beberapa teknik menurunkan relaksasi di atas.Â
Dalam kasus tersebut, pasien dipilihkan teknik grounding. Pasien diminta untuk keluar rumah agar dapat banyak stimulus yang bisa ditangkap, selain itu dengan keluar rumah atau keluar ruangan pasien bisa mendapatkan cahaya matahari secara langsung sehingga bisa menurunkan mood depresi.
Pasien diminta menyebutkan 5 hal yang bis akita lihat, 4 hal yang bisa dipegang (dirasakan melalui kulit), 3 hal yang bisa didengar, 2 aroma yang bisa dihirup, dan 1 hal yang bisa dirasakan dengan lidah (misal mencicipi makanan tertentu).Â
Pasien diarahkan agar ia menyadari banyak hal di sekitar kita yang bisa kita fokuskan, dibandingkan memikirkan pacar atau mantan pacar yang tidak memberi kontribusi yang baik pada pasien tersebut.Â
Dalam hal ini, pacar atau mantan pacar pasien bersikap lebih egois, tidak mau mengerti kondisi pasien.Â
Pasien juga telah memutuskan hubungan tersebut karena merasa pacar atau mantan pacar tersebut lebih banyak cuek dan tidak perhatian kepada pasien.
Setelah teknik grounding tersebut, pasien diarahkan untuk berpikir bahwa banyak hal yang bisa kita fokuskan untuk dipikirkan.Â
Kemudian pasien tiba-tiba mendapatkan insight bahwa ternyata ia harus fokus untuk mencari pekerjaan dan bisa menyekolahkan adiknya.Â
Kemudian setelah ia mendapatkan insight tersebut, pasien diarahkan untuk apresiasi diri sendiri dengan cara memenuhi kebutuhan fisiknya, seperti makan cukup nutrisi, minum cukup, istirahat cukup. Kemudian sesi konseling pada pagi tersebut berakhir.Â
Semoga insight tersebut bertahan lama dan segera bisa menemukan aktivitas yang produktif untuk rencana-rencananya.
Referensi:
Tull, Matthew T.; Gratz, Kim L.; Chapman, Alexander L. 2016. The Cognitive Behavioral Coping Skills Workbook for PTSD - Overcome Fear and Anxiety and Reclaim Your Life. Oakland CA : New Harbinger Publications, Inc.