Mohon tunggu...
Arif Syamsul
Arif Syamsul Mohon Tunggu... Mahasiswa - Utopis

Universitas Pasundan

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Ulas Materi: Design Thinking sebagai Pemusnah Keegoisan Guru

15 Mei 2024   22:57 Diperbarui: 15 Mei 2024   23:07 369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Design Thinking adalah salah satu mata kuliah (matkul) yang wajib diambil oleh mahasiswa PPG Prajabatan. Matkul ini perlu sekali dipahami oleh calon guru karena dapat memunculkan hal yang baik dan saling menguntungkan antara guru dan peserta didik. Dengan begitu, pembelajaran dapat terealisasikan dengan baik tanpa tumpang-tindih. Jadi, mari simak ulasan materi yang telah dibuat oleh penulis di bawah ini yang merupakan tugas akhir matkul tersebut.

Ulas Materi

Topik 1: Design thinking dan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik

Design thinking pada dunia pendidikan begitu berguna bagi guru agar pembelajaran bisa tepat sasaran dengan memunculkan potensi kreatif pada inidivdu. Hal itu didukung dengan mempelajari konsep dasar design thinking ala David Kelley, pendiri dari IDEO dan Stanford School of Design Thinking (d.school), macam empathize, define, ideate, prototype, dan test/evaluate. Untuk memunculkan sisi kreatif tersebut, saya bersama kawan-kawan melakukan simulasi dengan membuatkan suatu hadiah untuj si target dengan mengikuti kemauannya lewat ciri-ciri benda yang diinginkannya.

Topik 2: Fase empathize menggunakan empati untuk membangun pemahaman

Seorang guru perlu mengetahui apa yang diinginkan oleh peserta didik. Salah satu caranya dengan berempati terhadap peserta didik. Dalam fase ini, kami melakukan wawancara kepada peserta didik dengan menggunakan metode extrem kanan (paling pintar) dan extrem kiri (paling kurang). Keberimbangan itu dilakukan agar mengetahui apa saja hal yang diinginkan selama pembelajaran sehingga bisa menciptakan iklim yang aman dan nyaman.

Topik 3: Fase define menggunakan teknik design thinking untuk perumusan tujuan

Fase define adalah lanjutan dari fase empathize. Fase define mengharuskan seorang guru perlu mengolah hasil wawancara menjadi sebuah rumusan masalah dan tujuan. Rumusan tujuan yang telah dibuat cukup banyak sehingga perlu dipilih salah satu yang sangat cocok dengan kebutuhan peserta didik. Dengan begitu, pembelajaran diharapkan bisa tepat sasaran.

Topik 4: Fase Ideate melahirkan gagasan inovatif untuk rancangan pembelajaran

Tujuan yang telah dibuat sebelumnya perlu segera direalisasikan. Namun, seorang guru perlu memperhitungkan cara yang terbaik. Berarti, guru sudah memasuki fase ideate. Fase ini membuat guru dapat memunculkan ide-idenya, baik yang kreatif maupun yang liar. Setelah itu, guru lantas memilah ide-ide pada ranah divergen dan konvergen yang nantinya bisa direalisasikan dan menjadi inovasi.

Topik 5: Fase Prototyping and testing mengembangkan dan menguji coba rancangan pembelajaran

Dalam topik ini, penulis menguji berbagai ide yang telah ditemukan. Prototype digunakan untuk menguji atau memvalidasi ide, asumsi, dan aspek-aspek lain dari suatu konsep dengan cepat dan murah sehingga perancang dapat melakukan perbaikan lebih awal atau mengubah arah desain jika diperlukan. Berdasarkan tingkat fungsionalitas dan detail fiturnya, prototype terbagi menjadi dua jenis, macam low fidelity (mudah dibuat dan menggunakan bahan murah seperti kertas) dan high fidelity (dalam versi beta dari produk digital).

Topik 6: Peluang dan tantangan penerapan design thinking di sekolah

Sebelum turun ke lapangan untuk menguji prototype, seorang guru perlu memahami medan atau kondisi kelas. Guru perlu menyesuaikan diri terlebih dahulu agar mengetahui cara belajarnya. Dengan begitu, guru bisa kembali mengembangkan rancangan dan mampu menghadapi masalahnya.

Topik 7: Design thinking dan transformasi pendidikan

Topik ini adalah tahapan akhir dari design thinking, yakni menguji coba rancangan. Hasil praktik tersebut diharapkan dapat memunculkan praktik pembelajaran yang berkeadilan dan bermakna bagi peserta didik. Kegiatan ini ternyata dapat memunculkan hal-hal baru, seperti pembelajaran sosial dan emosional. Dengan begitu, rancangan tersebut nyatanya bukan hanya untuk mencukupi keinginan peserta didik dalam pembalajaran, namun juga bisa membuat peserta didik berkembang sesuai dengan kebutuhannya.

Refleksi pengalaman belajar yang dipilih

Setelah mempelajari mata kuliah design thinking, semua materi sangat berkesan bagi saya. Namun, yang paling sangat berkesan adalah di bagian topik 2 yang membahas empathize. Sebab, empati adalah akar dari terciptanya design thinking. saya diharuskan membuat pertanyaan secara mendalam terhadap peserta didik. Hal itu dilakukan agar saya dapat memahami apa yang diinginkan mereka sehingga pembelajaran dapat tepat sasaran.

Topik tersebut sangat berkesan. Terkadang, saya terlalu egois dalam menentukan materi atau hanya sebelah pihak dalam suatu pembelajaran. Setelah mempelajari pada fase emphatize, saya ingin semua pihak bisa saling menguntungkan dalam pembelajaran.

Artefak

Klik artefak saya di sini.

Saya dan rekan saya mewawancarai peserta didik di kelas X KA 1. Adit dan Rindi di extreme kanan (peserta didik pandai) serta Seni dan Agni di extreme kiri (peserta didik kurang pandai). Dari sisi extreme kanan, mereka ingin pembelajaran menggunakan gim yang dapat menumbuhkan rasa kompetitif. Di kubu extreme kiri, mereka menginginkan juga pembelajaran dengan powerpoint dan melakukan ice breaking. Dengan begitu, dapat disimpulkan jika peserta didik ingin mendapatkan pembelajaran yang bersinggungan dengan teknologi berupa bahan ajar dan gim interaktif.

Pembelajaran bermakna

Pembelajaran yang bermakna dari mata kuliah Design Thinking memberikan saya strategi untuk merancang media pembelajaran yang efektif dan sesuai dengan karakteristik serta kebutuhan peserta didik. Pengalaman ini akan saya gunakan untuk meningkatkan diri baik sebagai individu maupun sebagai guru. Saya akan lebih fokus pada kebutuhan peserta didik dan lebih sensitif serta teliti dalam mengenali kesulitan yang mereka alami. Dengan cara ini, proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan menyenangkan sehingga peserta didik lebih mudah memahami materi yang disampaikan oleh guru.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun