Masih ingat event bulutangkis Yuzu Indonesia Master 2019 di GOR Ken Arok Malang, Jawa Timur. Event yang diselenggarakan 1 hingga 6 Oktober ini menyisakan banyak cerita, dan sulit untuk dilupakan.
Indonesia memiliki kebanggaan baru dengan melihat kemampuan Siti Fadilan Silva Rahmadanti dan Ribka Sugiarto. Masa depan cerah bagi bulutangkis Indonesia, karena pasangan muda ini tampil gemilang dengan mengalahkan seniornya di Pelatnas, Della Destiara Haris/Rizki Amelia Pradipta. Ganda putri yang pernah mengangkat nama Indonesia dalam turnamen BWF World Tour Super 100.
Yang lebih membanggakan adalah adanya penggunaan Bahasa Indonesia oleh Pebulutangkis asal Jepang, Kazumasa Sakai. "Saya suka bakso, saya juga ingin coba nasi goreng," inilah kata-kata Kazumasa Sakai ditanya awak media setelah menyelesaikan jumpa pers.
Meski terbata-bata, Kazumasa Sakai terus menggunakan Bahasa Indonesia pada event BWF Tour. Pebulutangkis ini merupakan salah satu pemain luar negeri yang getol belajar Bahasa Indonesia.Â
Sudah 3 tahun ia berada di Indonesia, tentunya untuk mengasah kemampuan sebagai pemain bulutangkis profesional. Untuk memperlancar komunikasi, ia juga belajar Bahasa Indonesia. Bahkan Bahasa Indonesia yang dipelajarai sering dipergunakan untuk menyapa teman-teman dari Indonesia.
Penggunaan Bahasa Indonesia ini memiliki ikatan emosional tersendiri. Rasa senang dan bangga bercampur, karena orang asing saja rela untuk belajar Bahasa Indonesia. Pertanyaannya bagaimana dengan kita?
Tentu kita tidak mau kalah, sebagai pendudukan dan warga Indonesia, menggunakan Bahasa Indonesia untuk melakukan komunikasi menjadi hal yang wajib. Dengan begitu 'rasa' Indonesia akan terbawa hingga dimanapun berada, baik di dalam atau luar negeri.
Kenyataan inilah yang ingin di bangun Presiden RI Joko Widodo atau sering dipanggil Jokowi. Sebagai Presiden yang akan menjabat kembali, Jokowi mengeluarkan aturan cukup membanggakan yang tertuang dalam  Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 63 Tahun 2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia.
Dalam perpres ini, pemerintahan Jokowi supaya berbagai tempat dan aktivitas keseharian wajib menggunakan Bahasa Indonesia. Bahkan nama mal hingga hotel pun harus memakai bahasa kebanggaan Indonesia. Jokowi ingin menghilangkan 'rasa keminggris' dalam bahasa Jawa-nya 'Sok Inggris'. Karena ini adalah bentuk upaya jokowi untuk mengindonesiakan Indonesia.
Sebenarnya, perpres 63/2019 muncul merupakan aturan teknis dari UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan. Dalam pasal 25 ayat 2 disebutkan, Bahasa Indonesia merupakan jati diri dan wujud eksistensi bangsa.Â
Jadi, dengan menjadi Bahasa Indonesia sebagai bahasa penting dalam komunikasi dengan pihak-pihak yang berkaitan dengan Indonesia. Maka, secara tidak langsung ada 'pemaksaan' untuk belajar Bahasa indonesia. Imbasnya, Bahasa Indonesia secara pelan-pelan akan dikenal dunia. Bahkan bahasa pemersatu Indonesia ini bisa menjadi alternatif komunikasi dunia.
Kondisi ini bisa terjadi, apalagi Indonesia merupakan negara besar dengan beribu-ribu pulau. Untuk itu, demi menancapkan Bahasa Indonesia semua yang berbau non Indonesia harus diganti, misalnya promo-promo yang bisa dipergunakan di mal-mal, seperti 'Buy 2 Get 1 Free'. Begitu juga nama-nama hotel, jika selama ini memakai bahasa asing, maka pemiliknya juga harus mengubahnya supaya tidak bertentangan dengan perpres yang dikeluarkan pemerintah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H