Dalam perspektif barat perempuan muslimah diidentikkan sebagai wanita terbelakang, tidak memiliki peranan yang signifikan dan menganggap Islam yang menjadi faktor utama yang membatasi hak dan ruang gerak bagi perempuan. Sementara itu ketika Thaliban menguasai Afghanistan mereka melarang perempuan muslimah untuk mengenyam pendidikan dan berjuang. Apakah ini merepresentasikan sikap Islam terhadap perempuan? Lantas bagaimana kedudukan perempuan dalam Islam?
Berikut ini penulis merangkum beberapa kisah yang akan semakin memperkukuh kedudukan mulia perempuan dalam Islam, bahwa mereka pun layak buat mengenyam pendidikan, berjuang dan memajukan peradaban
1. Khadijah, Penghibur Duka dan Pelipur Lara
Perempuan yang terlebih dahulu beriman kepada Nabi Muhammad Saw (As-sabiqunal Awwalun) adalah Sayyidah Khadijah radhiyallahu 'anha istri pertama Nabi. Beliau adalah perempuan yang zuhud sekaligus penghibur duka dan pelipur lara tatkala hinaan dan cacian kaum musyrikin Quraisy menggores luka di hati Baginda.
Ketika Rasulullah merasa  ketakutan dan gemetar saat turun wahyu pertama yaitu QS. Al-'Alaq ayat 1-5, lantas apa yang dikatakan Khadijah kepada sang suami? Sayyidah Khadijah radhiyallahu'anha mengucapkan tutur kata yang menenangkan hati, menyejukkan jiwa dan menentramkan pikiran Rasulullah Saw.
"Demi Allah, Allah tidak akan menghinakanmu selama-lamanya. Karena sungguh engkau suka menyambung silaturahmi, menanggung kebutuhan orang yang lemah, menutup kebutuhan orang yang tidak punya, menjamu dan memuliakan tamu dan engkau menolong setiap upaya menegakkan kebenaran." (HR. Muttafaqun 'alaih)
Bagi seorang laki-laki, istri yang shalihah adalah penyejuk jiwa yang sanggup mengobati rasa sakit saat ia berada  dalam masa-masa yang sulit. Seorang istri yang shalihah adalah penyemangat bagi jiwa yang bersedih, tatkala problematika hidup membuat langkah kakinya tertatih-tatih. Seorang istri yang shalihah adalah peredam amarah saat tersulut emosi yang membuat pikiran buntu tak terarah.
2. 'Aisyah, Cermin Perempuan Intelektual
Seringkali perempuan terdoktrin dengan pemahaman untuk apa perempuan bersekolah tinggi-tinggi, kalau tugasnya nanti cuma mengurus suami, untuk apa perempuan belajar banyak-banyak, kalau tugasnya nanti cuma mengurus anak, untuk apa perempuan kaya literatur, kalau tugasnya nanti cuma memasak di dapur.
Perempuan seperti kehilangan tempat, bahkan peran mereka tidak begitu dipedulikan dan nyaris tidak dilihat, terutama di bidang pendidikan.
Padahal salah satu cermin perempuan intelektual ada pada diri Ummul Mukminin Sayyidah 'Aisyah radhiyallahu 'anha, seorang perempuan yang cerdas dan luas ilmunya sehingga termasuk termasuk dalam al-muktsirun fi ar-riwayah (orang-orang yang paling banyak meriwayatkan hadis). Sehingga dikatakan apabila ilmu Sayyidah 'Aisyah dikumpulkan dengan ilmu seluruh para wanita lain, maka ilmu Sayyidah 'Aisyah lebih utama.