Mohon tunggu...
Arif Alfi Syahri
Arif Alfi Syahri Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis

"Hanya Mahasiswa biasa yang mencoba untuk berkarya." •Jurusan : PAI, STAI-PIQ Sumatera Barat •Instagram : @muhammadarifalfisyahri •Email : arifalfisyahri94@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

5 Kunci Kebahagiaan dalam Al-Qur'an

2 Agustus 2022   08:17 Diperbarui: 6 Oktober 2022   09:38 3928
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kebahagiaan bukan hanya sekedar perasaan senang atau puas, kebahagiaan seharusnya dapat membantu seseorang dalam mengendalikan emosi, meningkatkan keimanan dan mendekatkan diri kepada Allah. Di sinilah Al-Qur'an membantu kita memahami bagaimana mendapatkan kebahagiaan sekaligus mengingatkan kita di mana letak kebahagiaan sejati di dunia ini.

Berikut penulis mengutip lima ayat dari sekian banyak surat dalam Al-Qur'an yang bisa jadi pedoman bagi kita untuk menempuh jalan bahagia dengan Al-Qur'an.


1. Memiliki Iman

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman yang artinya: 


"Dan janganlah kamu (merasa) lemah, dan jangan (pula) bersedih hati, sebab kamu paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang yang beriman."
(QS. Ali 'Imran 3: Ayat 139)

Di sini Al-Qur'an mengingatkan kita, janganlah kita merasa bersedih dan lemah atas segala kesulitan yang mendera kita. Sebab orang yang tinggi derajatnya adalah orang yang beriman.

Ayat di atas turun berkenaan dengan perang Uhud yang baru saja dilalui oleh Nabi Muhammad SAW dan para sahabat radhiyallahu ’anhum. Mereka mengalami kekalahan di dalamnya. Ibnu Katsir rahimahullah mengomentari ayat di atas, beliau mengatakan bahwa “Kesudahan yang baik dan pertolongan (Allah) akan berpihak kepadamu, wahai orang-orang yang beriman.” Artinya, walaupun mengalami kekalahan dalam perang, para sahabat radhiyallahu ‘anhum hendaknya tetap optimis, sebab pertolongan Allah ta’aala pada hakekatnya selalu bersama orang-orang beriman.

Dari sini dapatlah kita tarik kesimpulan, hendaklah kita sebagai seorang Muslim agar terus membangun rasa optimisme, husnudzan dan yakin bahwa Allah akan senantiasa bersama orang yang beriman.

2. Bersyukur

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman yang artinya:

"Jika kamu bersyukur, pasti Aku akan memberimu lebih, dan jika kamu ingkar, maka azab-Ku sangat berat." (QS. Ibrahim: 7)

Buya Hamka di dalam tafsir Al-Azhar mengatakan bahwa ayat ini masih berkaitan dengan ayat-ayat sebelumnya yaitu tentang  kisah Nabi Musa AS dan para pengikutnya. Di dalam ayat ini Allah memberikan peringatan kepada Bani Israil  agar mereka bersyukur setelah mereka dibebaskan dari penindasan Fir’aun.

Rasa syukur menjadi kunci kebahagiaan dalam kehidupan di dunia ini. Dengan bersyukur kepada Allah, kita belajar untuk memahami bahwa segala sesuatu yang kita terima adalah berkah dan karunia dari Allah.

Setiap orang tentu memiliki persoalan hidupnya masing-masing.  Mungkin dalam pandangan kita kehidupan seseorang itu sangat bahagia tanpa diterpa badai masalah. Semua itu karena kita melihat dari sudut pandang yang sempit. Kita hanya tahu apa yang ada di depan layar, di belakangnya kita tidak tahu. Bisa saja orang yang kelihatannya sangat bahagia dan penuh tawa adalah orang yang paling banyak menyimpan luka dan air mata.

Ayat diatas mengingatkan kita tentang pentingnya memiliki rasa syukur dalam menjalani kehidupan. Karena dengan bersyukur sudut pandang kita akan lebih luas dan terbuka sehingga kita mengetahui bahwa kita bukanlah satu-satunya orang yang paling menderita dalam menghadapi problematika hidup.

Dalam hidup, kita tidak akan pernah merasa bahagia jika kita tidak pernah bersyukur karena keinginan manusia tidak mengenal batas. Contohnya ada seorang yang sangat baik secara finansial, namun hidupnya seakan tak tenang sebab keinginannya belum terpenuhi. Di sisi lain, ada seorang yang sederhana, namun aura bahagia terpancar dari dalam dirinya seakan tiada beban yang menimpanya. Disinilah pentingnya bersyukur, melihat keatas agar memotivasi kita untuk menjadi lebih baik, lihat kebawah agar kita lebih bersyukur dengan keadaan.

3. Seimbang antara Dunia dan Akhirat


Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman yang artinya:
 

"Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan."
(QS. Al-Qasas 28: Ayat 77)

Menurut Imam As-Suyuti, ayat diatas turun berkenaan dengan kisah seseorang dari kalangan Bani Israel yang bernama Qarun. Sebelumnya Qarun merupakan orang yang miskin secara material, karena sudah tak tahan hidup miskin dia pun minta kepada Nabi Musa AS agar didoakan supaya ia lepas dari belenggu kemiskinan. Setelah didoakan oleh Nabi Musa, lantas Qarun pun menjadi orang yang kaya raya. Namun kekayaan, kemewahan dan kemilau dunia telah menodai jiwanya sehingga menjadi manusia yang teramat kikir. 

Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa akhirat adalah tempat kembali kita setelah berpisah dari dunia yang fana ini. Hidup di dunia ini ialah jangka pendek, sedangkan akhirat adalah kehidupan jangka panjang. Oleh sebab itu, hendaklah kita menyeimbangkan diantara keduanya, sebagaimana kita mempersiapkan bekal di dunia begitupun dengan akhirat. Kita punya dua kewajiban, yaitu kewajiban kita kepada Allah dan kewajiban kita terhadap diri sendiri, keluarga, kerabat ataupun masyarakat.

Penulis teringat dengan sebuah ungkapan, bunyinya kurang lebih begini (ad-dunya mazra’at al-akhirah) artinya dunia adalah ladang akhirat. Tanah tak pernah kejam dan khianat, apa yang kita tanam itulah yang kita dapat. Begitupun dengan dunia ini, disebut ladang akhirat karena nanti akan ada balasan yang Allah berikan sesuai dengan amal yang kita perbuat di dunia. Bila benih-benih kebaikan yang kita tanam di dunia, kebaikan pulalah yang akan kita panen nanti di akhirat, begitu juga sebaliknya.

Kita tidak boleh terlalu berfokus pada akhirat saja dan mengabaikan kehidupan dunia, karena kita juga diberi jatah di dunia ini. Asalkan kita tidak berlebihan dan tamak terhadap kesenangan dunia. Namun bila orientasi utama kita hanya tertuju kepada dunia maka kita menjadi manusia yang melupakan tugas sebagai seorang hamba (pengabdi). Percuma dunia hidup senang, tapi di akhirat nasibnya malang.

4. Berbuat Kebaikan


Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman yang artinya:

 "Orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka mendapat kebahagiaan dan tempat kembali yang baik."
(QS. Ar-Ra'd 13: Ayat 29)
 

Quraisy Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah memperjelas ayat diatas yaitu Orang-orang yang tunduk kepada kebenaran dan melakukan amal saleh, akan memperoleh akibat dan tempat kembali yang baik.

Bersikap baik kepada orang lain akan membuat kita lebih bahagia. Di sini Al-Qur'an mengingatkan kita bahwa agar kita merasa lebih bahagia, kita harus terus-menerus berusaha untuk berbuat baik kepada orang lain. Dengan bersikap baik, berarti kita telah mengamalkan apa yang telah Allah tetapkan untuk kita dalam Al-Qur'an. Saat berbuat baik maka aura positif akan menghinggapi kita, banyak orang yang merasa lebih bahagia setelah dia berbuat baik. Semakin banyak kebaikan yang kita lakukan semakin banyak kebahagiaan yang kita dapatkan. Dengan berbuat kebaikan kita merasa hidup kita jadi lebih bermakna karena kita bisa bermanfaat bagi orang lain.

5. Beribadah

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman yang artinya:

 "Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku."
(QS. Az-Zariyat 51: Ayat 56)

Sayyid Quthub menuturkan bahwa pada hakikatnya, jin dan manusia diciptakan untuk suatu tujuan tertentu. Kedua makhluk tersebut punya satu tugas yang hanya ditujukan pada Allah SWT. Tugas ini tentunya harus dilaksanakan secara mutlak tanpa kecuali.

Salah satu penyebab seseorang tidak bahagia adalah ketika dia melakukan sesuatu yang melawan fitrahnya. Dalam hal ini beribadah merupakan fitrah bagi manusia. Penulis memberikan perumpamaan seperti sebuah mesin, tentu mesin tersebut sudah diciptakan sesuai dengan fungsinya. Nah, ketika mesin itu tidak dipakai sesuai dengan kegunaannya maka sudah tentu mesin tersebut cepat rusak. Begitupun dengan manusia, kita sudah di setting oleh Allah untuk beribadah kepada-Nya. Ini berarti ketika kita mengabaikan ibadah kita akan merasa hidup kita penuh kekosongan dan kehampaan.

Kita tentu melihat banyak fenomena yang terjadi di lingkungan kita sendiri ataupun dari media sosial. Orang yang jauh dari Allah SWT hidupnya tidak tenang, hampa lalu terjerumus dalam jurang putus asa. Ia tak tahu bagaimana menghadapi masalah yang mendera, padahal pertolongan Allah itu sangatlah dekat dengannya.

Namun bila kita melihat orang yang tulus beribadah kepada Allah, hidupnya tenang sebab sekelumit persoalan dunia kecil saja baginya, karena Allah besar dalam hatinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun