"Jika kamu bersyukur, pasti Aku akan memberimu lebih, dan jika kamu ingkar, maka azab-Ku sangat berat." (QS. Ibrahim: 7)
Buya Hamka di dalam tafsir Al-Azhar mengatakan bahwa ayat ini masih berkaitan dengan ayat-ayat sebelumnya yaitu tentang kisah Nabi Musa AS dan para pengikutnya. Di dalam ayat ini Allah memberikan peringatan kepada Bani Israil agar mereka bersyukur setelah mereka dibebaskan dari penindasan Fir’aun.
Rasa syukur menjadi kunci kebahagiaan dalam kehidupan di dunia ini. Dengan bersyukur kepada Allah, kita belajar untuk memahami bahwa segala sesuatu yang kita terima adalah berkah dan karunia dari Allah.
Setiap orang tentu memiliki persoalan hidupnya masing-masing. Mungkin dalam pandangan kita kehidupan seseorang itu sangat bahagia tanpa diterpa badai masalah. Semua itu karena kita melihat dari sudut pandang yang sempit. Kita hanya tahu apa yang ada di depan layar, di belakangnya kita tidak tahu. Bisa saja orang yang kelihatannya sangat bahagia dan penuh tawa adalah orang yang paling banyak menyimpan luka dan air mata.
Ayat diatas mengingatkan kita tentang pentingnya memiliki rasa syukur dalam menjalani kehidupan. Karena dengan bersyukur sudut pandang kita akan lebih luas dan terbuka sehingga kita mengetahui bahwa kita bukanlah satu-satunya orang yang paling menderita dalam menghadapi problematika hidup.
Dalam hidup, kita tidak akan pernah merasa bahagia jika kita tidak pernah bersyukur karena keinginan manusia tidak mengenal batas. Contohnya ada seorang yang sangat baik secara finansial, namun hidupnya seakan tak tenang sebab keinginannya belum terpenuhi. Di sisi lain, ada seorang yang sederhana, namun aura bahagia terpancar dari dalam dirinya seakan tiada beban yang menimpanya. Disinilah pentingnya bersyukur, melihat keatas agar memotivasi kita untuk menjadi lebih baik, lihat kebawah agar kita lebih bersyukur dengan keadaan.
3. Seimbang antara Dunia dan Akhirat
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman yang artinya:
"Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan."
(QS. Al-Qasas 28: Ayat 77)
Menurut Imam As-Suyuti, ayat diatas turun berkenaan dengan kisah seseorang dari kalangan Bani Israel yang bernama Qarun. Sebelumnya Qarun merupakan orang yang miskin secara material, karena sudah tak tahan hidup miskin dia pun minta kepada Nabi Musa AS agar didoakan supaya ia lepas dari belenggu kemiskinan. Setelah didoakan oleh Nabi Musa, lantas Qarun pun menjadi orang yang kaya raya. Namun kekayaan, kemewahan dan kemilau dunia telah menodai jiwanya sehingga menjadi manusia yang teramat kikir.
Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa akhirat adalah tempat kembali kita setelah berpisah dari dunia yang fana ini. Hidup di dunia ini ialah jangka pendek, sedangkan akhirat adalah kehidupan jangka panjang. Oleh sebab itu, hendaklah kita menyeimbangkan diantara keduanya, sebagaimana kita mempersiapkan bekal di dunia begitupun dengan akhirat. Kita punya dua kewajiban, yaitu kewajiban kita kepada Allah dan kewajiban kita terhadap diri sendiri, keluarga, kerabat ataupun masyarakat.