5. Tragedi Trisakti
 Pada 12 Mei, mahasiswa dari berbagai kampus berkumpul di Universitas Trisakti, Jakarta. Jumlahnya tak kurang dari enam ribu orang melakukan demonstrasi berskala besar ke Gedung Nusantara yang dilatarbelakangi krisis moneter dan jatuhnya ekonomi nasional.Â
 Kerusuhan antara mahasiswa, rakyat sipil dan aparat militer tak dapat dibendung, pasukan militer tak segan memukul massa, memburu dan menembak. Peristiwa tersebut menewaskan 4 orang mahasiswa Universitas Trisakti dan puluhan lainnya luka-luka, keempat mahasiswa yang tewas dalam tragedi Trisakti tersebut yaitu Elang Mulia Lesmana, Heri Hertanto, Hafidin Royan, dan Hendriawan Sie. Mereka tewas tertembak di dalam kampus, terkena peluru tajam di bagian vital seperti kepala, tenggorokan dan dada. Keadilan masih diperjuangkan sampai detik ini oleh para orang tua korban dan elemen sipil lain yang peduli. Korban tak hanya jatuh pada peristiwa berdarah tersebut, namun juga Tragedi Semanggi I dan II. Hingga kini pengusutan terhadap kasus tersebut belum juga tuntas, perkembangannya kian tak menentu dan masih menyisakan misteri.Â
6. Diskriminasi Etnis Tionghoa
 Kerusuhan pada bulan Mei 1998 menimbulkan banyak korban jiwa, termasuk diantaranya adalah etnis Tionghoa. Puluhan perempuan berdarah Tionghoa diperkosa dan ratusan toko serta rumah mereka dijarah. Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) tidak mengetahui pasti berapa jumlah wanita Tionghoa yang diperkosa. Namun yang jelas kesulitan hidup dan himpitan ekonomi lah yang menjadi salah satu faktornya.
 Di tahun yang sama banyak saksi mata, pensiunan perwira militer dan tim pencari fakta mengatakan bahwa militerlah yang mengoordinir, memimpin, dan mengatur kekacauan yang memicu rasisme besar-besaran terhadap orang Tionghoa-Indonesia. Diantara kebijakan rasial pemerintahan era Soeharto ialah melarang Perayaan Tahun Baru Imlek, budaya-budaya berbau Tionghoa, termasuk tulisan, pertunjukan barongsai, ritual tradisional, dan nama-nama yang terdengar Tionghoa. Hukum dan peraturan dikeluarkan untuk mendukung diskriminasi rasial ini. Orang Tionghoa-Indonesia diperlakukan seperti orang asing dan dianak tirikan. Mereka menghadapi diskriminasi di hampir semua lini. Bahkan etnis Tionghoa-Indonesia kembali harus menderita pada tahun 1998. Ini bukti bahwa sebagai minoritas, mereka tidak mendapat dukungan baik dari pemerintah maupun mayoritas di masa Orde Baru.
7. Tokoh-tokoh Yang Terlibat
 Komnas HAM dan Tim Pencari Fakta Mei 1998 masing-masing mengungkapkan temuan mereka pada tragedi 1965 dan 1998, bahwa ada pelanggaran HAM berat dan keterlibatan militer dalam kedua kasus tersebut. Namun, tidak ada hukuman bagi para pelakunya. Tidak ada keadilan bagi para korban, penyintas dan keluarganya. Yang paling mencolok ada laporan keterlibatan dua tokoh militer dalam tragedi yang terjadi di tahun 1998, yaitu Wiranto, yang saat itu menjabat sebagai panglima militer dan Prabowo Subianto, yang saat itu menjabat sebagai seorang perwira militer. Namun keduanya membantah tuduhan bahwa mereka pernah terlibat.Â
 Selain itu, kerusuhan 1998 juga menjadi panggung bagi kekuatan oposisi. Salah satu tokoh yang paling lantang menyuarakan pengunduran diri Soeharto ialah Amien Rais. Ia yang saat itu merupakan tokoh Muhammadiyah bahkan mengancam akan membawa serta satu juta massa ke istana negara. Mendenga rencana tersebut militer pun bersiaga dan menyegel pusat kota Jakarta.Â
8. Berakhirnya Masa Orde Baru
 Tanggal 21 Mei 1998 riwayat kepemimpinan rezim Soeharto pun tamat. Presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya sehingga posisinya digantikan oleh Baharuddin Jusuf Habibie yang sebelumnya menjabat wakil presiden. Mundurnya Soeharto menandai terwujudnya salah satu agenda reformasi dan akhir dari dominasi Soeharto setelah 32 tahun berkuasa.Â