Berjuta informasi hadir di depan mata. Internet membuka ruang jendela dunia
Kebenaran pun seolah bias. Siapakah aku?
__________________________________________________________
Cara saya memperingati hari sumpah pemuda hari ini, 28 Oktober 2016, tidaklah berbeda dengan hari-hari biasanya. Seperti biasa, aku mengerjakan tugas kuliah, menonton berita, membaca info mulai dari politik hingga membuka facebook dan lain-lainnya. Tidak ada upacara resmi seperti di SMP-SMA seperti dulu.
Setengah hari ini, saya berada di depan layar komputer sambil mengamati berita yang berseliweran. Kompasiana kembali menjadi tempat aku menuangkan ide-ide nakal dan liar ini.
Sumpah Pemuda: Apa relevansinya untuk zaman sekarang?
Pertanyaan ini mengalir dari realitas di zaman sekarang. Sebabnya, setiap tahun selalu diperingati dan dirayakan, minimal dengan upacara bendera. (Dan setelah berada dibawah terik matahari, mungkin dengan lomba-lomba biar tambah semarak dan heboh). Upacara bendera masih lebih baik daripada nongkrong tidak jelas, apalagi hura-hura dengan mengendarai sepeda motor tanpa ber-helm. Apakah pemuda zaman sekarang identik dengan mabuk-mabukan dan perkelahian? Jawabannya: LIHATLAH REALITAS KEHIDUPAN.
Kita bisa merenungkan siapakah pemuda Indonesia itu sebenarnya?
Apakah mereka yang menamakan diri suporter bola yang bangga dengan menghilangkan nyawa suporter lawan? Apakah pemuda itu seperti orang yang hanya berkoar-koar mendemo pemerintah karena agamanya berbeda? Apakah mereka yang dengan bangga dengan membuat blog-blog yang menyudutkan pihak-pihak dengan alasan-alasan palsu dan bohong? Apakah mereka yang ahli dalam informatika dan meng-hacker fasilitas videotron? Tentu saja tidak. Mereka sama sekali tidak memiliki jiwa dan semangat nasionalis. Seorang pemuda ialah aktif dalam menyiarkan ajaran agama yang santun dan ramah. Seorang pemuda yang bangga dengan kesenian dan budaya bangsa Indonesia. seorang pemuda ialah mereka yang mampu membawa keharuman bangsa Indonesia.
Sumpah pemuda juga sekali setahun diperingati. Maknanya apa sih sebenarnya? Apakah cuma untuk diingat-ingat? Sebenarnya tidak. Terus apa donk? Menurut saya, semangat sumpah pemuda itulah yang perlu kita gelorakan kembali. Sumpah pemuda merupakan peristiwa bersejarah yang memungkinkan kita memiliki satu bangsa, satu bahasa dan satu negara. Perkara bersumpah tentu saja setiap orang bisa melakukannya. Sumpah Pemuda berarti bahwa saya ikut menjaga dan merawat bahasa, bangsa dan negara ini sampai titik darah penghabisan dari gangguan asing. Tidak hanya itu, berarti saya ikut memberikan diri untuk kemajuan bangsa. Bukannya dengan merusak, menodai ataupun merendahkan martabat bangsa yang sudah direnda oleh para pejuang kemerdekaan.
Sumpah Pemuda: Itu Kan zaman dulu!
Bukan soal kembali zaman batu, apalagi bambu runcing, tetapi soal semangatnya yang kita ambil.Zaman serba berbau internet ini sangat menggoda semua orang, tidak terkecuali orang yang menamakan dirinya para pemuda bangsa. Dengan internet, hampir segala hal bisa diakses: Youtube, Instagram, Twitter, Google, dll. Kini, bukan bambu runcing lagi yang dibawa, melainkan gadget. Semangat yang sudah digelorakan sejak zaman pergerakan pemuda yang mencita-citakan satu bahasa, bangsa dan negara, kini tak lagi terasa. Kemana kiranya semangat itu menguap?
Seperti judul di atas, kini bukanlah lagi zamannya batu. Zaman batu yang kita kenal dalam buku-buku sejarah berarti bahwa manusia memiliki peradaban yang berbeda dengan sekarang. Apa-apa masih menggunakan batu, entah senjata atau peralatan berburu dan meramu. Semua itu menjadi ciri-ciri zaman batu. Sekarang zamannya, zaman internet. Tetapi tidaklah menutup kemungkinan bahwa zaman internet juga seringkali menjadi media untuk membawa zaman batu terulang kembali. Lihatlah betapa banyak para pemuda yang berdemo dengan senjata batu di tangannya. Mereka membawa batu untuk dilempar kepada polisi. Ternyata sejarah kembali terulang. (Saya kira zaman batu telah lewat hihihi).
Juga sekarang bukan lagi zamannya bambu runcing, dengan teriak “merdeka.” Sekarang yang dibawa ialah alat komunikasi yang tercanggih, dan kalau bisa termahal, karena gengsi. (biar gak dibilang jadul atau gak ikut mode).
Kunci: Pendidikan
Pendidikan yang baik cermin dari kemajuan sebuah bangsa. Tidak bisa dipungkiri bahwa para pejuang yang menamakan diri pemuda adalah berpendidikan. Mereka dididik untuk mencintai dan mengusahakan kemerdekaan. Dan semua hasil yang mereka dapatkan ialah dari pendidikan yang baik.
Pendidikan tidak pertama-tama soal ijazah, soal nilai-nilai yang tinggi, tetapi soal pembinaan karakter juga. Pembinaan karakter seseorang jauh lebih susah karena mengandaikan perubahan cara pandang.
Pada umumnya, entah sekolah maupun universitas sangat menjunjung tinggi paradigma pendidikan yang baik. Sebab mereka tahu bahwa para pemuda yang terdidik akan mampu mengembangkan bangsa dan negara. Maka, mereka mempersiapkan generasi muda dengan berbagai kurikulum yang berwawasan kebangsaan.
Namun apakah itu cukup? Tentu saja tidak. Lulusan sekarang pada umumnya tidak memiliki mental untuk berani berubah. Mereka masih bermental untuk menjadi pegawai, tetapi tidak mampu untuk mengembangkan bidang enterpreneurship, berani untuk mengembangkan usaha sendiri.
Sulit untuk membayangkan memang jika para pemuda sekarang hampir sebagian besar tidak mampu untuk mengakses pendidikan. Sebab, pendidikan memang mengandaikan biaya yang tidak murah. Pendidikan memerlukan dana yang besar. Mungkin itulah salah satu kendala mengapa banyak generasi muda tidak memperoleh pendidikan yang baik. Seandainya hal ini diperhatikan dengan serius, bukan tidak mungkin bahwa generasi muda Indonesia yang mengharumkan nama bangsa di kemudian hari.
Pemuda: Harapan Bangsa Indonesia
Siapa yang akan memimpin bangsa ini kepada kemajuan? Siapa yang akan mengharumkan bangsa ini di mata dunia? jawabannya Pemuda. Akankah pemuda kita akan berakhir pada penyesalan, kesia-siaan. Kiranya saya terlalu berlebihan. Saya memang terlalu pesimis. saya yakin dan percaya bahwa pemuda akan mampu bangkit. Para pemuda, tunjukkan dirimu!
Salam kompasiana
Arif Albert
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H