Kedai Pak Ewok
Di kedai yang luasnya hanya setengah luas lapangan badminton itu sudah ramai di singgahi oleh para pemburu cita rasa yang ingin mencicipi makanan khas kampus ini. Memang Mie Ayam Pak Ewok sudah menjadi idola para Mahasiswa di jam makan siang. Selain terkenal gurih, rasa mienya sungguh lezat di tambah porsinya yang sangat pas untuk mereka yang memiliki kantung perut besar. "Wah, gimana ni 'Van penuh banget." Sabar Bro, lu tunggu di sini sebentar, gua kesana dulu cari tempat." Evan tampak sibuk mencari tempat duduk, sedangkan Farel sibuk menghitung jumlah uang sakunya didompet. Tak berapa lama Ima yang mengenakan baju warna hijau dengan motif bunga berbalut jilbab warna hijau bermotif garis bergelombang lewat didepan Farel yang tengah asyik menghitung uang. Rupanya Ia dan teman-temannya juga penggemar mie ayamnya Pak ewok. Seketika matanya pun terbelalak, dadanya kembang kempis seakan mau pecah, dahinya  mengeluarkan keringat segar seperti habis lari marathon menaiki tembok raksasa Cina.
"Astaghfirullaahal'adhiim, ada apa denganku?" Tanya Farel beristighfar sambil memegangi dadanya.
"Rel, Farel sini ada bangku kosong nih?" Teriak Evan sambil menunjuki bangku yang tidak berpenghuni.
"Iya gua kesana."
"Pak Mie nya dua jangan lupa sama teh botolnya!" Sahut Evan kepada Pak Ewok. Atmosfer di kedai Pak Ewok tiba-tiba menjadi berubah bagaikan berada di sebuah taman yang di dalamnya terdapat  mawar merah yang tengah mekar merekah. Perasaan gugup mulai menyelimuti Farel, wajahnya mulai memerah tak kuasa membendung perasaannya, degup jantungnya terus berdetak keras bagai karburator motor yang tengah di pacu oleh tarikan gas. Evan yang sedari tadi memperhatikan hanya tersenyum tanpa berkata-kata. "Kamu ini kenapa sih Rel, Relax Bro, tenang jangan buat selera makan gua jadi hilang nih".
"Dia dibelakang kita Van." "Siapa Ima maksudmu!" "Ssssssst jangan keras-keras nanti kedengaran, malu kan gua."
"Ok kita akan bahas ini selesai makan, deal?"
"Deal."
"Pak Ewok tiga ya, biasa!" Sahut Ima memesan makanannya.
"Baik Non Ima." Mendengar suara Ima makin membuat jantung farel berdegup kencang. Perasaannya semakin tidak menentu. Â Persedian Mie sudah habis. Pak Ewok tampak kebingungan, Mie persediannya tinggal untuk empat porsi kurang satu porsi.
"Wah Gimana nih!" Tanya Pak Ewok sambil menggaruk-garuk kepalanya yang beruban lebat itu.
"Punten Neng Mienya cuma cukup untuk empat orang, yang dua sudah ada yang pesan." "Ya sudah ga apa-apa Pak."
"Nah lo, ntar lu makan apaan Im?" Tanya Nuke.
"Udah ga usah mikirin gue, yang penting lo berdua kagak nyesel masih bisa ngerasaain mie ayamnya pak ewok."
Mendengar keluh Pak Ewok, muncul ide Evan mencari cara untuk menarik perhatian Ima  "Rel gua punya ide brilian!"
"Ah.. ide lu gak pernah cemerlang, terakhir gua ikutin ide lu, gua yang jadi susah." "Dengerin dulu Bro, lu bilang ke Pak Ewok pesen mie nya satu aja, nah punya lu. Lu kasih ke si Ima, gimna?"
"Hwee... enak di lu ga enak di gue!"
"Itu sih terserah loe, Cuma ini caranya supaya Ima menaruh simpati sama loe." Farel sejenak berfikir.
"Bener juga." Farel beranjak mendekati Pak Ewok.
"Pak biar punya saya aja buat mereka, saya tidak jadi pesan, saya pesan satu saja untuk teman saya."
"Siap Den!" Dengan sigap pak Ewok segera menghantarkan mie itu ke meja Ima "Pesanannya datang." Sahut Pak Ewok sambil membawa 3 mangkok mie ayam porsi jumbo ke meja  Ima.
"Kok tiga pak bukannya tadi katanya cuma ada dua porsi?" Tanya Ima bingung.
"Oh tadi mahasiswa yang duduk di sebelah sana itu bilang sama saya, dia tidak jadi mesan, katanya untuk meja disini aja." Terang Pak Ewok.
"Kenapa bisa begitu, aneh!" Celetuk Ima serius.
"Saya juga tidak tahu Non." Ima mengeluarkan buku sakunya dan menyobek selembar kertas lalu menuliskan sesuatu di dalamnya.
"Pak Ewok mohon maaf , tolong berikan kembali mie ini kepada mereka dan sampaikan juga kertas ini." Pak Ewok pun kembali menghantarkan mie itu pada Farel.
"Im kenapa lu balikin lagi mienya kan sayang mening buat gue aja tadi!" Tanya Nuke menyesal.
"MasyaAllah Nuk, satu porsi belum cukup!" "Enak sih Im."
"Kebanyakan makan entar perutmu makin lebar, mau?"
"Lagian Mie itu bukan punya gue, mie itu kan sudah ada yang pesan." Terang Ima.
Terkejut Farel ketika Mie nya dikembalikan lagi." Kenapa dikasih kesini Pak Ewok." "Mohon maaf den, Nona itu menolak, malah dia meminta saya untuk menyampaikan pesan ini kepada aden.
"Luar biasa ni cewek, gak gampang ditaklukkan."
"Baca Rel apaan isinya?" Tanya Evan penasaran. Tangan Farel mendadak gemetar tak sanggup membuka isi kertas yang berisi tulisan tangan Ima.
"Gua takut Van, kalo-kalo tulisannya menyatakan kemarahan gimana?" Keluh Farel. "Farel.... farel...., cemen loe ah, cuma buka kertas gini aja lu kagak bisa, sini biar gua yang bacain!"
"Jangan biar gua aja." Â Berrt....Farel merebut kertas itu dari tangan Evan. Lalu dibukanya kertas itu dengan sangat hati-hati. Terkejut dia setelah membaca tulisan itu, matanya langsung berbinar wajahnya berseri- seri dengan senyum pendek di mulutnya.
"Apaan sih isinya serius amat?" Tanya Evan penasaran.
"Nih gua bacaain. "Terima kasih atas kebaikannya, namun maaf saya tidak dapat menerimanya, saya hanya merasa bahwa mie itu bukan hak saya, mie itu sudah ada yang memesan sebelumnya.. Trims."
"Mantap ni cewe, biar gue kasi pelajaran cewe yang so jual mahal macam ini.."
"Jangan Van.., lu mau ngapain..,Van...!" Evan beranjak menuju meja Ima.
"Permisi...., maaf menganggu!"
"Iya ada apa ya? Jawab Nuke sedikit ketus. Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â
"Kenalkan saya Evan, kamu pasti Ima ya, oh iya itu yang sedang menutup wajahnya teman saya Farel. Tadi dia lo yang merelakan mie pesanannya di berikan untuk kamu. Dia rela untuk tidak makan asal kamu bisa menikmati Mie ayam Pa Ewok yang sangat lezat itu. Saya hanya ingin memberi sedikit saran kepada anda nona. Kamu memiliki pesona yang membuat orang lain mengorbankan sesuatu untukmu. Sangat cantik, namun sayang pribadimu tidak secantik wajahmu. Andai kau mau menerima mie ayam ini, aku jamin inner beautymu akan terpancar dari wajahmu. Jangan kamu merusak inner beautymu hanya karena menolak pemberian seseorang."
"Eh.. mas jangan kurang ajar ya, setiap orang berhak ya menerima dan menolak pemberian orang, apalagi pemberian itu dari orang yang ga jelas macam kalian. Pergi dari depan gue atau gue panggilin securiti!"
"Oke...oke...!" Evan kembali dan berbalik ke tempat duduknya  tidak lama kemudian Hp nya berdering ada panggilan masuk.
"Iya Jim ada apa?"
"Evan si Bos nanyanyain, barang mau di ambil kapan, atau kita drop aja langsung ke tempat praktek lo?"
"Apa, gila apa lo. Lo mau ngumpanin gua ke Polisi. Bilang sama dia gue ambil barangnya besok pagi. Jim gua heran sama dia, Â kenapa orang orang kampung jadi target pasar dia. Kenapa ga di kota aja."
"Bro, setahu gua si Boss ingin produknya ga hanya laku  di kota aja tapi di desa juga. Dia ingin orang-orang desa bisa ikut menikmati produknya."
"Jim, gua heran sama lo, kenapa lu masih mau panggil dia si Bos. Dia kan satu angkatan sama kita. Kita SMA bareng, masuk kuliah juga bareng. Kita yang buat dia maju seperti sekarang. Lu tahu kan dulu kaya gimana  dia."
"Udahlah Bro jangan lu bahas masalah ini lagi, gue bosan, denger ya, lu pikir mobil sama motor lu dan biaya kuliah lu itu dari mana. Kita cuma kurir Bro. Oke gua tunggu di gudang besok."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H