Saya belum pernah melakukan penelitian secara mendalam mengenai jumlah kata yang dikeluarkan  oleh laki-laki dan perempuan dalam satu hari. Kalau berdasarkan literasi yang saya baca di internet,  perempuan dewasa mengeluarkan kata-kata sebanyak 20.000 kata. Sedangkan laki-laki hanya 7.000 kata.
Untuk membuktikannya, coba Sampeyan rekam istri atau suami, saudara perempuan atau laki-laki, atau salah seorang teman perempuan atau laki-laki, sehari saja. Kemudian dari rekaman tersebut, hitung berapa kata yang di ucapkan dalam sehari tersebut.
Eksperimen paling gampang tapi tidak akurat, ajak ngobrol teman perempuan dan laki-laki. Dari obrolan tersebut akan terlihat siapa yang paling banyak mengeluarkan kata-kata.
Pada suatu ketika, Ibu Elen, seorang tersangka pidana pajak, dijenguk oleh Penasehat Hukum nya. Ibu Deti, sebagai Penasehat Hukum yang ditunjuk oleh Ibu Elen, berusaha memberikan bantuan hukum yang diperlukan oleh Ibu Elen. Paling tidak berusaha melalui argumen hukum untuk meringankan hukuman Ibu Elen.
Pada sebuah kesempatan menjenguk di Lembaga Pemasyarakatan, mereka berdua terlibat dalam pembicaraan yang serius. Sepertinya Ibu Elen sedang menceritakan sesuatu situasi yang sedih. Beberapa kali Ibu Elen menyeka kedua matanya dengan tisu.
Suaranya kadang meninggi, kadang lirih.
Waktu jenguk pun usai sudah. Ibu Elen kembali masuk ruang tahanan.
Beberapa waktu setelah itu, Saya bertemu dengan Ibu Deti diruang tunggu Pengadilan Negeri, untuk kasus yang berbeda.
"Dapat salam dari Ibu Elen, Pak" Kata Ibu Deti. "Bagaimana kabar Ibu Elen?" Tanya Saya.
Ibu Deti bercerita mengenai kondisi kesehatan Ibu Elen yang sedikit menurun, mungkin karena beban pikiran yang sedang ditanggungnya. Ibu Elen minta tolong kepada Ibu Deti, agar penahanannya tidak di Lembaga Pemasyarakatan kota tempat tinggalnya. Dia memikirkan mental anak-anaknya agar tidak terganggu. Menurut pandangan Ibu Deti, lebih bagus di Lembaga Pemasyarakatan di kota tempat tinggal, karena lebih dekat dengan keluarga, suami dan anak-anak. Menjenguknya lebih mudah. Tapi Ibu Elen bersikeras dengan pendapatnya.
Suami Ibu Elen, yang katanya sarjana teknik nuklir lulusan Perguruan Tinggi ternama, begitu teganya meninggalkan Ibu Elen, dengan membawa uang dari penjualan hasil bumi yang dikelola bersama dengan Ibu Elen.
Saya hanya mendengarkan cerita yang meluncur dari bibir Ibu Deti. Saya juga tidak tahu mau menanggapi dengan ekspresi yang bagaimana.
Ekspresi saya saat itu, seperti ketika saya istirahat malam sehabis pulang kerja, tapi diajak ngobrol ngalor ngidul sama istri. Saya hanya menjawab satu dua kata, kadang saya pura-pura menanyakan sesuatu hal, padahal hal tersebut baru saja diomongin istri. Ra dong blas, ngah-ngoh, Â ndang-ndong, istilah Jawa nya.
Mangkanya daripadanya yang bagaimana, saya bisa memahami ketika KPU meniadakan debat calon wakil presiden. Karena calon wakil presiden semuanya laki-laki, paling mereka ketika berdebat hanya mengeluarkan satu dua kata. Pah-poh saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H