Mohon tunggu...
Arif Wibowo
Arif Wibowo Mohon Tunggu... Administrasi - ASN di DJP.

ASN di DJP yang belajar menuliskan hal receh dan konyol sehari-hari.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Ultimum Remedium atas Ngundhuh Wohing Pakarti

30 September 2023   18:42 Diperbarui: 30 September 2023   19:13 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen pribadi : ilustrasi di ruang tunggu.

Orang Jawa itu mempunyai banyak falsafah. Salah satunya adalah ngundhuh  wohing pakerti. Secara harfiah, artinya adalah memetik hasil dari perbuatan.

Pak Bowo adalah seorang kontraktor. Di tahun 2020, dia mendapat proyek dari sebuah Pabrik Makanan , untuk membuat instalasi limbah. Dia terimalah proyek tersebut, dan mulai mengerjakannya.

Pembayaran dari Pabrik Makanan yang terdiri dari nilai kontrak ditambah PPN telah diterima oleh Pak Bowo. Pak Bowo juga telah menerbitkan Faktur Pajak untuk Pabrik Makanan. Dan Pabrik Makanan telah mengkreditkan Faktur Pajak tersebut di laporan SPT PPN nya.

Pada tahun 2020 tersebut, pandemi Covid19 menimpa semua aspek kehidupan masyarakat. Dunia usaha gonjang-ganjing, begitu juga dengan usaha Pak Bowo.

Entah apa yang ada di benak Pak Bowo, uang PPN yang telah disetorkan oleh Pabrik Makanan tersebut, tidak disetorkan ke Kas Negara tapi digunakan untuk operasional usahanya. Pak Bowo juga tidak melaporkan SPT Masa PPN nya.

Kantor Pajak dimana Pak Bowo terdaftar telah lebih dari dua kali secara persuasif mengingatkan Pak Bowo akan kewajiban perpajakannya yang belum dipenuhi. Tapi Pak Bowo masih tetap tidak mengindahkan ingatan dari Kantor Pajak tersebut.

Pasal 39 ayat (1) huruf c dan i UU KUP, bahwa tidak melaporkan surat pemberitahuan dan tidak menyetorkan pajak yang telah dipungut termasuk dalam pidana pajak.  

Dilakukanlah Pemeriksaan Bukti Permulaan oleh Tim Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Pajak. Tujuan dari Pemeriksaan Bukti Permulaan ini adalah untuk mendapatkan sekurang-kurangnya dua alat bukti permulaan yang sah tentang adanya dugaan Tindak Pidana Perpajakan. Pemeriksaan Bukti Permulaan oleh PPNS Pajak ini setara dengan Penyelidikan yang dilakukan oleh Polisi.

Pasal 184 ayat (1) KUHAP menyatakan bahwa alat bukti yang sah terdiri dari 5, yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.

Pak Bowo mengakui semua bukti-bukti yang ditemukan oleh Penyidik Pajak. Dan berkomitmen akan menyelesaikan sesuai Pasal 8 ayat (3) UU KUP yaitu membayar kekurangan pajak yang seharusnya dibayar ditambah sanksi denda 100% dari kekurangan pajak yang seharusnya dibayar.

Sampai batas waktu yang disepakati, Pak Bowo belum menyelesaikan mekanisme sesuai Pasal 8 ayat (3) KUP, sehingga ditingkatkan untuk dilakukan Penyidikan.

Penyidik Pajak  telah melakukan dua kali pemanggilan kepada Pak Bowo untuk dimintai keterangan sebagai saksi. Dua kali juga Pak Bowo tidak mengindahkan Surat Panggilan dari Penyidik Pajak. Penyidik Pajak telah memberitahukan kepada Pak Bowo, bahwa ketidakhadirannya tanpa alasan yang patut dan masuk akal akan menimbulkan konsekuensi hukum lainnya.

Penyidik Pajak melakukan Gelar Perkara dengan Korwas PPNS (Koordinator Pengawas) dari Polda. Rekomendasinya adalah diterbitkan Surat Perintah Membawa terhadap Pak Bowo.

Pagi itu, Pak Bowo tidak menyangka sama sekali kedatangan tamu dari jauh, Penyidik Pajak dan Korwas Polda, yang akan membawanya secara paksa ke kantor Penyidik Pajak untuk dimintai keterangan sebagai Saksi.

Dua mobil beriringan melaju di jalan tol, menempuh ratusan kilometer, membawa Pak Bowo untuk dimintai keterangan.

Setelah tiba di kantor Penyidik Pajak, Tim Penyidik Pajak bekerja marathon.

Melakukan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Pak Bowo sebagai saksi, melakukan Gelar Perkara (GP) Penetapan Tersangka, Permintaan Bantuan kepada Korwas untuk Menangkap dan Menahan Tersangka.

Untuk kepentingan Penyidikan Pajak, Pak Bowo ditangkap dan ditahan di Rumah Tahanan Titipan Polda untuk 20 hari ke depan.

Sebelum masuk sel tahanan, Pak Bowo minta waktu untuk mengisap sebatang rokok. Matanya memandang ke langit-langit ruang tunggu Tahanan Titipan.

“Saya ini lagi ngundhuh wohing pakarti.” Katanya lirih, bulir-bulir air menetes dari matanya.

Pada Pasal 44B UU Nomor 6 Tahun 2023 menyatakan, Penyidikan tindak pidana perpajakan dapat dihentikan apabila Tersangka melakukan pelunasan atas Kerugian Negara ditambah sanksi denda 3 kali jumlah Kerugian Negara.

 Pasal ini adalah implementasi asas Ultimum Remedium.

Beruntungnya, Perusahaan Makanan mau membayarkan retensi yang masih ditahannya, kepada Pak Bowo. Jumlahnya bisa untuk membayar Kerugian Negara plus denda 3 kali jumlah Kerugian Negara.

Istri Pak Bowo mendengar kabar ini, girang bukan kepalang. Bergegas berkoordinasi dengan Penyidik Pajak dan Korwas, mengatur teknis pelunasan Kerugian Negara plus sanksi denda 3 kali jumlah Kerugian Negara dan pembebasan dari Tahanan Titipan Polda.

Jumat sore, setelah Maghrib, Pak Bowo dengan senyum sumringah melangkah keluar dari Rumah Tahanan Titipan Polda. Istrinya tak kalah bahagianya telah menunggu di parkiran.

Selamat berakhir pekan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun