Mohon tunggu...
Arieyoko KSE
Arieyoko KSE Mohon Tunggu... lainnya -

::\r\nKomunitas Sastra Etnik (KSE) - \r\nAdalah sebuah bangunan rumah tanpa dinding hanya ada atap. Siapapun boleh singgah bercengkerama membagi gundah, bahwa "bahasa dan sastra etnik" kini kian lumat ditabrak bahasa Indonesia dan bahasa-bahasa global yang terus menderas..... \r\n\r\n::\r\nBahasa Indonesia adalah bahasa persatuan, yes...! Tapi, bahasa Indonesia bukan bahasa KEBUDAYAAN kita yang terdiri dari 746 ragam bahasa/sastra etnik di seluruh Nusantara....\r\n\r\n::\r\n Itulah sebabnya, sejak 2009 KSE terus berjuang tanpa letih.....\r\n\r\n::\r\nAyo selamatkan bahasa dan sastra etnik Indonesia. Selamatkan tradisi kita. Selamatkan kebudayaan kita.... (ayk)

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Merawat Limbuk

9 Mei 2018   09:48 Diperbarui: 9 Mei 2018   10:12 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

MERAWAT LIMBUK 

di melinia ini hanya Limbuk yang layak memetaforsa menjadi Kartini. Ia kalem, ngalahan, ora ngeyelan, ngabekti, rosa ing gawe, menjadi perempuan sahaja dari awal dan akhirnya.

bodinya ginak-ginuk, sanggulnya nggambleh, dadanya gempal, kakinya melebar, senyumnya tulus sumringah. Ia tetep menjadi perempuan Djawa, yang menyetia pada hati dan buminya

begitulah diskusi buku Wanodya 2018 (21/4/18) disublimkan menjadi sebuah nilai. Nilai yang tidak ndakik-ndakik penuh teori-teori sastra, yang kerap justru hanya sebagai pembenar semata.

Dok.pribadi
Dok.pribadi
Limbuk kerap diolokkan butuh pasangan (demikian penghiburan para dalang wayang kulit : itu). Pengin segera dinikahkan. Agar lebih kopen uripnya, lebih bertujuan tugasnya. Demikian juga dengan 'geguritan', yang kian terpudarkan.

bila ada yang menyebut sastra Indonesia baru ada tahun 1920. Sastra Etnik Djawa sudah berabad silam melahir dan membumi, menjadi piwulangan budi pekerti, sekaligus tuntunan atas kehidupan : ini.

layaknya pawongan cilik yang hanya mampu grundhelan, diskusi Limbuk ini pun sarat dengan soal itu. Namun, apa guna mengkaitkan dengan soal-soal eksternal yang carut-kemarut tersebut ? Toh Konggres Bahasa dan Sastra Djawa yang ke 6 sudah di gelar berkali-kali pun, tak mampu mengurai dan menyemangati lebih jauh.

Dok.pribadi
Dok.pribadi
karenanya, pilihan untuk bergerak sendiri, membangkitkan semangat sendiri, merawat diri sendiri, menjadi pilihan yang terbaik. Yang dilakukan 14 Wanodya penulis geguritan : ini. Sebab, aneka tafsir tentang zaman toh sudah tersedia di langit : sejak kelahiran ada.

buku Wanodya 2018 ini buku langka, seperti juga 14 penulisnya. Menjadi sebuah catatan sejarahnya sendiri, menjadi sebutir klungsu (biji buah asam), yang menyangga tegaknya pilar kebudayaan atas muaranya kahanan.

mari merawat Limbuk di hari Kartini 2018. (Ayk)

Dok.pribadi
Dok.pribadi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun