" Kepada Pelawan "
.
Pelawan menggelinding pada petir dan pedhut
tak pernah menolak kematian atawa kehidupan
sebab, hujan selalu kudu turun tak melangit
dan rumput terus menumbuh semaikan seluruh
keindahan tanah-tanah kuburan :
tak cela.
Maka, pelawan selalu membacai rembulan dalam sesak
menyimak embun dengan isak
menjemput air penuh riak
menyinggahkan namanya yang berserak
pada waktu
pada angin.
Pelawan menggendongkan api
pada setiap getihnya, keringatnya,
lenguhnya, jeritnya dan matanya.
Pelawan,
berjalan bersama bintang
tak hendak mengerjapkan langkah
sesurut pun.
Bojonegoro, 2011
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H